Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 11

   "Kamu beneran nggak mau bareng?" tanya Arka untuk ke sekian kalinya. Ia menegak air putih yang baru saja disodorkan Anin.

Kepala Anin menggeleng dengan ulasan senyum di bibirnya. "Lagian, Mas kan harus cepat. Ada meeting sama petinggi perusahaan, kan hari ini?" sahutnya sambil menumpuk piring kotor kemudian membawanya ke wastafel untuk dicuci.

"Ya sudah kalau begitu." Arka beranjak, bersiap untuk berangkat ke kantor.

Anin mengikuti dari belakang, setelah sebelumnya mencuci tangan. "Sebentar, Anin rapiin dulu dasinya."

Arka mengulas senyum sambil terus memperhatikan Anin yang dengan telaten membenahi dasinya. Kemudian ikut merapikan jasnya. Pemandangan yang selalu membuatnya tidak mampu menahan lengkungan di bibir.

"Thanks ya sayang."

Cup

Satu kecupan diberikan Arka tepat di ubun-ubun Anin. Bersemu wajah sang istri kala mendapatkan perlakuan manis dari sang suami. Memang, setelah hari itu … hubungan keduanya semakin rapat. Saling berusaha untuk bisa menjadi pendamping yang terbaik. Melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing. Juga … memberikan hak yang memang seharusnya telah lama diberikan. Meski terkadang rasa canggung masih menguasai, tapi itu tidak akan berlangsung lama. Selalu ada polah yang bisa membuat suasana mencair kembali.

Anin berjalan di samping Arka sembari membawa tas kerja suaminya tersebut. "Oh iya, nanti siang mungkin Anin nggak bisa ke kantornya Mas buat nganterin makanan, soalnya lagi banyak kerjaan. Jadi, takut nggak kekejar sama waktu. Nggak papa, ya?" Senyuman Anin menunjukkan rasa tidak enak hati wanita itu. Sorotnya seolah mengucapkan kata maaf, karena tidak bisa mengantarkan makan siang seperti biasanya ke kantor sang suami. Lebih tepatnya … seperti beberapa minggu belakangan, setelah hubungan mereka semakin membaik.

Tangan Arka mengusap pipi sang istri lembut. "It's okay. Biar nanti aku delivery aja. Kamu fokus aja sama pekerjaan kamu," sahutnya begitu penuh pengertian.

Anin tidak bisa untuk tidak tersenyum saat mendengar tanggapan dari sang suami. Ia sungguh merasa beruntung memiliki Arka yang begitu perhatian juga pengertian. Suaminya itu paham betul dengan kondisinya. Arka pun tidak pernah menuntut ini itu yang menurut Anin berlebihan. Arka seolah selalu memberikan ruang nyaman bagi Anin. Sebuah ruang di mana Anin bisa bebas melakukan apapun. Selagi semuanya masih dalam batas normal dan tidak membuat Anin lalai akan tugasnya.

"Insya Allah, pasti." Setelahnya, Anin menyerahkan tas kerja Arka saat mereka sudah sampai di teras rumah.

"Okay. Aku berangkat dulu. Kamu nanti nyetirnya hati-hati, paham?"

Kepala Anin mengangguk. "Iya, Mas. Paham, kog. Mas juga yaa, jangan ngebut," ucap Anin balas mengingatkan.

"Siap! Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Setelah mobil Arka sudah tidak lagi nampak di pandangan, Anin bergegas masuk ke dalam rumah.

"Bi, udah siap semua?" tanyanya pada Bi Atika.

Dua jempol diacungkan oleh wanita separuh baya itu. "Beres semua, non," jawabnya mantap.

Anin menghembuskan napas lega. Ia lantas berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Waktu untuk dirinya yang bersiap-siap. Ia akan menjadikan hari ini hari yang istimewa. Hari yang tidak akan dilupakan oleh Arka. Membayangkannya saja sudah membuat Anin tersenyum-senyum sendiri.

***

   "Arka!" Saat Arka baru saja membuka pintu ruangan, sebuah suara yang sudah begitu familiar menyapa gendang telinganya.

"Feli?!" Belum habis rasa terkejut Arka, wanita yang dipanggilnya Feli itu langsung menubruk tubuhnya. Menangis terisak. Membuat Arka mengernyit bingung. "Lo kenapa?" tanya Arka sambil menutup kembali pintu dan menuntun Feli untuk duduk di sofa.

"Gue bingung, Ka. Gue nggak tau harus gimana," ucap Feli yang masih sesegukan. Air matanya pun belum bisa berhenti untuk keluar.

"Bingung kenapa? Coba cerita sama gue."

Anneke Felicia. Sahabat yang sudah Arka anggap sebagai adiknya sendiri itu setahu Arka seharusnya masih berada di London. Mengurus perusahaan keluarganya. Tapi, entah apa yang sudah terjadi. Feli ada di Indonesia, di ruangannya, dalam keadaan yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Namun yang jelas, Arka yakin jika sesuatu yang buruk sudah terjadi pada dirinya.

"Ka … gue … gue … gue hamil." Akhirnya Feli bisa mengatakan apa yang dialaminya ke seseorang. Tangannya bergetar menuntun tangan Arka yang sebelumnya berada di pipinya menuju perutnya yang masih rata.

Prang!

Tidak berselang lama, keduanya langsung dikagetkan dengan suara benda terjatuh. Di ambang pintu, berdiri kaku seorang wanita bernama Anin. Matanya berkaca-kaca, serta sorotnya memancarkan kekecewaan.

Di lantai, piring kaca pecah tidak berbentuk lagi. Serta kue yang sebelumnya bertengger cantik di atas piring tersebut, kini hancur tidak berupa. Kue yang sudah susah payah Anin buat khusus untuk ulang tahun sang suami. Bahkan, ia sampai izin tidak masuk demi merayakan hari yang mungkin dilupakan oleh Arka sendiri. Karena saking sibuknya laki-laki itu.

"Anin?!" Reflek Arka menarik tangannya dan berjalan cepat menuju sang istri yang masih terdiam kaku. "Sayang, kamu nggak papa?" Ia langsung menarik Anin agar menjauh dari beling di lantai. Takut-takut jika nanti Anin terkena beling tersebut dan terluka. Arka juga mengecek tubuh Anin. Memastikan tubuh sang istri aman tanpa goresan dari beling tersebut.

'Dan, gue hamil. Hamil anak lo.' Sekelebat ingatan masa lalu membuat dada Anin disergap rasa sesak. Sekuat tenaga, Anin menahan agar air matanya tidak tumpah.

"Kalian! Cepat bersihkan!" Arka menitah tegas beberapa karyawan yang hanya berdiri diam memperhatikan apa yang terjadi dari luar.

Mendengar suara lantang si bos, para karyawan yang sengaja Anin mintai bantuan untuk turut memberikan surprise ke Arka langsung bergerak cepat, mengerjakan perintah Arka.

"Anin … kamu nggak papa, kan sayang?" Sekali lagi Arka bertanya. Ia menatap cemas Anin yang wajahnya pias.

Kepala wanita itu menggeleng lemah. Perlahan, ia melepaskan tangan Arka dari wajahnya. Melirik sekilas ke arah Feli yang tengah menatap penuh tanya ke arah mereka. Kemudian, mundur dan berbalik. Pergi begitu saja. Tanpa sepatah kata pun. Hatinya … kembali terluka.

Arka sendiri langsung mematung. Cukup kaget dengan tanggapan Anin barusan. Lantas, ia tersadar akan suatu hal. Netranya lalu menatap Feli yang juga menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

"Shit!" umpatnya pelan.

Netranya kembali menatap ke luar ruangan. Seharusnya Anin masih nampak. Namun, tidak. Wanita yang sudah mulai memenuhi ruang hatinya itu tidak lagi terlihat.

"Fel, nanti gue bakal hubungin lo, okay." Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu tanggapan dari Feli, Arka langsung bergegas keluar ruangan. Berlari menuju lift. Ia harus menjelaskan apa yang tadi terjadi pada sang istri. Arka yakin, jika sikap Anin yang tadi karena wanita itu salah paham akan apa yang dilihatnya. Arka tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

*****

Sungai Raya Kepulauan, Senin 16 Maret 2020 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro