Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BagianKu


Bijaklah dalam membaca :D

______________________________________

"Bawalah Gempa bersama kalian," kata Halilintar sebagai pembuka kala itu.

Baru saja kemarin Ayah sakit. Entah apa penyakitnya hingga harus dibawa ke tempat berisi seribu penyimpanan obat itu.

Aku payah, ya?

Sampai penyakit yang diderita ayah sendiri saja tidak tahu.

Pantas saja ketika semua orang membutuhkan pertolongan, semuanya memanggil Gempa.

"Gempa, bagaimana dengan ini?"

"Gempa, Gempa, tolong!"

"Gempa, gimana pendapatmu?"

"Gempa, jaga mereka ya?"

Gempa ini. Gempa itu. Halilintar ini. Halilintar itu.

Taufan kapan?

Emang pernah Taufan mendapat kalimat terakhir itu? Kelihatannya semua menganggap Taufan hanya sebagai pribadi yang suka membuat kalian tertawa. Tidak lebih.

Orang tua mereka saja ogah-ogahan memercayakan adik-adiknya pada Taufan.

Halilintar sih tidak usah dipikirkan.

Tapi beneran, deh!

Apa tidak ada satupun orang yang melihat posisi Taufan sebagai kakak sulung tertua kedua di sini?

Apa benar-benar tidak ada?

Ironis sekali.

Taufan mendengus. Ia sadar mengapa dirinya merasa kesal sekarang. Iri sedang merayap di hatinya.

Iri yang ingin mendapat pernyataan mutlak dari keluarganya.

"Taufan."

Si empu nama menoleh. Mendapati sosok sang kakak pertama berdiri di sebelahnya. "Kenapa, Kak?"

"Suruh yang lain istirahat sana. Aku mau mengunjungi ayah," ucapnya sembari menjauh dari sana.

Taufan sontak berdiri dari duduknya. "Kak. Kenapa gak sekalian ajak kita?"

"Kalian berisik."

Taufan berdecit. "Ish!" Kemudian berpikir sejenak sebelum Halilintar genap keluar rumah.

"Sekalian bawa Gempa pulang, Kak. Kasian dia udah di rumah sakit ngurus ayah dari kemarin."

"Ya."

--------------------

"Gais. Kalian gak mau tidur gitu?" Taufan mendekati sofa ruang tamu dimana keempat adiknya berada.

"Gak." Blaze menjawab ketus diikuti anggukan tiga lainnya.

Taufan mengernyit. "Ketus bet, Laze. Kenapa? Badmood kah? Meh sini cerita sama Babang Upan."

Blaze melipat tangannya di depan dada. Dia buang muka. Fix ini ada yang salah.

"Ucumucuu... Jangan ngambek. Ayok sini ceritaa!"

Solar melirik dari ujung sofa. "Bang Upan gak peka, ih! Kami semua di sini badmood dari tadi. Eh Bang Upan cuma ngebujuk Bang Laze."

Taufan terkekeh. "Cemburu yaa?"

Giliran Solar yang buang muka.

Taufan tertawa lebar. "Ihh maluu!"

Taufan berdeham. "Gini wir. Hamba bukan tidak peka." Ia menghentikan ucapannya terlebih dahulu untuk berpikir. Apa yang harus ia katakan supaya kesannya tidak pilih kasih?

Randomly Taufan memujuk Blaze karena mereka memang dekat daripada bertiga ini. Jadi kayak naluri hati aja.

"Gini deh. Ayok semua ngomong bergiliran. Apa alasan kalian Badmood?"

Thorn langsung menerjang Taufan dengan air mata. "Thorn gak dibolehin jenguk ayah sama kak Hali."

Ice mendengus. "Katanya nanti kita ngerepotin. Cih."

"Emang pikirnya kita bayi apa?" Blaze akhirnya bersuara.

"Emang kak Hali Sh°bal Saekk°ya," umpat Solar.

Taufan menegur, "Oi, Solar. Muncungnya mainnya kurang jauh. Harusnya kamu ngumpatnya kak Hali anak kon-"

"Bang Upan sesat," potong Ice duluan sebelum tersebut semua dan berakhir di dengar Thorn.

Taufan tertawa lagi. "Habisnya kalian kalau ngumpat sok elit gitu. Pake bahasa Korealah, Jepanglah. Yang Indo, dong! Lebih medok."

"Bukannya harusnya Kak Upan negur ye? Kata kak Gem, seorang kakak harus memberi contoh bagus ke adek-adeknya. Kok Kak Upan malah ngajar kami ngumpat?" Thorn dengan polosnya berucap.

Taufan menggaruk pipi. "Gimana yak? Aku gak pandai yang begituan."

"Lagian kalau aku negur Solar tadi, sekarang kita gak bakalan liat senyum Blaze yang puas banget ngata-ngatain kak Hali dari hati." Ia menunjuk Blaze yang berada di sebelah Ice.

Blaze : (U▽U)

Taufan melemparinya dengan bantal. "Ingat wir, sekesal apapun kalian sama saudara ya kata-katain aja. Jangan didoain mati. Ntar nyesal kalian."

"Gak bakal," sahut Solar cepat.

"Semoga," ralatnya kemudian.

"Gimana, Laze? Masih kesel kah?"

Blaze melontarkan bantal yang tadi Taufan lempar ke sembarang arah. Dia bangkit bagai iblis. "Gak. Ehehehehehehehe!"

"Aku penasaran. Berapa kata-kata kasar yang kau sebut di dalam hati tadi, Bang Laze?" tanya Solar.

"Tidak terhingga banyaknya! Mau kusebut satu persatu?"

Pukk!

Ice memukul Blaze pelan. "Silakan! Nanti kalau Thorn melapor ke Kak Gem, habis kau." Lalu Ice juga mengembalikan bantal yang Blaze lempar sembarangan tadi yang rupanya mengenai wajahnya.

Blaze lantas mengoper benda itu pada Thorn.

Thorn balas melempar ke Taufan.

Dan Taufan ke Solar.

Terjadilah akhirnya peperangan bantal.

"Sialan, Kak Upan!" Umpat Solar kesal. Ia hampir kena serangan jantung tahu!

"Ayo kejar aku! Kejar aku!"

"Hish!" Solar mengejar Taufan yang mulai berlari menghindarinya.

Tiba-tiba dua pasang lengan melingkar di pinggang Taufan. Begitu dilihat, Blaze dan Thorn pelakunya.

"Kalian ngapain? Biarin aku lari woi! Solar udah dekatt!"

Blaze dan Thorn terkikik jahil. "Gak mau!"

Pukk!

"Duh! Lemparanmmu kuat juga Solar. Sini kubalas kalian semua!" Taufan membabi buta melempar seluruh bantal ke adik-adiknya.

"Gak kena! Whlee!" Blaze dan Solar menjulurkan lidahnya.

"Ish!"

Clek!

Pukkh!

"Hahah! Kena akhirnya!" Setelah berhasil mengalahkan kedua adiknya, Taufan menoleh ke arah pintu.

Halilintar dan Gempa di sana.

"Keknya tadi aku ada nyuruh sesuatu." Halilintar menatap tajam Taufan.

Taufan meneguk ludah.

"Kalian, naik ke atas cepet! Kalau gak nanti aku digantung Kak Hali karena telat nyuruh kalian tidur," bisik Taufan pada keempat adiknya.

"Siap, baginda!" Mereka lantas memecut ke lantai atas.

"Kalian juga ke atas sana. Mandi lalu tidur. Biar aku beres-beres kekacauan ini dulu." Taufan mengusir dua saudaranya.

Halilintar duluan melenggang dari sana.

"Kak, nanti Gempa tidur bareng Kak Upan ya?"Gempa memasang senyum manisnya.

Mana mungkin Taufan menolak?

"Makasih, Kak."

"Masama adekquu!"

Ketika punggung Gempa menghilang dari pandangannya. Taufan melirik jam dinding. Pukul 12.

'Kan? Apa Taufan bilang?

Dia payah. Halilintar menugasinya untuk memanggil adik-adiknya istirahat awal saja tidak bisa ia lakukan.

Pantas saja tidak ada yang berekspetasi lebih padanya dalam pandangan seorang kakak.

------------------------

"Kak Upan..." panggil Gempa begitu sang kakak sudah terjun ke tempat tidur bersamanya sambil memeluk guling.

"Kenawhay adikqqu tercintah?" Taufan berbaring menghadap adiknya.

Ia tahu Gempa butuh perhatian penuh darinya sekarang karena anak ini pasti akan curhat padanya.

Tidak perlu ditebak dua kali.

Taufan peka kali ini. Dan rasanya hanya ini hal baik yang bisa Taufan lakukan sebagai seorang kakak.

Eh...?

Rupanya Taufan punya kegunaan juga toh?

Taufan memang tidak bisa diharapkan untuk mengurus hal lain. Mengurus keseharian 7 bersaudara sendirian? Taufan tidak sehebat Gempa.

Menjadi kakak sulung yang paling banyak berkorban sendirian? Taufan tidak seefort Halilintar.

Taufan hanya akan menjadi Taufan yang bisa menyuport adik-adiknya lewat candaan dan telinganya.

Ah, ya. Begitu ternyata.

Taufan terkekeh.

Bahagia tah gegara menemukan fakta bahwa kamu berguna :D

Gempa mengernyit mendapati sang kakak yang barusan mengembangkan senyumnya. Apa yang lucu? Gempa curhat sampai hampir menangis ini lucu?

"Kak Upan gak dengerin aku?"

Taufan kembali ke dunia nyata. "Dengerin kok."

"Trus kenapa ketawa? Gak ada yang lucu dari cerita Gempa." Si adik menutup wajahnya dengan guling. Matanya memanas mengira sang kakak menyia-nyiakan tenaganya untuk bercerita.

Taufan pura-pura panik. "Kak Upan dengerin kok, Gem. Jangan nangis. Ntar ingusan makin lucu."

"Dih!"

"AWOKAWOK!"

"Kak Upann!!"

"Gem ngambek nih!"

"Jangan, Gem. Kalau kamu ngambek nanti dompetku terkuras lagi," celetuknya.

"Jadi yang tadi gimana? Gem takut."

"Gini..."

10 menit kemudian :

"Oke deh! Makasih Kak! Gem jadi lega sekarang."

"Yo! Ada lagi yang mau diceritain?"

"Gak ada. Untuk sementara ini itu dulu."

"Yahh..." :(

"Kok keknya Kak Upan seneng banget sih dengerin cerita orang? Gak bosan apa?"

"Gak terlalu. Tapi berkat cerita Gempa, akhirnya Kak Upan ngantuk. Makasih ya."

"Ih!"

"AWOKAWOK!"

"Oh iya! Kak Upan mau tahu gak?"

"Apa?" Taufan yang barusan mau terlelap itu membuka matanya kembali.

"Tadi sebenarnya aku sama kak Hali nguping kondisi rumah setelah sampai. Jujur Gem lega orang rumah gak berlarut sedih karena ayah."

"Aura sedih gak cocok ada di rumah kita, Gem. Pantas gak kedengaran suara motornya." Taufan menyeletuk. Kemudian tersadar sesuatu.

"Kalian nguping dari dialog mana?"

Gempa mengingat-ingat. "Oh! Dari dialog kak Hali anak kon."

"...." Wajah Taufan pucat seketika.

Kriett!

"Taufan."

"Gem, tolong aku Gem!" Taufan memeluk erat sang adik. Mencari perlindungan dari sosok hitam bertopi merah yang siap membunuhnya kapan saja.

---------------------

"KAK HALI! LEPASIN AKU KAKKK! HUHUU!" Taufan berteriak sambil mengeliat berusaha melepaskan diri dari selimut-selimut yang sengaja Halilintar gulung padanya.

Taufan akan jadi guling kakaknya malam ini!

Halilintar tahu saja apa yang bisa dijadikan hukuman untuknya dari segi yang paling menyiksa. Taufan paling tidak bisa disuruh tidur dengan posisi mayat begitu.

Kan Taufan biasanya tidur dengan posisi rusuh.

"Gak! Salah sendiri tadi."

"HRGK! ISH! Emangnya apa yang salah? Kan Kak Hali munculnya dari kon juga!"

Imaginer perempatan merah muncul di sekitar Halilintar. Kesal dengan lontaran sang adik, kini si sulung mengurungnya dalam pelukan.

"Woilah, Kak!"

.

.

.

Ini Oneshot ya ges :>

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro