Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BANAFSHA | CHAPTER 10

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Jika dua insan hendak dipersatukan, Allah akan menggerakkan hati keduanya, bukan salah satunya."

💍🤲💍

GHAZWAN menyipitkan pandangan saat netranya menangkap seseorang yang tengah menata ratusan nasi kotak di atas meja. Dia semakin menajamkan penglihatannya agar bisa melihat dengan jelas plang yang dipasang oleh orang tersebut.

'Insyaallah Halal dan Gratis untuk Dimakan.'

Tungkainya bergerak dengan pasti, sampai akhirnya dia sampai tepat di depan meja. Berbarengan dengan itu, sang empunya yang tengah asik menata nasi kotak pun baru saja menyelesaikan kegiatannya.

"Bukankah ini hari Senin? Biasanya Jumat Berkah, kan?"

Raiqa terkejut bukan main, dia meneguk ludahnya susah payah, lalu memasang wajah senetral mungkin. "Ahh, iya, ini, anu, khusus hari Senin dan Kamis saya memajangnya di dekat masjid-masjid. Mungkin ada pejalan kaki yang tengah menjalankan puasa sunnah. Jadi, mereka tidak merasa susah saat hendak berbuka."

Ghazwan melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. "Ditinggal begitu saja?"

"Iya, tapi setelah habis saya akan kembali membereskan meja-meja ini."

"Boleh saya ambil satu?"

Raiqa mengangguk tanpa ragu.

"Boleh saya tahu, kenapa Mbak kerapkali membubuhi tutup nasi kotak dengan kata-kata?"

"Hanya sekadar minta untuk didoakan, karena saya tidak pernah tahu doa siapa yang lebih dulu Allah dengar. Itu pun konteksnya tidak memaksa, sukarela dan seikhlasnya si penerima."

Ghazwan manggut-manggut, lalu mengambil secara acak nasi kotaknya. "Minta tolong boleh?"

"Tentu, apa?"

Dia menyerahkan nasi kotaknya pada Raiqa. "Tolong dibuka, dan serahkan kembali pada saya jika di dalam nasi kotak itu terdapat kata-kata."

"Jika tidak ada?"

"Saya ndak jadi mengambil nasi kotaknya."

Raiqa menurut, dia pun membukanya sejenak lalu menutup kembali nasi kotak tersebut secara rapat. "Rezeki, Mas, saya mendapati kata-kata di dalamnya."

"Boleh tolong bacakan?"

Kening Raiqa sedikit mengerut, tapi dia kembali menurut. "Doakan saya semoga segera menikah. Siapa tahu di antara kalian ada yang doanya lebih cepat Allah ijabah."

Ghazwan tersenyum samar lalu berujar, "Jika hanya sekadar minta untuk didoakan, maaf saya ndak berkenan. Sedikit lancang, saya hendak menyerahkan diri, lengkap dengan seperangkat mahar. Apa berkenan?"

Tubuh Raiqa membatu seketika, pandangannya kosong, bahkan saking terkejutnya dia sampai mencengkram begitu kuat nasi kotak yang tengah dipegangnya.

Kalimat apa yang baru saja didengarnya. Apa telinga Raiqa masih berfungsi dengan baik?

"Mas kalau bercanda jangan berlebihan!" cetus Raiqa setelah nyawanya kembali terkumpul sempurna.

"Saya serius dengan apa yang saya paparkan."

Untuk beberapa detik pandangan mereka terkunci, tapi dengan cepat keduanya membuang ke sembarang tempat.

"Kita tidak saling mengenal, bahkan sangat asing. Kenapa tiba-tiba menawarkan pinangan?"

"Maka dari itu, mari saling mengenal."

"Mohon maaf sekali, Mas, kalau ini hanya sebatas gurauan tolong hentikan. Saya sedang tidak ingin bermain-main, saya serius tengah mencari pendamping!"

"Saya pun serius tengah mencari pendamping."

Kepala yang semula tertunduk, mendongak seketika. "Imami saya kalau gitu."

"Sekarang?"

Raiqa mengangguk mantap, dia menunjuk masjid besar yang berada tepat di depan mereka. "Jadilah imam salat magrib di masjid."

"Baik, saya bersedia."

Ghazwan lebih dulu bergegas menuju masjid, lain hal dengan Raiqa yang malah berjongkok lesu di dekat meja. Kakinya terasa lemas tak bertulang, bahkan dengan lancangnya debaran di dada pun berdetak rusuh tak sabaran.

Dia masih belum bisa mempercayai, apa scene tadi benar-benar terjadi, atau hanya sebatas ilusi? Sungguh, itu terasa sangat nyata!

Suara kumandang azan menyadarkan perempuan itu dari segala kecamuk hati yang bergemuruh, tanpa membuang banyak waktu lagi dia bergegas menuju masjid. Mengambil wudu, lalu berdiri tegak saat kumandang iqamah sudah diperdengarkan.

Dia tidak bisa melihat siapa imam yang kali ini bertugas, karena terhalang kain yang menjadi pemisah antara shaf ikhwan dan akhwat. Bahkan, tubuhnya yang tinggi itu pun tak mampu menjangkau, walau hanya sekadar untuk mengintip sosok di depan sana, yang terlihat hanya peci hitamnya saja.

Kacau, salatnya sama sekali tidak mendapat kekhusyukan. Berulang kali dia mencoba untuk tetap fokus, meresapi setiap bacaan sang imam, tapi tetap saja pikirannya riuh tak tenang. Padahal lantunan ayat suci al-quran yang diperdengarkan begitu syahdu menenangkan.

Berpegang pada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, Rasulullah membaca surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas saat salat maghrib. Maka dari itu Ghazwan pun melantunkan dua surah pendek yang terdapat dalam juz 30 tersebut.

Surah Al-Kafirun merupakan surah ke-109 dalam Al-qur'an dan terdiri dari enam ayat. Sedangkan surah Al Ikhlas merupakan surah ke-112 yang terdiri dari empat ayat.

Suara salam akhirnya menguar, tanda ibadah sudah selesai dituntaskan. Tidak ada yang beranjak, semua sibuk berzikir dan berdoa dengan penuh khidmat. Cukup lama, sampai akhirnya Ghazwan menyingkir dan berdiri jauh di belakang untuk menunaikan salat sunnah.

Setelahnya dia pun bergegas keluar, duduk di serambi masjid seraya menatap dari kejauhan perempuan yang tengah sibuk memasukan meja lipat ke dalam mobil seorang diri.

"Bukan hanya dermawan, tapi dia juga tangguh dan mandiri. Perempuan yang sudah sangat langka ditemui, shalihah dan pandai menjaga diri," gumamnya terkagum-kagum.

Tanpa sadar lengkungan bulan sabit terbit begitu saja di kedua sudut bibir. Namun, dengan segera Ghazwan pun beristigfar dan menundukkan pandangan.

Dia berlari cepat, saat menyadari Raiqa akan segera memasuki mobilnya. Pemuda itu sampai tidak sadar bertelanjang kaki, karena saking paniknya takut ditinggalkan.

"Mbak tunggu!"

Raiqa yang hendak membuka pintu mobil menoleh seketika. "Ya?"

"Perbincangan kita belum selesai, saya sudah memenuhi apa yang Mbak minta. Lantas saya harus apa lagi?"

"Benar Mas yang menjadi imam salat magrib?"

"Mbak meragukan saya?"

"Saya hanya bertanya, bukan bermaksud untuk meragukan."

"Kalau begitu, bagaimana kelanjutannya?"

"Silakan, Mas datang ke alamat ini," tutur Raiqa seraya menyerahkan secarik kertas pada Ghazwan.

"Kapan?"

"Terserah, Mas."

Ghazwan pun mengangguk kecil. "Insyaallah saya akan datang secepatnya."

Raiqa tak menyahut, dia lebih memilih untuk memasuki mobil. Setelah duduk manis di balik kemudi, dia menurunkan kaca jendelanya.

"Lain kali pakai sandal, Mas."

Bersamaan dengan kalimat itu, mobil Raiqa melaju dengan tenang. Sedangkan Ghazwan menatap kedua tungkainya yang tanpa menggunakan alas kaki.

Dia merutuki dirinya sendiri, merasa sangat malu, tapi apa boleh buat sudah terjadi juga. Dia hanya bisa menghela napas berat seraya meraup wajahnya kasar.

Ghazwan melihat alamat yang diberikan Raiqa sekilas, lalu memasukkannya ke dalam saku celana. "Semoga aja bukan alamat palsu yo."

💍 BERSAMBUNG 💍

Padalarang, 04 Januari 2024

Kira-kira alamat apa ya yang diberikan Raiqa? Emm, penasaran? 🤔

Mau dilanjoott?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro