Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VIII. Ghost

Kondisi ayahnya menurun drastis, saat ini Antonio bahkan tidak bisa menginjakkan kaki di luar rumah sakit. Salah satu rumah sakit swasta di tengah kota tentu saja, yang afiliasinya dengan Outfit terhitung sangat kecil, nyaris seperti sejumput garam.

Salah satu rules di Chicago, mereka tidak seperti jaringan kartel yang berada di luar sana, seperti di Meksiko atau bahkan di Kolombia, mereka tidak bisa melakukan serangan secara langsung di jantung kota Illinois tanpa penyebabkan pertikaian tidak berarti. Polisi dan jejaring ini harus saling menghargai satu sama lain walaupun saling benci. Satunya bergerak di dalam bayangan, satunya menelan suapan demi suapan yang berasal dari bayangan.

"Apa kau tahu bayangan menelan cahaya?"

Bibiana menoleh, melihat Alessio yang duduk di sisinya. Pria itu berbicara kepadanya, tetapi tatapan pria itu lurus melihat pantulan bayangan mereka berdua di dinding. Matahari sebentar lagi terbenam, di saat matahari turun ke permukaan, bayangan mereka terlihat semakin jelas.

"Apa maksudmu?"

"Lihatlah," Alessio mengangkat tangannya, membentuk bayangan anjing dengan jari jemarinya lalu menelan cahaya matahari yang terpantul di dinding. "Saat ada bayangan ini, cahaya matahari itu tertutupi. Bayangan menelan cahaya."

Bibiana mengerjapkan matanya. Dia berusaha memahami pria ini, tetapi Alessio, informasi yang ia dapatkan selain daripada mulut pria itu sendiri hanya terbatas seperti apa yang telah Emilio berikan kepadanya. Apakah dia bisa menikahi sosok yang tidak ia kenali ini?

"Nona Amato?" Suster memanggil namanya, ayahnya baru saja selesai menjalani proses kemoterapinya yang pertama dan tipikal Antonio, pria itu menolak bersama Bibiana di saat tersulitnya seperti ini.

"Ayo," Alessio memanggilnya, Bibiana mengikuti pria itu perlahan menuju ruang rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Pernikahan mereka mungkin akan dimajukan beberapa minggu karena kondisi ayahnya yang tiba-tiba menurun drastis. Entah bagaimana pun, Antonio akhirnya menyerah dan memutuskan bahwa dia tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Bibiana. Ayahnya berbisik kepadanya, kanker pankreas stadium tiga yang ia alami akan memperburuk, dokter bahkan sedari awal telah memintanya untuk melakukan kemoterapi, hal yang mati-matian ia berusaha hindari.

"Hei," Bibiana tersenyum tipis melihat ayahnya yang berbaring di atas kasur.

"Aku akan menunggu di luar." Alessio mengangguk kepadanya dan Antonio lalu menunggu tepat di depan pintu kamar rawat inap.

"Aku tidak ingin kau melihatku seperti ini," ungkap Antonio ketika ia menyadari waktunya yang semakin menipis dan keadaan putrinya yang masih sebatang kara.

Bibiana menggelengkan kepalanya, air mata tertahan di pelupuk matanya. "Akan lebih baik daripada Papa tiba-tiba meninggalkanku."

Antonio tersenyum kepadanya, mata pria itu menatap sosok Alessio yang berada beberapa meter dari Bibiana. "Kau tahu, Bibi. Di keluarga kita, apa ada pria yang bisa bertahan hidup selama ini dan mati secara terhormat sepertiku?"

Ayahnya benar, hanya sekian dari sekian orang yang mati dalam kondisi tua dan sakit di dalam Outfit seperti Antonio. Kesetiaan pria itu kepada Outfit bukan hanya karena dia tumbuh di dalamnya, Outfit sudah menjadi bagian dari keluarga pria itu, loyalitasnya tidak terbantahkan karena Antonio juga menjadi bagian yang melihat bagaimana para imigran Italia yang tiba di Chicago berkembang hingga menjadi sebesar ini. Mereka direndahkan dan dilihat sebelah mata, tanpa perlindungan Outfit, para imigran itu akan tetap menjadi imigran. Antonio Amato telah menjadi saksi mata sekaligus salah satu orang yang mengembangkan Outfit, alasannya berada di dalam Outfit dan posisinya yang tinggi bukanlah tanpa alasan.

"Apa yang kau lakukan di luar sana .... " Bibiana menelan ludahnya, dia tahu ayahnya adalah pria yang baik di matanya, tetapi pria itu bukan berarti tanpa celah. Entah sudah ada berapa hal yang pria itu lakukan demi keluarga besarnya. "Kau tetap ayahku, akan selalu terhormat di mataku." Bibiana menggenggam tangan ayahnya erat.

"Tentang Dante ... " Antonio hendak mengatakan sesuatu ketika Bibiana menghentikannya.

"Ada apa dengan Dante?" Bibiana memotong perkataan ayahnya. "Dia sudah mati."

"Kau tahu banyak hal," Antonio menyelipkan rambut merah Bibiana ke belakang telinganya. Gadis kecilnya sudah bukan lagi anak-anak, dia sudah menjadi wanita dewasa. "Bibi ... aku harap kau melepaskannya."

"Dante?" Bibiana bertanya.

Antonio mengangguk. "Hidup ataupun mati, kuharap kau melepaskannya." Ucap Antonio lirih kepadanya.

"Papa," Bibiana menghela napas gusar. "Bila itu yang kau inginkan."

"Itu yang dia inginkan." Antonio turut menghela napas.

"Dante ... " Bibiana berhenti berbicara, dia melihat ke belakang, sosok Alessio masih berada di sana, kali ini pria itu tengah bersandar di luar pintu dengan ponsel yang melekat di telinganya. Terlihat sibuk entah untuk apa pun itu. "Dia juga merupakan sebuah enigma bukan?"

"Kau tahu banyak hal bahkan sebelum aku mengatakannya." Antonio menjelaskan perlahan. "Kau bahkan tahu Dante tunanganmu sebelum aku ataupun dia berbicara."

"Well, I know." Bibiana tersenyum tipis. "Apa dia sungguh tidak akan kembali?"

"Bibi ... baru saja aku memintamu untuk melepaskannya." Antonio tertawa pelan.

"Papa, bagaimana dengan Alessio menurutmu? He is not .... " Bibiana mengecilkan suaranya. "Dia tidak seperti yang terlihat."

"Dia masih muda." Dua puluh tujuh tahun adalah usia yang muda bagi Antonio. "Pria di usia sepertinya dapat dengan mudah tiba di titik ini tidaklah mudah."

"Apa Papa mengenal ibunya? Valentina Russo." Bibiana berbisik pelan dengan ayahnya, sementara Alessio berada di luar sana.

Antonio mengangguk. "Val kabur dengan seorang pria dua dekade lampau, ayah Alessio, Ryan Rivierra."

"Di mana Valentina sekarang? Apa kau tahu Ale pernah berada di dalam sistem selama beberapa tahun sebelum diadopsi? Dia bilang dia mengenaliku dari salah satu kunjungan di rumah singgah bersama Dante." Bibiana berbicara cepat dengan ayahnya, entah bagaimana hal ini baru ia sampaikan kepada ayahnya. Persiapan pernikahan yang dipercepat, kondisi kesehatan ayahnya yang memburuk, serta kata-kata Emilio yang seratus persen percaya kepada Ferro Belucci bahwa pria itu tidak akan memilihkan sosok yang salah untuknya karena dia putri Consigliere Outfit.

Wajah Antonio mengeras. "Outfit memburu Val selama beberapa tahun, dia kembali, dan menikahi pria Outfit lain. Apa Alessio tidak bercerita kepadamu dia punya dua adik perempuan yang usianya berada jauh di bawahnya?" Bibiana menggeleng perlahan. "Hubungan Ale dan Val memang tidak pernah membaik sejak ayahnya terbunuh."

"Apa kau tahu siapa yang membunuh Ryan Rivierra?"

"Kakeknya sendiri, ayah Valentina Russo."

"Siapa?"

"Amando Russo."

Seorang ayah mencari putrinya yang kawin lari bersama seorang pria yang tidak disetujui keluarganya. Mereka menemukannya, putrinya telah memiliki seorang anak bersama pria itu, lalu membunuh pria itu. Sekilas itu terdengar seperti akhir kisah tragis nan romantis. Namun, apa yang terjadi berikutnya? Valentina Russo menikah lagi, memiliki dua anak perempuan dari pria lain, sementara putra dari suami pertamanya diletakkan ke dalam sistem.

"Apa yang terjadi setelah Amando membunuhnya? Ke mana Alessio?" Bibiana bertanya kepada ayahnya. Antonio mengangguk paham apa yang Bibi maksud.

"Ferro tidak akan menyesatkanmu." Ungkap Antonio, ucapan yang sama seperti yang Emilio berusaha yakinkan kepadanya.

"Papa, Dante mati pun karena Ferro dan Carmine." Kesetiaan Dante kepada Ferro dan Carmine memang dibayar dengan nyawa, tetapi itu semua bukan tanpa alasan.

"Dia don nya, Bibi. Kau tidak akan mempertanyakan Don." Antonio bersikeras.

"Bahkan setelah dia menjual Daniella kepada Irishman itu? Setelah membunuh Dante? Dia bahkan membunuh ayahnya sendiri, Papa." Bibiana bersikeras. 

"Bibi!" Antonio menegurnya, Bibiana mendesah gusar. "Kita terikat kepada omerta, kesetiaanku kepada Outfit bukan tanpa alasan."

"Aku tahu." Bibiana bergumam pelan. Hatinya menjerit tertahan, berada di dalam Outfit memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, tidak semua yang berada di dalamnya jahat, seperti keponakannya, Emilio yang tidak pernah mengotori tangannya sedikit pun. Dia hanya bisa berharap Alessio pun seperti itu.

***

"Ini kelihatannya bagus." Stella mengambil salah satu dari sekian deret gaun yang berada di dalam butik pengantin yang ada di dalam mall. Wanita itu melihatnya lalu mengembuskan napas gusar. "Bibi."

"Hm?" Bibiana memfokuskan pandangannya kembali ke deretan gaun itu. "Ya, ya, ya. Itu kelihatannya bagus."

"Oh, Bibi, aku tahu betul baju ini terlihat seperti salah satu baju nenekmu." Stella memutar bola matanya kesal, dia melihat ke luar butik di mana Marc dan Emilio berbincang sembari memakan es krim di sana. "Ada apa juga dengan para pria ini yang menolak masuk ke butik pengantin?"

"Ini terlalu feminim untuk mereka." Bibiana turut mengikuti pandangan Stella. "Aku ragu."

"Siapapun yang melihatmu bisa tahu kau tidak siap dengan pernikahan ini, Bibi." Stella mengeluarkan kata-kata simpatik yang diikuti dengan kalimat final. "Tapi kau tidak bisa mundur."

"Kenapa tidak?" Bibiana menggigit bibirnya. Pernikahan ini terlalu cepat juga terlalu riskan baginya. Dia bahkan tidak mengenal siapa sosok Alessio yang sebenarnya, tetapi orang-orang di sekitarnya, bahkan ayahnya sendiri berusaha meyakinkannya bahwa pria itu adalah sosok yang paling tepat untuknya.

"Apa kau masih mengingat Dante? Dia sudah mati, anyway." Stella mengingatkannya lagi. Dante mungkin salah satu penyebab keraguannya, tetapi dia bukan yang utama ataupun satu-satunya alasan Bibiana ragu.

"Kau tahu, lebih baik gagal menikah daripada gagal dalam pernikahan." Bibiana tersenyum tipis, jemarinya kembali memilah-milah gaun yang ada di dalam butik. "Tidak ada perceraian di dalam Outfit."

"Ah, kau benar." Stella turut mengangguk.

"Apa karena itu kau tidak mau menikahi Marc?" Bibiana melihat ke arah wanita itu. Stella dan Marc telah menjadi pasangan selama bertahun-tahun, tidak ada satu pun pertanda bahwa keduanya akan melangsungkan pernikahan.

"Aku tidak percaya pada pernikahan," Stella mendengkus. "Itu hanya sebuah kertas tipis di mata hukum dan sebuah omong kosong bagi orang yang tidak percaya Tuhan."

"Kau tidak percaya Tuhan?" Bibiana mengangkat alisnya. "Well, bukan bagianku untuk menghakimimu."

"Tepat, gadis kecil. Jadi pilihlah salah satu gaun di sini sebelum ayahmu sendiri yang memilihnya." Keduanya kembali memilih gaun yang ada di deretan gaun itu.

"Stella," Bibiana memanggil wanita itu kembali.

"Hm?"

"Apa menurutmu Alessio adalah pria yang baik? Dia mencurigakan di mataku." Bibiana masih tidak bisa berhenti membicarakan kecurigaannya terhadap calon suaminya ini, dia butuh setidaknya satu orang saja yang percaya kepadanya.

Stella terdiam sesaat, berusaha memahami apa yang baru saja Bibiana katakan.

"Stella, aku tahu aku mungkin terdengar delusional atau bagaimana ... tapi dia ... terlalu bersih, terlalu baik, apa kau pernah menemui seseorang seperti itu di dalam Outfit? Apa kau melihat pakaiannya? Atau caranya berjalan? Dia tidak seperti berasal dari tempat ini. Well, aku tahu dia tidak besar di lingkungan Outfit, tapi sungguh ... aku masih tidak bisa menghapus kecurigaanku." Bibiana tengah meracau saat ini, tetapi Stella terus mendengarkan dan tidak menjedanya sedetik pun. "Apa kau juga tidak percaya kepadaku? Apa kau percaya kepada Ferro .... "

"Aku bukan bagian dari Outfit, Bibi." Stella menambahkan. "Dan Ferro? Aku tahu apa yang telah pria itu lakukan, aku tidak percaya kepadanya."

Bibiana membuka mulutnya tertahan lalu mengatupkannya kembali. "Akhirnya ada seseorang yang mengerti! Kau tahu aku sudah berbicara kepada ayahku dan Emilio dan mereka .... "

"Mereka para pria, apa yang mereka mengerti tentang insting seorang wanita." Stella mengangguk paham.

"Akhirnya!" Bibiana menghela napas lega. "Dan Dante .... "

"Kau sungguh berpikir bahwa dia masih hidup?"

Bibiana mengangguk. "Aku bukan lagi gadis delapan belas tahun yang dia tinggalkan delapan tahun lalu, Stella. Aku berusaha menyanggahnya beberapa tahun terakhir ini, tetapi apa yang Emilio dan ayahku katakan perlu kupikirkan."

"Apa yang kau pikirkan?"

"Aku tidak melihat jasadnya karena dia tewas terpanggang, yang mengidentifikasi jasadnya adalah salah satu polisi berdasarkan pakaian yang dia gunakan, ayahku juga belum menerbitkan akta kematiannya hingga detik ini. Tidak bisakah aku berpikir bahwa dia masih hidup?"

"Kau berharap dia masih hidup."

"Tidak bisakah?"

"Lalu apa alasannya dia tidak kembali bila dia masih hidup, Bibi?" Stella balik bertanya kepadanya. Bibiana mengatupkan mulutnya diam. Ayahnya bahkan berkata bahwa dia harus melepaskan pria itu, hidup ataupun mati. 

Pada akhirnya mereka tidak jadi membeli satu pun gaun yang ada di dalam mall. Masih ada rentetan toko lain dan mungkin saja Bibiana akan membeli gaun yang dijahit khusus untuknya. Pernikahannya dan Alessio tidak lagi penting ketika pertanyaan yang Stella lontarkan kepadanya menggantung di dalam benaknya.

Stella benar, ayahnya pun benar, dia pun perlahan ingin melepaskan kepergian pria itu ketika dirinya akan menikah dalam waktu dekat ini. Namun, Tuhan punya rencana untuknya, ketika Bibiana memutuskan untuk benar-benar melepaskan dan merelakan pria itu pergi dari hidupnya, sosok itu kembali datang, tidak disangka-sangka, tanpa aba-aba sebelumnya.

Bibiana masuk ke dalam rumah dengan berbagai kantung belanja yang ia beli bersama Stella. Rumahnya tampak temaram seperti malam-malam biasanya di mana hanya ada dirinya dan ayahnya di rumah ini, tetapi kali ini hanya ada dirinya sementara ayahnya berada di rumah sakit, lagi-lagi tak ingin memperlihatkan sisi terburuknya di hadapan putri semata wayangnya.

Bibiana memijit kakinya yang kaku setelah berjam-jam berjalan, rumah ini kosong dan sepi bila malam tiba, tidak ada Gabrielle bersama telenovelanya karena wanita itu telah kembali ke rumahnya, sementara para penjaganya hanya berjaga di luar, tidak di dalam rumah.

Dia mendesah keras, semua orang terlampau yakin bahwa dia tidak akan bisa hidup sendiri di rumah ini tanpa seorang pria di sisinya, dan mereka memilih Alessio untuk mendampinginya. Bibiana menunduk, wajahnya menelungkup di antara telapak tangannya.

"Bambina"

Bibiana tersentak ketika mendengar panggilan yang sudah lama tak didengarnya memanggilnya dengan suara yang jauh, tetapi juga familier baginya. "Dante?" Matanya membulat ketika melihat sosok yang bersembunyi di dalam bayangan itu mendekat ke arahnya.

Dante Amato kembali.

*****

Halo semua! Kalian bisa baca bonus chapter Bambina - Eighteen di KaryaKarsa ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro