Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 4

   Keluarga dari pihak Arka sudah pulang ke Jakarta pagi tadi. Sedangkan, Arka dan Anin akan menyusul besok. Anin ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama keluarganya, sebelum nanti tinggal bersama sang suami. Lagipula, budhenya bilang ada sesuatu yang ingin beliau bicarakan dengan Anin.

Tapi, Anin sangat tidak menyangka, jika apa yang dikatakan oleh budhe dan pakdenya tadi di saat mereka berkumpul usai makan malam merupakan suatu rahasia terbesar yang baru diketahui Anin juga adik-adiknya.

"Ayahmu terpaksa meminjam uang di bank. Karena uang tabungan yang dipersiapkan untuk biaya kuliahmu sudah habis untuk pengobatan bunda kalian," tutur Pakde Fauzan tadi. Membuka cerita yang sungguh sangat mengejutkan dan tidak disangka.

"Apa maksud, Pakde?" tanya Anin tidak mengerti.

"Bundamu mengidap penyakit kanker darah." Seketika setelah budhenya memberitahu perihal penyakit yang diidap oleh almarhumah bundanya, dunia Anin dan adik-adiknya seolah runtuh. Terlebih untuk Anin.

Setelah pertemuan keluarga tadi, Anin langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk di kursi depan jendela. Menatap kosong ke arah luar. Pikirannya melayang ke mana-mana. Ada sebersit rasa kecewa terhadap kedua orangtuanya, karena telah menyembunyikan hal sebesar ini dari mereka, anak-anaknya.

Sedangkan Arka masih berada di ruang tengah bersama Pakde Fauzan.

"Pakde harap kamu bisa menjaga kepercayaan pakde sama budhe atas Anin," ujar pakde setelah menyesap kopi panas buatan sang istri, sebelum Budhe Rizka turut masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.

"Insya Allah, Pakde." Arka tidak bisa berjanji. Tapi ia akan berusaha menjaga Anin seperti amanah dari Pakde Fauzan dan juga Budhe Rizka selaku wali dari Anin. Ia pun akan berusaha menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh Pakde Fauzan dan Budhe Rizka kepadanya. Sekalipun tidak ada rasa cinta yang tumbuh di hatinya saat ini.

"Kamu juga harus tau, kalau Anin itu sebenarnya adalah sosok yang sangat manja. Dia memang terlihat kuat dari luar, tapi sebenarnya dia sangat rapuh. Anin hanya berusaha menjadi seorang kakak yang bisa dijadikan tompangan oleh adik-adiknya," tutur Pakde Fauzan, menceritakan sedikit tentang pribadi Anin yang sebenarnya.

Arka terdiam. Memang, Anin selalu terlihat kuat dan seolah tidak memiliki beban hidup. Dan Arka sampai sekarang belum melihat istrinya itu menangis. Bahkan ketika tadi Budhe Rizka dan Pakde Fauzan bercerita tentang riwayat penyakit ibu mertuanya juga perjuangan beliau dalam melawan penyakitnya, Anin sendiri yang tidak meneteskan air mata. Adik-adiknya semua menangis tersedu dalam dekapan Budhe Rizka. Budhe Rizka yang bercerita pun tetap menitikkan air mata. Begitu juga dengan Pakde Fauzan, meskipun tidak sampai tersedu. Arka yang baru mengenal dan baru tahu kisah hidup keluarga Anin saja terenyuh dan nyaris menangis tadi. Tapi, Anin ... wanita itu hanya diam dengan bibir yang terkatup rapat. Matanya nampak sedikit memerah. Tapi, tidak ada setetes air mata pun yang jatuh di pipinya. Arka nyaris mengira, jika Anin tidak  bersimpati pun empati sama sekali. Dan mungkin juga wanita itu tidak hirau akan keadaan keluarganya. Tapi, setelah mendengar cerita dari pakde tadi, Arka jadi ragu. Bisa saja Anin menahan semuanya. Bisa saja wanita itu tidak mau dipandang lemah oleh orang lain. Bisa saja wanita itu berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, karena tidak mau membuat adik-adiknya semakin bersedih.

Setelah mengobrol cukup lama, Arka akhirnya terserang kantuk akut. Ia pamit undur diri untuk beristirahat. Apalagi, besok dia akan melakukan perjalanan yang cukup memakan waktu. Bisa drop kondisinya jika memaksakan diri untuk begadang malam ini.

Pakde Fauzan meminta maaf karena malah membuat Arka jadi ikut begadang. Ia memang sudah biasa begadang. Tapi Pakde Fauzan lupa, jika Arka mungkin saja tipe orang yang tidak kuat begadang. Ia jadi tidak enak pada Arka.

Tapi, Arka mengatakan tidak apa-apa. Dia juga kadang harus begadang demi menyelesaikan pekerjaan kantor yang biasa menumpuk.

Setelahnya, Arka beranjak menuju kamar Anin yang juga sudah menjadi kamarnya.

Membuka pintu, Arka disambut dengan suasana kamar yang hampir seluruhnya gelap. Hanya cahaya dari lampu tidur juga dari luar jendela yang gordennya sengaja dibiarkan terbuka oleh si empunya kamar yang menerangi ruangan tersebut.

Netra Arka menangkap siluet sosok Anin yang duduk sambil memeluk lututnya dan menatap ke arah luar jendela. Kakinya melangkah mendekati sang istri yang nampaknya tidak sadar akan kehadirannya.

"Anin .... " Arka memanggil Anin saat dirinya sudah berada tepat di samping wanita itu.

Anin hanya melirik sekilas, lalu kembali menatap ke luar.

"Saya tidak keberatan, jika kepulangan kita ke Jakarta diundur." Arka tidak mau egois. Ia merasa, jika saat ini Anin pasti sangat membutuhkan keluarganya. Dan jika mereka tetap pulang besok, Arka khawatir Anin akan lebih murung dari sekarang.

Namun, kepala istrinya itu malah menggeleng.

"Kamu yakin?" tanya Arka seraya menyentuh bahu kiri Anin.

Wanita itu akhirnya menolehkan kepalanya ke arah Arka. Matanya berkaca-kaca. "Anin mau ziarah ke makam Ayah sama Bunda." Hanya itu yang mampu keluar dari bibir Anin sebelum akhirnya mengeluarkan air mata. Air mata pertama yang Arka lihat semenjak mengenal Anin.

Arka tidak kuasa. Ia duduk di pinggiran kursi dan menarik tubuh Anin ke dalam dekapannya. Tangannya mengusap naik turun punggung yang tengah bergetar itu. Arka juga manusia. Ia memiliki nurani dan rasa empati. Terlebih Anin bukan lagi orang asing dalam hidupnya. Meski masih sedikit asing dalam dunianya.

Untuk kali pertamanya, Anin dan Arka berpelukan tanpa diawali dengan niat bersandiwara. Tulus, ikhlas, dan penuh kehangatan.

Anin menumpahkan semuanya di dalam dekapan sang suami. Melalui air mata, Anin berharap sesak dalam dadanya dapat sedikit berkurang dan membiarkannya kembali bernapas normal.

Arka membiarkan saja kaosnya basah oleh air mata Anin. Ia yakin, jika saat ini pelukanlah yang Anin butuhkan. Sedikit banyaknya Arka bisa mengerti bagaimana perasaan Anin saat ini.

Mungkin karena terlalu lelah seharian ini, Anin sampai tertidur dalam kondisi masih dipeluk Arka. Sejak bangun pagi tadi, Anin sudah sibuk membantu budhenya menyiapkan sarapan. Kemudian mengantarkan mertuanya ke bandara. Dilanjut dengan mengemasi barang-barang yang akan dibawanya pindah ke Jakarta. Terakhir masalah tadi. Tenaga Anin benar-benar terkuras habis hari ini. Bukan hanya fisiknya yang lelah, namun juga jiwanya.

Arka menggendong tubuh rapuh itu ke atas ranjang. Lalu membaringkannya dengan hati-hati. Tangannya dengan reflek mengusap bekas jejak-jejak air mata di pipi Anin. Tatapannya yang biasa tajam dan seolah menyuarakan kalimat peperangan, berubah menjadi lembut dan penuh perhatian.

*****

Sungai Raya Kepulauan, Minggu 23 Februari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro