Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 21

Pukul sembilan malam. Dan Arka belum pulang sama sekali. Tentu saja Anin yang sejak sore tadi menunggu disergap rasa cemas. Ia khawatir jika Arka tidak pulang dan memilih check-in hotel. Atau yang lebih parahnya, pergi ke club untuk menenangkan diri yang berujung one night stand dengan wanita di sana. Okay, yang kedua Anin rasa sangat-sangat tidak masuk akal. Anin percaya, suaminya masih benar-benar waras untuk melakukan hal-hal terlarang seperti itu. Setidaknya, iman Arka cukup kuat untuk melawan hawa nafsunya. Ditambah dengan laki-laki itu yang terlihat muak ketika melihat para wanita yang dengan murah hatinya menjajakan tubuh mereka. Anin sungguh yakin, jika Arka tidak akan melakukan hal konyol semacam itu. Ya, sebagai seorang istri, Anin sudah seharusnya mempercayai Arka.

Suara mobil yang berhenti di halaman rumah menarik Anin untuk melangkah lebar keluar. Tapi langkah Anin langsung terhenti di ambang pintu, saat yang menghampirinya bukanlah Arka. Melainkan Ardan. Mau apalagi laki-laki itu ke rumahnya? Hampir tengah malam pula. Okay, mungkin Ardan ingin bertemu dengan Arka.

"Dan?!"

Kondisi Ardan benar-benar kacau. Rambut acak-acakan, baju kusut yang sudah keluar dari celana, dasi yang tidak lagi terpasang rapi, jasnya juga tidak tahu ke mana. Penampilan Ardan ini tentu membuat Anin syok.

"Nin ...." Ardan menatap Anin sendu. Tidak lama kemudian, tubuhnya tumbang ke depan. Kepalanya tersandar di bahu kanan Anin dengan lemas.

"Astaghfirullah!"

Anin baru akan menjauhkan tubuhnya saat suara Ardan kembali terdengar. "Nia ... dia nggak ada di rumah, cuman ninggalin selembar kertas. Arnia juga dibiarkannya sendirian di kamar bayi, aku nggak tau dia ke mana. Aku udah cari ke mana-mana, tapi nggak ada."

"Arni--"

"Brengsek!!"

Bugh! Bugh! Bugh!

"Astaghfirullah, Mas!" Anin memekik kaget saat Arka yang entah kapan datangnya langsung menarik kerah baju Ardan begitu saja dan melayangkan bogem mentah. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Arka memukuli Ardan dengan membabi-buta. Membuat Anin ngeri.

"Mas udah!" Anin menarik paksa Arka yang kembali ingin melayangkan tinjuan, padahal Ardan sudah tergolek tidak berdaya. "Istighfar, Mas!" Anin terus berusaha menahan tubuh Arka yang seolah lepas kendali.

Netra Anin beralih menatap Ardan. "Kamu pulang aja, nanti kalau ada kabar, aku kasih tau." Setelahnya, malah Arka yang menarik paksa Anin ke dalam.

Sesampainya di kamar, tubuh Anin dihempaskan ke atas ranjang. Anin dapat melihat kilatan emosi di kedua manik mata suaminya. Dada Arka kembang kempis dengan napas memburu. Punggungnya yang sebenarnya sedikit sakit akibat hempasan Arka pun menjadi tidak terasa.

"Kamu kenapa, sih, Mas?!" Anin menatap Arka kesal.

Arka mengernyit sesaat, lantas sorotnya semakin tajam, menghunus ke dalam manik mata Anin. "Kamu tanya aku kenapa?" Arka mendesis dengan nada rendah. "Kamu yang kenapa?!"

Anin berjingkat mendengar bentakan itu. Ini kali pertama Arka membentaknya kasar. Mata Anin langsung berkaca-kaca. Tanpa bisa ia cegah, bulir bening lolos begitu saja.

Arka mendengus. "Seharusnya kamu bisa menjaga harga diri dan kehormatan saya saat saya tidak ada di rumah. Bukannya membawa laki-laki lain dan melakukan hal tidak senonoh seperti itu," ucap Arka sarkastis.

Anin mendongak. Menghapus air matanya kasar, ia berdiri dan menatap Arka tajam. "Apa maksud, Mas?! Ardan hanya mencari Nia! Apa itu salah?!"

Arka berdecih dan mengulas senyum sinis. Ia lantas memandang Anin remeh. "Mencari istrinya di rumah mantan dengan acara peluk-pelukan? Begitu, hm?" Alis Arka diangkat sebelah.

"Kamu salah paham!"

"Salah paham apalagi?! Bahkan saya melihatnya sendiri, Anin! Saya jadi curiga, apa yang sudah kalian lakukan di belakang saya."

Bola mata Anin seolah akan kelar mendengar ucapan Arka barusan. Ia terhenyak. Tidak menyangka, jika Arka bisa berpikir sepicik itu. "Kamu mau bilang ... kalau aku wanita murahan?!"

"Kamu yang baru saja mengakuinya."

"Kamu keterlaluan! Aku bahkan nggak kenal siapa yang sedang berdiri di depan aku." Nanar Anin menatap Arka. Rasanya begitu sesak. Sampai untuk bernapas pun rasanya tidak bisa. Kalimat yang membuat harga dirinya terhempas begitu kuat keluar dengan sombongnya dari mulut seseorang yang mulai mengisi ruang di hatinya, suaminya sendiri.

Rahang Arka kian mengeras. Kedua tangannya terkepal. Menahan emosi yang menggelegak. Kakinya perlahan mendekati Anin. Membuat tubuh Anin yang entah kenapa malah melangkah mundur. Seolah tengah berwaspada, jika saja Arka melakukan hal yang lebih membuat hatinya terluka.

"Kamu istri aku! Dan jangan pernah berani menentang semua perintahku, Anindya." Arka berkata pelan saat tubuh Anin sudah tidak bisa lagi mundur. Tembok di belakangnya membuat pergerakan Anin terpaksa berhenti.

Anin menggelengkan kepalanya tidak mengerti. Bingung tentunya dengan sikap Arka yang seperti ini. "Perintah Mas yang mana, yang Anin tentang?"

"Aku udah bilang, jangan pernah berhubungan dengan Ardan! Apa kamu lupa?!"

Anin sampai memejamkan matanya erat saat suara Arka yang kembali membentaknya menggelegar. Tubuhnya bahkan sampai gemetaran. Anin bisa merasakan napas Arka yang kian memburu. Bibir bawahnya digigit kuat. Menahan agar tidak menangis. "Kamu salah paham, Mas," cicitnya yang masih bisa terdengar oleh Arka.

Tepat saat Anin membuka kedua kelopak matanya, saat itu juga matanya kembali terbelalak. Tangan Arka sudah terhayun ke arahnya. Kembali Anin memejamkan matanya erat-erat.

Bugh!

Hingga sebuah suara yang cukup nyaring di sampingnya membuat Anin langsung membuka mata. Wajah Arka sudah sangat dekat dengan wajahnya. Anin melirik ke samping dan berteriak histeris. Tangan Arka terluka. Laki-laki itu meninju dinding, tepat di samping kepalanya.

"Mas ...." Anin yang baru saja akan menyentuh tangan Arka langsung ditepis kasar oleh laki-laki itu. Ia menatap Arka yang wajahnya datar, tidak berekspresi.

"Jika saja saya tidak menghargai perempuan, jangan salahkan saya jika kamu terluka." Setelah mengatakan itu, Arka berbalik dan keluar dari kamar. Menutup pintu dengan begitu kuat hingga menimbulkan suara berdebam.

Tubuh Anin merosot ke lantai kemudian. Tangisnya pecah begitu saja. Ini kali pertama mereka bertengkar hebat. Selama ini, hanya saling cek-cok ringan. Tidak pernah sampai separah ini. Berkali-kali Anin merapal istighfar. Berusaha menenangkan dirinya. Juga, memohon ampun kepada Tuhan atas apa yang baru saja terjadi.

Malam itu, Anin meringkuk di atas ranjang dengan air mata yang tidak berhenti mengaliri pipinya. Pertengkaran mereka nyatanya benar-benar mengusik pikiran. Apa bunda dan ayahnya pernah bertengkar seperti mereka?

Setiap huruf, kata, pun kalimat yang Arka lontarkan terus terngiang di telinganya. Membuat sesak di dada. Kenapa Arka begitu tega kepada dirinya?

*****

Sungai Raya Kepulauan, Jum'at 24 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro