Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PROLOG

Pemeran

Azalea Byanca Zidny

Muhammad Ibrahim As-shaleh

~~~

Ponsel Azalea berdering tepat sebelum gadis itu menyalakan motor sportnya. Dengan malas Azalea kembali membuka helm full facenya dan mengangkat panggilan yang ternyata dari sang Mama.

"Iya, Ma?"

"Za! Pulang kuliah kamu langsung ke butik tante Intan ya. Ambil baju pesanan Mama," ujar Mama Azalea.

"Oke, Ma." Azalea langsung mengakhiri
sambungan teleponnya dan segera pergi ke butik sahabat Mamanya itu.

Seperti biasa setelah memarkir motor sport merah kesayangannya, Azalea langsung masuk ke butik itu dan menemui Intan.

"Hai Tante!" Azalea melambaikan tangannya saat melihat Intan sedang melayani seorang pelanggan.

"Za! Mau ngambil baju kan? Bentar ya!" Intan lalu pergi meninggalkan Azalea.
Azalea hanya diam selama menunggu Intan kembali tanpa ada niatan untuk melihat-lihat baju di butik itu. Baju-baju feminim di hadapannya memang bukanlah selera Azalea. Meski sang Mama sering memberikannya baju dari butik itu, Azalea tidak pernah memakainya.

"Ini Za! Kok tumben beli baju gamis." Intan memberikan paperbag berisi baju pesanan Mama Azalea pada gadis itu.
"Mama kan sering beli gamis, Tante," ujar Azalea.

"Bukan Mama kamu, tapi kamu." Intan menahan tawa saat mata Azalea seketika melebar setelah mendengar ucapannya.

Gadis itu langsung membuka paperbag di tangannya dan mengeluarkan baju di dalamnya. Benar saja, paperbag itu berisi baju gamis sesuai ukuran badannya. Tanpa banyak bertanya pada Intan, Azalea langsung berpamitan pulang. Lebih baik dia langsung bertanya pada Mamanya.
Dengan perasaan bingung, penasaran dan emosi. Azalea sedikit berlari saat masuk ke rumahnya. Dia mencari Mamanya dan terus berteriak memanggil sang Mama yang ternyata ada di dapur.

"Ma!"

"Aza! Biasain salam dulu!" tegur Jihan, Mama Azalea.

Azalea tidak menghiraukan teguran Mamanya. "Ini maksudnya apa?" gadis itu mengangkat paperbag yang ada di tangannya.

"Itu baju kamu, buat acara nanti malem," jawab Jihan seraya menyiapkan makanan untuk Azalea.

"Acara apa Ma? Pengajian? Aku nggak ikut ah Ma, males," kata Azalea.

"Gak ada penolakan, kamu wajib ikut. Makanannya udah siap, mau makan sekarang?" tawar Jihan seraya berjalan ke arah meja makan, membawa makanan yang baru selesai dia masak.

"Males." Azalea meletakkan paperbag itu di meja dapur lalu segera pergi ke kamarnya tanpa memperdulikan panggilan Mamanya.

Azalea langsung pergi mandi lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur ditemani airpods kesayangannya.

~~~

"ZA!" teriak Jihan tepat di telinga putri tunggalnya itu.

Sontak Azalea bangkit dan terduduk dengan wajah bangun tidurnya. "Mama ih, bisa tuli aku," gerutu Azalea seraya memegangi telinganya yang masih berdesing karena ulah Mamanya.

"Salah sendiri udah jam segini masih tidur, bukannya siap-siap. Mama kan udah bilang malam ini kita ada acara." Jihan balik mengomeli Azalea sembari merapikan rambut gadis itu.

"Aku kan udah bilang gak mau ikut."
Azalea hendak kembali merebahkan tubuhnya namun dengan cepat sang Mama lebih dulu menahan tangan gadis itu dan segera menyeretnya ke kamar mandi.

Azalea menatap wajahnya yang sudah dirias oleh sang Mama dari pantulan kaca di depannya. Wajah Azalea yang biasanya tidak pernah disentuh produk kecantikan sama sekali seketika berubah meski dengan make up tipis. Ditambah lagi jilbab yang bertengger di kepalanya. Meski awalnya Azalea menolak, bukan Jihan namanya kalo nggak bisa maksa Azalea.

"Ini gak berlebihan ya, Ma?" tanya Azalea tanpa memalingkan pandangannya dari cermin.

"Nggak kok, udah ayo berangkat! Papa udah nunggu di bawah," kata Jihan seraya memberikan sepatu hak tinggi pada Azalea.

"Buat apa ma?" tanya Azalea seraya menunjuk sepatu di lantai.

"Ngulek sambel! Ya buat alas kaki lah! Cepet pakek!" titah Jihan.

"Bisa kesleo aku kalo pakek ginian ma," protes Azalea.

"Pakek aja! Nanti juga terbiasa," kata Jihan.

Benar kata Azalea, sepatu itu memang menjadi mala petaka untuknya. Dia benar-benar kesulitan berjalan karena sepatu itu. Bahkan untuk menuruni tangga yang biasanya hanya butuh waktu hitungan detik, kini Azalea baru sampai ke lantai dasar dalam waktu 15 menit, sungguh penyiksaan yang terselubung.

"Akhirnya keliatan juga cantiknya anak Papa," ejek Tio, Papa Azalea. Gadis itu hanya memutar bola matanya jengah tanpa ada niatan membalas ejekan Papanya.

Mereka baru sampai di restoran setelah menempuh perjalanan 20 menit dari rumah. Baru duduk 1 menit saja, Azalea sudah merasa kegerahan. Alhasil gadis itu terus mengibas-ngibaskan kerudungnya, dia tetap melakukan itu meski Jihan berkali-kali melarangnya.

"Kita mau ketemu siapa sih, Ma? Orangnya kemana lagi? Lama amat!" omel Azalea yang semakin merasa kegerahan.

"Assalamu'alaikum!" Suara berat dari seorang laki-laki yang menghampiri meja keluarga Azalea, sedikit mengejutkan gadis itu.

"Wa'alaikumussalam." Tio sontak berdiri dan memeluk laki-laki itu. Laki-laki itu tampak seperti tokoh agama dengan surban dan peci yang dipakainya. Dia juga tidak sendiri, ada seorang perempuan yang pastinya adalah istrinya dan ada seorang laki-laki muda memakai baju koko dan juga peci.

"Silahkan duduk, Kyai." Tio menarikkan kursi untuk sahabatnya yang tak lain adalah Kyai Mahfudz.

"Tio, panggil saja Mahfudz. Kau ini seperti orang asing saja," ujar laki-laki itu.

"Perkenalkan ini putriku Azalea," ujar Tio lalu memberikan kode agar Azalea menyapa keluarga sahabatnya itu.

Azalea seketika tergagap. Sebenarnya dari tadi dia tidak fokus pada percakapan membosankan antara Papanya dan temannya itu. "Hai Om! Hai Tante!" Azalea melambaikan tangannya ke arah Kyai Mahfudz dan istrinya. Tingkah gadis itu sontak membuat orang tuanya merasa malu. Refleks Jihan mencubit paha Azalea sampai membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

"Maafkan putri kami ya?" kata Tio yang tengah menahan malunya. Kyai Mahfudz, istri dan anaknya hanya tersenyum melihat kelakuan Azalea.

"Perkenalkan juga, ini Ibrahim. Putra bungsu kami," kata Kyai Mahfudz seraya menepuk pundak Ibrahim.
"Assalamu'alaikum, Om, Tante." Ibrahim tersenyum ramah ke arah Tio, Jihan dan Azalea meski tidak menyapa gadis itu secara langsung.

"Wa'alaikumussalam Ibrahim, senang bisa bertemu lagi setelah sekian lama," kata Jihan yang membuat pemuda itu tersenyum lagi.

Setelah membahas banyak hal mereka akhirnya mulai acara makan malam yang sudah Azalea tunggu sejak tadi. Gadis itu mulai bosan dan semakin gerah karena kerudungnya. Dia yakin setelah acara makan malam selesai mereka pasti langsung pulang.

"Saya mulai?" kata Kyai Mahfudz setelah selesai makan yang dijawab dengan anggukan oleh Papa Azalea.

"Bismillahirrahmanirrahim, sesuai dengan tujuan silaturahmi kita malam ini. Saya selaku orang tua dari Ibrahim, berniat untuk memulai ta'aruf Ibrahim dengan Azalea. Apakah bapak Setio bersedia?" tanya Kyai Mahfudz.

"Saya selaku orang tua dari Azalea bersedia untuk memulai hubungan ta'aruf ini," ujar Tio.

Azalea seketika melebarkan matanya. "Bentar-bentar, ta'aruf itu pacaran kan?" tanya Azalea dengan polosnya. Sontak pertanyaannya membuat orang tua Ibrahim dan Ibrahim tersenyum.

"Beda Za, ta'aruf itu hubungan untuk saling mengenal sebelum kalian menikah," kata Jihan.

Tentu saja Azalea langsung emosi. Tanpa bertanya dulu tiba-tiba orang tuanya ingin menjodohkan Azalea dengan laki-laki yang tidak dia kenal sama sekali. "Sama aja! Pokoknya aku gak mau dijodoh-jodohin!" Azalea langsung melepas sepatunya dan pergi dari restoran tanpa memperdulikan panggilan orang tuanya.

~~~

"Za, udah ah jangan nangis mulu! Masak seorang Azalea nangis bombay gini sih? Bukan lo banget, Za." Airin terus berusaha menghentikan tangisan Azalea, tapi gadis itu tetap menangis tersedu-sedu. Bisa dibilang ini adalah kali pertama Airin melihat Azalea menangis sejak mereka bersahabat 7 tahun yang lalu.

"Biarin! Gue kesel Rin! Gue gak mau dijodohin! Gue gak mau nikah sekarang!" Azalea membuang tisu di tangannya ke sembarang tempat lalu menarik selembar tisu lagi dari tempatnya.

Awalnya Airin tidak kuat menahan tawa saat melihat Azalea tiba-tiba datang ke apartemennya dengan setelan gamis dan kerudung yang udah berantakan. Tapi melihat sahabatnya itu menangis, membuatnya merasa tidak tega. Karena tidak biasanya Azalea yang super tomboy jadi cengeng begini.

"Gue gak mau dijodohin sama anak Kyai, Rin!" kata Azalea kesal seraya melempar tisu di tangannya.

"Ya enak dong dijodohin sama anak kyai, emang lo mau dijodohin sama anak setan?" balas Airin dengan santainya. Azalea semakin dibuat kesal oleh sahabatnya itu. Dengan sekali lemparan Azalea menerbangkan bantal ke wajah Airin yang sedang mengambil snack di rak.

"Terus lo mau gimana? Mau gue gantiin lo nikah sama tu cowok? Kalo ganteng gue mau mau aja," timpal Airin dengan balas melempar bantal itu ke wajah Azalea.

"Sebenernya sih lumayan, tapi gua gak mau nikah muda!" rengek Azalea lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Airin.

"Lo udah 22 tahun, udah cukup umur kali buat nikah," kata Airin.

"Tapi-"

Tok... tok... tok...

"Bentar, Za!" Airin meletakkan snack di tangannya di atas tempat tidur lalu bergegas membukakan pintu untuk tamunya. Dan ternyata yang datang adalah orang tua Azalea. Dengan paksa mereka membawa Azalea pulang karena gadis itu terus menolak sampai akhirnya Azalea pasrah dan mau ikut pulang.

Sesampainya di rumah, Azalea disuruh duduk di ruang tengah.

"Kamu bisa gak Za, gak bikin Papa malu sekali aja? Kyai Mahfudz itu bukan orang biasa. Papa malu kamu langsung pergi gitu aja, gak sopan!" bentak Tio.

"Papa cuma mikirin ego Papa tanpa mikirin perasaan Aza! Papa seenaknya mutusin perjodohan tanpa tanya dulu sama Aza! Aza bukan anak kecil Pa! Aza bisa cari pasangan sendiri!" balas Azalea dengan suara tak kalah nyaring.

"Papa udah berusaha percaya sama kamu Za. Papa udah ngasih kesempatan buat kamu memperbaiki diri sejak masuk kuliah, tapi apa nyatanya? Kamu masih suka balapan liar, masih ikutan geng motor, keluar malem terus, gimana Papa mau percaya sama kamu Za?" Emosi Tio benar-benar memuncak.

Jihan yang duduk di sampingnya terus mengusap lengan dan punggung sang suami untuk meredakan amarahnya.
"Aza gak peduli pandangan Papa tentang Aza! Pokoknya Aza gak akan mau nikah sama anak temen Papa!"

"Aza!"

"Itu keputusan Aza, Pa!"

"Papa yang berhak buat keputusan! Kamu harus menikah dengan Ibrahim titik! Gak ada bantahan lagi!"

"Papa egois!" Azalea langsung meninggalkan ruang tengah dan pergi ke kamarnya.

Dia segera berganti pakaian dan langsung berbaring di tempat tidurnya. Azalea sedikit terkejut saat tiba-tiba ada tangan yang membelai rambutnya. Tapi dia segera kembali pada posisinya setelah melihat kalau itu adalah Mamanya.

"Maafin Papa sama Mama ya, Nak?" kata Jihan. Azalea hanya diam tanpa ada niatan untuk buka suara.

"Papa ngelakuin ini karena sayang sama kamu. Kamu anak kami satu-satunya. Wajar Papa pengen kamu nikah sama laki-laki yang baik seperti Ibrahim," lanjut Jihan.

Azalea bangkit dan duduk menghadap Mamanya. "Azalea memang bukan wanita baik-baik Ma, tapi Azalea bisa milih pasangan yang baik untuk Azalea."

"Mama tahu hubungan kamu sama Galuh, ketua geng motor itu. Tapi Mama gak cerita apa-apa sama Papa kamu. Mama gak mau Papa kamu drop lagi kalau tahu tentang ini, Za."

"Drop?"

"Papa punya penyakit jantung yang dirahasiain dari kamu."

Deg.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro