two
Author POV.
"Sel. Ayo makan," bujuk mamanya. Selvia hanya menggeleng.
Liana Summer Cathryn, adik dari Selvia hanya menggelengkan kepalanya melihat kakak nya itu.
Kenapa Summer? Karena, Liana lahir di musim panas. Dan sebenarnya, Selvia juga ada nama panjangnya.
Selviana Autumn Bethany. Karena Selvia lahir di musim gugur.
Lalu pintu kamar RS Selvia terbuka dannn......
"Sellllllllllll." Kara teriak dan langsung memeluk Selvia.
Teman-teman Selvia hanya bengong. Tentu saja mereka bengong. Mereka tidak mengenal siapa itu perempuan yang sedang memeluk temannya.
"Karaaaaa. Kuping gue budek sialan!" Selvia meronta.
Kara langsung melepas pelukannya dan nyengir kuda.
"Hehe. Sorry. Hai, Tante Vera," sapa Kara dengan sopan.
"Hai, Kara. Kamu bareng siapa kesini? Pacar kamu? Gak sama mama kamu? Casey mana?" Tante Vera langsung bertanya bertubi-tubi pada Kara.
"Mama. Kebiasaan deh. Tanya nya satu-satu. Si Kara kesian." Selvia mendecak sebal. Mamanya ini kebiasaan sekali kalua bertanya suka langsung bejibun.
"Gapapa. Udah biasa. Aku bareng sama temen aku, Tan. Aku kabur dari rumah. Jadi gak bareng mama maupun Casey. Tolong ya, Tan. Jangan kasih tau ke Casey atau mama kalo aku kesini." Kara memohon.
"Iya, nak."
"Coy. Lu kenapa bisa dikeroyok lagi sih? Katanya lu udah tobat kan?" Kara mengiinterogasi.
Selvia mendecak sebal. "Udah deh. Gak usah nanya itu lagi bisa gak sih. Bosen gue. Oh iya. Itu temen-temen gue. Yang paling kiri itu Randy, sebelahnya, pacarnya Randy, Aira. Terus itu 2 bocah kucrut, sodaraan, yang cewek namanya Milly, yang cowok namanya Milo." Selvia memperkenalkan dengan cepat.
"Haiiiiii." Teman-teman Selvia memberi salam bersamaan.
"Haiiiiii jugaaaaa." Kara membalas dengan ceria. Kara beda dengan yang biasanya. Yang jutek, galak dan pendiem. Kali ini dia ceria, baik dan ramah. Selvia menyadari hal itu. Dia tau persis sepupunya seperti apa.
"Kalo yang disamping gue ini namanya Brian." Kara memperkenalkan.
"Hai," sapa Brian.
"Yauda. Makan yuk." Ajak tante Vera.
"Ish. Mama. Terus aku gimana?" Rengek Selvia.
"Alah. Biasa juga lu sendiri. Udah yuk, Tan. Cabut." Kara dan yang lainnya pergi meninggalkan Selvia sendirian yang hanya bisa memaki Kara pelan dari tempatnya.
Selvia turun dari kasurnya dan berjalan di sepanjang koridor rumah sakit.
Tiba-tiba kepalanya pusing, mungkin efek karena lukanya.
Tidak lama kemudian dia merasa tubuhnya mulai goyah hingga hampir saja ia terjatuh kalua tidak ada yang menahan tubuhnya dan menggendongnya kembali ke kamar. Otomatis Selvia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang menolongnya.
Dan ta-da. Ternyata itu cowok yang membasmi anak Karalanggar waktu itu. "Elu lagi? Kok lu tiap hari ada di RS sih? Lu penghuni ini rumah sakit ya?" Selvia bertanya pada cowok yang menolongnya waktu itu.
"Orang ini rumah sakit gue." Dengan pelan, cowok itu membaringkan tubuh Selvia di kasurnya lagi.
"Makasih. Ngomong-ngomong, nama lu siapa?"
"Gue, T.William Nicholas. Gausah tau nama panjangnya." Troy memperkenalkan diri.
"Oh. Gue Selviana Autumn B. Gausah tau nama panjangnya." Mengikuti cara biacaranya WN.
Plok plok plok.
Ada suara tepuk tangan dibelakang Troy. "Give applause, give applause. Bravo bravo." Selviana langsung tau suara siapa itu. Milo.
"Milo. Lu ngapain disini? Bukannya lu lagi makan?" Selvia bertanya pada Milo.
"Gue mau ambil dompet gue. Hehe. Sorry ganggu." Milo ambil dompet dan langsung pergi lagi.
"Maafin dia ya, WN. Dia emang begitu." Selvia nyengir kuda.
"Never mind."
☆☆☆
"Tan. Sel. Dan teman-teman sekalian haha gue pulang dulu yaa. Byeee." Kara pulang. Bersama dengan Brian.
"Tan. Kita juga pamit pulang dulu ya," ucap Randy.
Tante Vera hanya tersenyum mengiyakan.
"Ma. Liana mana? Kok belom dateng? Papa juga mana?" tanya Selvia. Karena seingatnya, tadi ada Liana.
"Tadi udah pulang duluan. Liana kan bentar lagi ada UN SMP. Kamu sih. Berantem terus. Kamu kan masih kelas 10, Sel."
"Yaelah, mama. Aku kan juga udah tobat." Selvia memutar bola matanya.
Lalu mamanya pergi.
Tok tok tok
"Hai, Sel." Selvia menoleh dan mendapati WN sedang duduk di kursi pengunjung di samping kasur Selvia.
"Hai. Ngapain lagi lu? Bukannya lu tuh masih belum sembuh ya perutnya?"
"Hehe. Ga ada kerjaan di rumah abisnya." Selvia hanya ber-oh ria.
"Sel. Papa dateng tuh. Eh. Ada temen." Mama Selvia masuk ke kamar Selvia.
"Dia WN, Ma. Orang yang nolong aku waktu aku dikeroyok."
"Kakakkkkkkkkkkkkkk." Liana menghambur ke pelukan Selvia.
"Li. Li. Li. Lu gila ya? Samanya lu ama Kara. Sakit bego. Lepas. Lepas." Liana melepas pelukannya pada Selvia.
Liana hanya nyengir kuda dan menatap WN dan selvia bergantian.
"Kak. Dia siapa? Pacar kakak? Kok aku ga pernah liat ya?"
"Anak kecil gak usah kepo." Selvia mencubit pipi Liana pelan.
"Ahhh. Kakak. Sakit tau. Kalo bukan pacar kakak, boleh dong aku ambil?" Liana memasang tersenyum paling manis pada WN.
Selvia langsung menjitak kepala adiknya, "Anak kecil. Bocah. Belum boleh pacaran. Sekolah aja belum becus. Belajar dulu sono. Bentar lagi kan UN."
"Aduhhh. Kakak. Sakit tau. Mamaaaa. Kakak jitak kepala aku," adu Liana.
"Selvia. Gak boleh kasar gitu ah sama adik kamu." Selvia hanya memutar bola matanya dan kembali menatap Liana.
"Apa liat-liat?" Selvia melotot pada adiknya yang memeletkan lidah nya ke Selvia.
WN hanya tersenyum melihat keluarga Selvia yang lucu. Tidak seperti keluarganya yang terpecah berai.
"Nak WN sudah makan?" tanya Om Ethan, papa nya Selvia.
"Udah kok, Om." WN tersenyum. Om Ethan hanya ber-oh ria.
"Yauda, deh om. Saya pamit dulu ya." Pada akhirnya, WN pamit pulang.
☆☆☆
WN POV.
Hal ini yang gue sadari kala melihat keluarga Selvia tadi.
Ternyata keluarga gue benar-benar keluarga yang berantakan.
Kenapa?
Karena keluarga gue sudah hancur. Waktu gue masih umur 5 tahun, orangtua gue sudah bercerai. Kenapa? Karena ternyata Papa memang tidak menyayangi Mama. Pernikahan mereka bukan berlandaskan saling menyukai tapi hanya karena perjodohan. Lahirnya gue di dunia ini pun juga suatu kecelakaan. Sangat klise. Papa yang sedag mabuk, pulang-pulang ke rumah langsung 'begituan' ke Mama dengan paksaan.
Dan sampai umur gue 5 tahun, mungkin Papa sudah tidak mau dan tidak bias mempertahankan rumah tangga ini, jadi dia menceraikan Mama dan menikah lagi dengan wanita lain. Mama sendiri juga menikah lagi dengan pria lain, kekasinya yang ia cintai dari jaman sekolah menengah atas sampai sekarang.
Entah umur berapa tepatnya, gue lupa, tiba-tiba Papi -Om Josh selaku Papi tiri gue yang gue panggil Papi- membawa anak laki-laki pulang. Saat kami tanya itu siapa, itu adalah anak Papa dari pernikahan keduanya. Anak laki-laki itu masih sangat-sangat kecil. Wajahnya pun sangat mirip Papa. Kenapa dia bisa di rumah kami? Karena Papa dan istrinya kecelakaan hingga membuat mereka meninggal saat sedang perjalanan pulang setelah menjemput Papa di Bandara. Nama anak itu Foster. Umurnya 15 tahun sekarang.
"Will pulang." Gue langsung naik ke atas. Dan gue kaget pas tau mama udah terkulai lemas di karpet kamar gue dengan tangannya yang berdarah.
"Ma. Mama. Mama kenapa?" Gue panik. Gue gak mau kehilangan orangtua kandung gue satu-satunya. Soalnya lukanya itu adanya tepat di nadi tangan mama gue. Itu gawat.
"Halo. Pa. Mama berdarah, Pa." Gue memutuskan untuk langsung telpon papa gue. Kebetulan Papa juga lagi perjalanan pulang.
"Ma. Mama bertahan ya. Jangan tinggalin Will." Darah mama gue udah banyak keluar. Liat aja. Sekarang tangan dia dingin dan mukanya pucet banget.
"Will. Ayo bawa mama kamu ke mobil. Kita ke RS." Pas Papa sampai rumah, kita langsung pergi ke RS. Sama Papa gue. Bukan Papi gue.
-------------------------------------------------------------
Haiiiii.. ketemu lagi nihhhhh. Yeyyyy semoga suka yaaa
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro