Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Vlog Bareng

Amanda bahagia bukan main saat tiba-tiba mendapat direct message dari seseorang.

"Hiyak! Usahaku berhasil. Yes, yes!" Dia melompat-lompat sambil megang ponsel di kelas.

"Astaga? Kerasukan jin dari mana nih? Pagi-pagi udah kayak peserta konser aja," celetuk Dara sambil masuk kelas. Tangan kirinya memegang buku, sedang seplastik gorengan di tangan kanan.

"Tau tuh. Tiba-tiba dia teriak. Aku sampek kaget." Mey-Mey memelorotkan pundaknya yang tadi sempat meninggi karena tangannya refleks menutup telinga.

Sementara, Vita cuek bebek. Telinganya tertutup earphone dan tengah memutar lagu "Go (Go Go)" milik BTS dengan volume nyaris full. Kepalanya mengangguk-angguk penuh energi, sesekali geleng-geleng diikuti tangan dan pundak yang tidak bisa diam.

Saking gemas, Mey-Mey dengan seluruh kekuatan lahir batin, menggeplaknya.

Vita menoleh dengan kepala ditumbuhi tanduk merah yang mengepulkan kabut tebal. Matanya berkilat murka, jangan tanya bentuk mulutnya yang sudah nyaris menyatu dengan hidung mungilnya.

"MAIIILLL!" jeritnya tepat di telinga kiri Mey-Mey.

Amanda yang ikut kaget, refleks meraih buku, dan menempelkannya tepat di mulut Vita. Alhasil, kehebohan pun terhenti. Untung saja kelas masih sepi dan hanya ada mereka berempat.

"Vitaaaaaa, gendang telingaku bisa robek kalau kamu teriak kayak tadi! Tahu enggak, gendang telinga itu mahal dan limited edition. Enggak ada obralan di mana pun!" cerocos Mey-Mey seraya menurunkan telunjuk yang tadi menyocok di lubang telinganya.

"Ya kamu apa-apaan main ngegeplak aku. Kan kaget, mana sakit lagi," omel Vita yang tak menurunkan intensitas muka masamnya.

"Hehehe, maaf." Mey-Mey cengengesan, terus mengelus bekas pukulannya tadi. "Abis kamu kayanya asik sendiri."

"Iyalah. Orang aku dengerin lagu yang lagi hits," sahut Vita sebelum akhirnya memasang earphone kembali.

"Kenapa, sih teriak-teriak, Nda?" Dara yang sudah kembali normal, memilih menanyakan hal penting dan duduk manis di kursinya.

"Eung ... itu, aku bakal nge-vlog bareng kak Arka," jawab Amanda dengan pipi bersemu.

"Wih, serius kamu?" Mey-Mey menatap penuh rasa tak percaya.

Amanda mengangguk dan asyik mesem-mesem lagi. Sementara, Vita sudah kembali ke dunianya, berjoget ria, sesekali berdendang.

Sementara itu, Arabelle yang masih menyetir di jalan, tak berhenti memikirkan obrolan semalam bersama Sisil. Bukan soal uang dua juta yang melayang begitu saja, melainkan fakta tentang Arka. Kesimpulannya, cowok itu punya kembaran---Dika---dan punya masa lalu pernah di-bully. Arabelle menduga bahwa si pem-bully itu adalah dirinya sendiri karena dulu pas SMP, ada cowok kembar yang jadi korban keusilannya. Dia mungkin lupa siapa nama mereka, tetapi sedikit fakta terakhir tak terlupakan; si Babi Satu dan Babi Dua pindah sekolah.

Arabelle membelokkan mobilnya dan memasuki area parkir SMAN 189 Bandung. Dia ngerem mendadak saat seorang siswa lewat tiba-tiba di depan mobil. Dia menekan klakson kencang-kencang sebelum akhirnya turun untuk melampiaskan amarah.

"Woi, lo sinting, hah!" murkanya sambil berkacak pinggang.

Siswa itu, yang tak lain adalah Treya, terkejut tiga kali lipat. Pertama dia hampir tertabrak, kedua suara klakson, dan terakhir karena diteriaki, memakai bahasa kasar pula.

"Eh, sopan dong sama kakak kelas!" Dia menyahut tak kalah emosi.

"Kakak kelas tapi dungu, ngapain gue capek-capek bersikap sama orang kayak lo," sengit Arabelle yang bertambah geram.

"Lo ... sial! Berani banget lo ngatain gue dungu." Treya ikut berkacak pinggang sambil maju. Tubuhnya yang lebih tinggi, berhasil menelan tubuh Arabelle. Cewek itu hanya sedadanya, tetapi bahasanya selangit.

Arabelle mendecih. Lalu perhatiannya beralih pada jam di tangan Treya. Dia mengenal benda itu. "Dari mana lo dapat benda ini?" Dia menarik tangan kiri Treya.

Treya sontak menepisnya. "Jangan sentuh tangan gua yang suci! Kenapa lo nanya jam tangan ini? Mau beli KW-nya?"

Arabelle menginjak kaki kakak kelasnya. "Gue gak semiskin itu," tukasnya angkuh.

Dia ingat betul jam tangan yang dibeli beberapa saat lalu untuk kado penarik hati Arka. Lalu, mengapa malah orang lain yang memakainya? Ini bukan masalah harga barang, tetapi harga diri. Dia sudah capek-capek nyari benda itu. Juga searching informasi sebanyak mungkin dari internet. Ya, selain searching mengenai barang kesukaan laki-laki, dia juga mencari informasi tentang tata cara menarik perhatian lawan jenis.

Selama ini, Arabelle tak pernah mendekati, melainkan didekati. Jadi, dia hanya bersikap cuek dan acuh, bukan sok manis dan pantang nyerah seperti sekarang.

"Gue dikasih sama seseorang. Puas lo?" Treya berujar karena seram juga ditatap sinis sama Arabelle lama-lama. Apalagi, dia tidak mau dapat "urusan" lagi. Dia kemudian memutuskan pergi.

Arabelle melipat tangannya di dada sambil mengembuskan napas kasar. Arka benar-benar menguras habis kesabaran dan harga dirinya. Jadi, buat apa berjuang habis-habisan untuk cowok itu? Namun, apa dia siap kalah, terus jadi upik abu seumur hidup, mengabdi pada Amanda?

Hih, itu mimpi buruk!

***
Saat jam istirahat tiba, Amanda segera naik ke lantai tiga dan rela berdesakkan saat melihat tanda-tanda Arka akan keluar kelas. Dia sebelumnya sudah men-DM Arka perihal ajakan pertemuan keduanya.

Rupanya Arka sudah menerima pesan dan menyetujui ajakannya. Cowok itu menyibak kerumunan dan menghampirinya yang sedari tadi berdiri di bibir balkon.

"Kita ke kantin aja," ajak Arka seraya pergi.

Amanda menggigit bibir saat tak bisa menahan luapan bahagia. Dia mengekori rombongan Arka.

Di kantin, dia duduk semeja dengan Arka dan ketiga rekannya. Sungguh, rasanya dia sudah mendapat durian runtuh sepuluh pohon sekaligus, untung saja dia sudah bak kucing yang punya nyawa sembilan. Satu lagi bonus.

"Jadi, sebenarnya lo syuting di channel gue aja. Kebetulan gue ada endorse dan lo mungkin bisa kasih beberapa ide," kata Arka.

Amanda mendongak, dia loading cukup lama. Setelah mencerna kalimat Arka baik-baik, hatinya bak dibom bunga-bunga. Bibirnya juga seperti ditarik kuat oleh sesuatu. Astaga apa ini mimpi? Dia mati-matian menahan diri agar tak berteriak.

"Gimana, lo mau? Kalo mau, sore nanti kita ketemu di kafe," tawar Arka.

Amanda jelas-jelas langsung mengangguki. Dia tak bisa berhenti bahagia sampai jam pulang tiba. Dia juga bersiap di kamar sambil tak henti berekspektasi dan tersenyum. Setelah selesai, tak lupa berpamitan sebelum berangkat.

Di ruang tamu, dia berpapasan dengan Arabelle yang baru pulang ke rumah.

"Pulang sekolah jam segini. Sekolah di mana kamu?" sinis Renal dari sofa di depan televisi besar layar datar.

Arabelle tak menjawab. Dia memilih pergi lagi. Terdengar dari starter mobil yang tak berapa lama terdengar setelah kepergiannya.

"Anak sialan! Saya harap kamu tidak seperti dia, Amanada," ujar Renal seraya beranjak dari depan televisi.

Amanda menggembungkan pipi sebelum pergi. Dia diantar Mang Heno, supir pribadi ayahnya yang kebetulan tengah tak bertugas.

Perjalanan yang diperlukan sekitar 20 menitan, kebetulan lalu lintas tengah normal. Jadi, Amanda bisa tiba tepat waktu di tempat tujuan, meskipun harus menunggu dulu karena rombongan Arka belum tiba.

Amanda memasuki kafe di sekitaran Jalan Sumur Bandung tersebut. Mimiti Coffe & Space,  kafe yang baru berdiri sekitar setahun itu memiliki konsep indoor dan outdoor minimalis dengan dinding bata yang khas, berpadu kursi dari anyaman rotan, dan musik lembut yang menyambut pengunjung di ruang indoor. Di area outdoor, kursi-kursi ditata rapi, pohon-pohon mencipta kesan alami dan asri, sekaligus sebagai peneduh. Sementara kaca tebal menjadi pembatas ruangan.

Kafe di jam 3 sore seperti ini tengah ramai. Beberapa pengunjung tengah bercengkrama entah bersama teman atau kekasih. Beberapa bahkan tengah berfoto dengan gaya masing-masing untuk kemudian diunggah di sosial media, pengakuan bahwa mereka pernah berkunjung ke kafe hits tersebut.

Amanda memilih duduk di area indoor, dekat kaca. Selain di dalam lebih nyaman, adem, dan santai, dia juga menyukai posisi duduk tersebut.

Dia memainkan ponsel sebentar dan segera membuka kotak pesan pada aplikasi Instagram. Ternyata pesan dari Arka yang menanyai posisinya. Dia pun segera membalas. Tak lama, rombongan Arka pun tiba. Mereka berbasa-basi sebentar sebelum akhirnya ke pembicaraan inti.

Ternyata, Arabelle juga ada di lokasi sama. Dia duduk di kursi paling pojok dan agak tersembunyi. Segelas Flat White-nya yang belum tandas, dibiarkan begitu saja karena mendadak mood hilang saat melihat kelima orang di kursi dekat kaca pembatas ruangan.

Dia memacu mobilnya tanpa arah lagi. Dia ingin pergi, ke mana saja, asal bukan rumah. Kalau bisa, ke makam Daffin karena dari semua tempat di bumi, hanya di sanalah dia bisa tenang dan menjadi diri sendiri.

***
Pagi hari di sekolah, Arabelle menemui Sisil yang tengah asyik melayani para pelanggan di "ruangan kerjanya".

"Kenapa nih pelanggan khusus dateng?" Sisil segera berdiri dan tersenyum riang. Dia juga mengusir tiga temannya dari ruangan.

"Gue butuh bantuan lo," jawab  Arabelle seraya duduk di meja.

"Apa, hm? Gue siap bantu,"  kata Sisil. Dia memasang posisi sebaik mungkin.

"Bantu asal ada duit," cibir Arabelle yang membuat Sisil cengengesan. "Lo bilang, Arka itu punya kembaran---"

"Jangan kenceng-kenceng!" serobot Sisil. Nyaris saja dia membekap mulut Arabelle yang bicara dengan intonasi kencang. Rahasia perusahaan bisa bocor.

Arabelle menatap sengit. "Gue cuma minta lo selidikin lebih dalam soal kembaran si Arka!" titahnya yang tak ingin basa-basi lagi.

"Siap. Asal duit." Sisil tersenyum semakin lebar dan tambah semangat saat Arabelle mengangguk, pertanda ajuan anggarannya disetujui.

"Gue kasih tahu, ya. Nama kembaran Arka itu Dika. Dia kelas XII-IPA 1. Dia anaknya kutu buku. Habitatnya di perpus. Dia ke mana-mana pake jaket. Gue pernah wawancarain pas dia menang lomba Fisika di kabupaten, tapi dia nolak dengan alasan pribadi. Gak tahu deh alasannya apa," bisik Sisil. Ucapannya berhasil membuat Arabelle terdiam, pertanda uang akan segera mencair.

"Sip. Thanks." Arabelle pergi setelah berujar demikian.

"Bayarannya?" Sisil melongo di tempat.

Arabelle sekarang sudah memiliki rencana B, rencana yang kemungkinan besar akan diambilnya karena suasana semakin sulit. Daripada terpojok lalu kalah, mending melakukan sedikit aksi, kan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro