Chapter 4 : Wanita Pilihan
Ibrahim sibuk merapikan penampilannya di depan cermin sedangkan Azalea sibuk memainkan ponselnya di atas tempat tidur.
"Za! Aku berangkat sekarang ya? Ada undangan tausiyah deket sini," kata Ibrahim selesai bersiap.
Azalea melirik Ibrahim. "Tausiyah apaan?" tanya Azalea singkat lalu kembali fokus dengan ponselnya.
"Ceramah, Za," jelas Ibrahim dengan sedikit tersenyum. Azalea hanya mengangguk tanpa memalingkan pandangannya dari ponsel.
"Mau ikut?" tanya Ibrahim yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Azalea.
Ibrahim mengambil ponsel dari tangan Azalea perlahan lalu mengulurkan tangannya ke arah wanita itu. Bukannya peka dengan maksud Ibrahim, Azalea malah kesal karena suaminya itu mengambil ponsel miliknya.
"Salim dulu," kata Ibrahim.
Azalea akhirnya mau mencium tangan Ibrahim demi ponselnya kembali. Walaupun dia sempat mendapat teguran karena kebiasaan mencium tangan di pipi.
Tadinya Azalea tidak merasa kesepian. Tapi setelah Ibrahim pergi, rasanya rumah terasa sepi. Padahal walaupun ada Ibrahim, dia dan Ibrahim juga tidak banyak bicara.
Azalea berusaha menyibukkan diri dengan ponsel dan berakhir dengan rasa bosan. Wanita itu juga beralih menonton TV dan berakhir sama, dia juga bosan menonton TV.
"Assalamu'alaikum!"
Azalea langsung menghampiri sumber suara. Di depan teras rumahnya, Azalea melihat seorang wanita berdiri dengan membawa piring di tangannya. Azalea merasa tidak asing dengan wajah wanita itu, tapi dia tidak ingat apapun dan memilih untuk menanyakannya.
"Wa'alaikumussalam! Maaf, mbak ini siapa ya?" kata Azalea.
Wanita cantik itu tersenyum ramah. "Aku Sania, istri abangnya Ibrahim, Gus Yusuf. Kamu lupa?" ujarnya dengan suara yang sangat lembut. Tutur katanya sangat sopan berbeda dengan kakak ipar Azalea yang satunya.
"Ah, maaf mbak aku masih belum hafal sama keluarga Ibrahim," kata Azalea tersenyum kikuk. Merasa tidak enak pada kakak iparnya itu.
"Nggakpapa kok. Oh iya, ini aku bawain brownies buat kamu, semoga suka ya?" Sania memberikan piring berisi brownies yang dibawanya kepada Azalea.
"Makasi mbak. Duduk dulu mbak!" kata Azalea seraya memberikan jalan pada kakak iparnya itu untuk duduk di teras rumahnya. Jujur, Azalea merasa senang karena kakak iparnya yang satu ini sangat baik dan sabar. Setidaknya Azalea bisa ngobrol untuk menghilangkan rasa bosannya.
"Kamu kenapa nggak ikut Ibrahim?" tanya Sania membuka pembicaraan mereka.
"Males mbak, nggak pernah ke acara begituan," jawab Azalea jujur. Sania hanya tersenyum mendengar jawaban adik iparnya itu.
"Setiap malam jum'at ba'da maghrib ada pengajian di musholla putri, kamu ikut ya nanti? Sekalian kenalan sama keluarga yang lain," ujar Sania penuh semangat.
Azalea paling males banget datang ke acara seperti itu. Tapi dia juga tidak enak pada kakak ipar dan Umi Aisyah kalau tidak datang. Terpaksa Azalea mengangguk setuju.
"Mbak, aku boleh tanya?"
Sania mengangguk seraya menunjukkan senyum ramahnya.
"Mbak dulu nikahnya juga dari perjodohan?" tanya Azalea penasaran.
Sania mengangguk. "Semua anak Abi Umi dijodohkan," jawabnya.
"Sebelum nikah, mbak udah pakai hijab?"
"Alhamdulillah aku dibesarkan di lingkungan pesantren jadi udah pakai hijab dari kecil," ujarnya.
"Kalau mbak Aliya?"
"Sama, keluarga mbak Aliya juga punya pesantren."
Azalea sontak merasa bingung dengan Ibrahim dan keluarganya. Bagaimana bisa mereka memilih menantu seperti Azalea padahal 2 menantu yang lain juga berasal dari keluarga pesantren.
"Kenapa, Za?" Sania membuyarkan lamunan Azalea.
"Aneh aja mbak. Kenapa Abi sama Umi malah jodohin Ibrahim sama aku? Padahal aku bukan wanita baik-baik," aku Azalea.
Ucapan Azalea membuat Sania tertawa. Wanita itu lalu menepuk pundak Azalea. "Kalau Ibrahim memilih kamu, itu artinya kamu yang terbaik," ujar Sania.
Azalea menautkan alisnya. "Memilih? Bukan memilih mbak tapi terpaksa kayaknya," kata Azalea.
"Eh kata siapa? Sebelumnya Ibrahim juga pernah kok dijodohin sama wanita pilihan Umi," kata Sania seraya terkekeh pelan.
"Oh ya? Mbak tau siapa wanita itu?" tanya Azalea yang semakin penasaran.
"Bukan tau lagi, malah kenal banget. Namanya us-"
"Assalamu'alaikum! Ning Sania, Fawwaz cari Ning Sania," kata seorang santriwati yang tiba-tiba datang dengan wajah panik.
"Za, Mbak pulang dulu ya. Anak mbak bangun. Jangan lupa nanti pengajian ba'da maghrib." Sania lalu berpamitan pulang. Sayang sekali, padahal dia udah mau nyebut nama wanita itu. Azalea semakin dibuat penasaran karena ucapan kakak iparnya itu. Entah kenapa, sekarang Azalea mulai tertarik sama masalah Ibrahim.
~~~
"Assalamu'alaikum!" ucap Ibrahim saat masuk ke kamar.
"Wa'alaikumussalam!" jawab Azalea yang tengah sibuk memasang kerudung di depan cermin.
"Mau kemana?" tanya Ibrahim.
"Ke pengajian. Ish, susah banget. Tolong pasangin dong." Azalea berjalan menghampiri Ibrahim seraya memberikan jarum pentul.
"Kalau aku yang pasangin nanti wudhu kamu batal, pakek jilbab yang lain aja." Ibrahim mengambilkan jilbab bergo di lemari dan memberikannya pada Azalea.
"Pakek ini," kata Ibrahim. Wanita itu langsung mengganti kerudungnya dengan kerudung pemberian Ibrahim.
"Kamu mau ke pengajian bareng siapa?" tanya Ibrahim. Laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat sang istri yang perlahan mulai berubah ke arah yang lebih baik.
"Bareng Mbak Sania," jawab Azalea.
"Udah kenalan sama Mbak Sania?"
Azalea mengangguk. "Tadi Mbak Sania ke sini ngasih brownies."
"Mau aku anter ke rumah Mbak Sania?" tawar Ibrahim yang langsung diiyakan oleh Azalea. Sebenarnya dia juga mau minta anter tapi keburu ditawari duluan.
"Tadi udah sholat maghrib?" tanya Ibrahim saat keduanya berjalan ke rumah Yusuf dan Sania.
"Udah, nunggu kamu kelamaan jadi aku sholat duluan," kata Azalea yang hanya dibalas senyuman oleh Ibrahim. Perlahan, Azalea akan terbiasa melakukan ibadah tanpa paksaan dari Ibrahim lagi.
Setelah menunggu Sania selesai bersiap, Azalea dan kakak iparnya itu berangkat ke pengajian. Sedangkan Ibrahim melanjutkan ngobrol bersama kakak keduanya, Yusuf.
Lagi-lagi banyak santriwati yang bersalaman pada Azalea saat wanita itu baru sampai di musholla. Jujur, Azalea masih kikuk dengan kebiasaan barunya ini. Tapi perlahan dia juga terbiasa dengan sikap santriwati terhadapnya.
Azalea dan Sania duduk berdekatan dengan Umi Aisyah dan Aliya yang lebih dulu datang. Seperti biasa, sang ibu mertua menyambut Azalea dengan ramah. Sedangkan sang kakak ipar pertamanya hanya diam tak menyapanya.
Acara pengajian selesai sekitar pukul 8 malam. Azalea, Umi Aisyah dan kedua kakak ipar Azalea pulang ke rumah seusai sholat isha berjama'ah.
Sesampainya di rumah, Azalea langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur karena punggungnya terasa kaku setelah duduk terlalu lama.
"Udah pulang?"
Azalea kembali membuka matanya saat mendengar suara Ibrahim yang keluar dari kamar mandi.
"Hmm," sahut Azalea singkat lalu kembali menutup matanya.
"Udah sholat isha?"
"Hmm."
"Makan dulu ya? Tadi aku beliin sate," kata Ibrahim yang langsung membangkitkan Azalea.
"Oke," kata gadis itu bersemangat lalu pergi ke dapur untuk makan.
Ibrahim yang tadinya sudah makan duluan hanya duduk menemani Azalea makan malam di meja makan. Wanita itu terlihat sangat lahap memakan sate yang diberikan Ibrahim sampai habis tak tersisa.
"Gimana pengajiannya?" tanya Ibrahim selesai Azalea makan.
"Materi ceramahnya lumayan menarik sih buat aku yang baru pertama kali ikut pengajian tapi pas baca itunya aku gak tau," ujar Azalea.
"Baca apa?" Ibrahim terkekeh mendengar cerita istrinya.
"Baca is ... is ... is apa gitu aku lupa," kata Azalea.
"Istigosah?" tebak Ibrahim.
"Laaa itu, aku gak bisa," aku Azalea dengan memanyunkan bibirnya.
"Mulai besok sehabis sholat maghrib kita baca istigosah biar kamu bisa ya?" usul Ibrahim. Sebenarnya Azalea masih malas untuk melakukan hal seperti itu, tapi dia masih ingat tatapan elang Aliya saat pembacaan istigosah tadi. Wanita itu menatap Azalea tajam karena Azalea hanya diam dan tidak ikut membaca. Alhasil Azalea terpaksa mengiyakan ucapan Ibrahim.
Selesai makan, Azalea dan Ibrahim kembali ke kamar untuk istirahat. Masih seperti malam sebelumnya, dengan guling yang membatasi keduanya. Azalea sibuk bermain ponsel di sisi kanan tempat tidur sedangkan Ibrahim sibuk membaca kitab shahih bukhari untuk menguatkan hafalannya.
Azalea melirik Ibrahim yang duduk di sampingnya. Jujur Azalea sudah memikirkan ini sejak pulang dari pengajian tadi. Tapi dia sedikit ragu untuk bertanya pada Ibrahim.
"Ibra!" Tidak ada pilihan lain. Untuk menghilangkan rasa penasarannya, dia memang harus bertanya langsung pada Ibrahim.
Ibrahim menoleh. "Iya?"
"Emang sebelum dijodohin sama aku, kamu pernah dijodohin sama cewek lain?" tanya Azalea.
Ibrahim tersenyum mendengar pertanyaan Azalea. Laki-laki itu lalu meletakkan kitab di tangannya di atas nakas. "Kenapa kamu tiba-tiba tanya masalah itu?" tanya Ibrahim yang tidak bisa menyembunyikan senyuman di wajahnya.
Azalea langsung memalingkan pandangannya, menghindari tatapan Ibrahim. "Ya pengen tau aja," kata Azalea dengan gaya cueknya.
"Aku pernah dijodohin tiga kali."
Jawaban Ibrahim membuat mata Azalea melebar. "3 kali? Sama siapa aja?" tanya Azalea masih tidak percaya.
"Aku pernah dijodohin sama keponakan Kyaiku di pesantren, pernah juga dijodohin sama putri beliau, yang terakhir sempet mau dijodohin sama wanita pilihan Umi," jelas Ibrahim.
Jawaban Ibrahim semakin membuat Azalea bingung dengan pemikiran laki-laki itu. Jelas-jelas dia sudah dihadapkan dengan pilihan wanita yang baik-baik, kenapa dia malah menikahi Azalea? Batin Azalea.
Azalea menempelkan punggung tangannya ke dahi Ibrahim. "Kamu sehat?" ujarnya. Dengan wajah polos Ibrahim mengangguk. Dia tidak mengerti maksud Azalea bertanya begitu.
Azalea merubah duduknya menghadap Ibrahim. "Gini ya Ibra, jujur aku bingung sama pemikiran kamu. Kenapa akhirnya kamu malah nikah sama aku? Kenapa gak milih salah satu dari mereka yang jelas-jelas wanita baik-baik dan pastinya sesuai sama tipe kamu?" cerocos Azalea.
Ibrahim tersenyum. "Itu pertanyaan yang sebenernya sulit buat aku jelasin. Semua itu memang sudah ditakdirkan Za. Jodoh memang seperti itu karena pasangan yang terbaik menurut kita belum tentu baik menurut Allah," jelas Ibrahim.
"Jadi maksud kamu, aku ini pasangan terbaik menurut Allah buat kamu?" sambung Azalea.
Ibrahim mengangguk. "Insyaallah begitu."
"Kamu tau dari mana kalau aku ini yang terbaik menurut Allah?" Azalea terus menyerang Ibrahim dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah menumpuk di kepalanya.
"Setiap kali aku dijodohkan, aku selalu minta petunjuk sama Allah. Saat perjodohan dengan 3 wanita sebelumnya, semakin hari aku tambah gak yakin buat melanjutkan ta'aruf padahal aku sudah kenal sama mereka. Anehnya waktu sama kamu, aku malah tambah yakin bahkan waktu itu aku belum tau wajah kamu, belum tau kehidupan kamu seperti apa."
Azalea mengerutkan alisnya. "Kamu gak tau aku aslinya kayak apa?"
"Tau, setelah aku memutuskan untuk menjalin hubungan ta'aruf sama kamu, orang tuaku ngasih tau dan saat itu aku tambah yakin buat nikah sama kamu."
"Beneran sinting ni orang," gerutu Azalea.
"Kamu tau kan aku ini anggota geng motor, sering ikut balapan liar, sering nongkrong sama cowok-cowok-"
Ibrahim tertawa. "Aku tau, Za."
"Tau ah pusing, aku gak ngerti sama pikiran kamu." Azalea mengibaskan tangannya lalu berbaring untuk tidur. Melihat tingkah Azalea, Ibrahim hanya tersenyum lalu ikut berbaring.
Bersambung ...
Next?
Jangan lupa vote and comment 💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro