Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

👉 Chapter 7

Previous

Sehun mengernyitkan dahinya bingung saat ia dan Chanyeol sudah turun dari mobil. Ia bingung. Di hadapannya tampak berdiri sebuah rumah– ah, lebih tepatnya sebuah mansion mewah berlantai tiga. Gadis itu kemudian menatap ke arah Chanyeol, menuntut sebuah jawaban. Apakah benar yang ada di hadapannya itu adalah hotel?

“Waeyo?” tanya Chanyeol.

“Ini ... di mana?” tanya Sehun balik.

“Ah ... ini. Oke, selamat datang di rumah keluarga Park.”

“Mwo?!”

Tanpa banyak bicara, Chanyeol langsung menarik tangan Sehun dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumahnya.

“Yak, Chanyeol-ssi!” Sehun benar-benar ingin protes sekarang. Namun, interior rumah Chanyeol mampu membiusnya. Gadis itu mengernyit. Kenapa bisa ada rumah seperti ini? Eksterior yang pure bergaya Eropa, namun begitu melihat interiornya, sangat-sangat berbeda. Modern, itulah kata yang dapat menggambarkan desain interior rumah keluarga Park. Segala jenis furniturnya betul-betul modern. Hanya pigura foto sajalah yang masih bergaya klasik. Gadis itu melamun.

“Ekhem,” Chanyeol berdeham. “Kenapa? Bukankah kau anak orang kaya? Harusnya kau tidak seperti ini saat melihat rumahku.”

Sehun langsung berdecak mendengarnya. “Park Chanyeol-ssi, bukankah tadi aku bilang kalau aku ingin pergi ke hotel? Kenapa kau malah membawaku ke sini?”

Bukannya merasa bersalah, Chanyeol malah nyengir lebar. “Memangnya kenapa? Bukankah di sini lebih baik? Kau tidak perlu mengeluarkan uang.” Pemuda itu lalu kembali menarik tangan Sehun menuju kamarnya. “Ayo!”

“Yak, Chanyeol-ssi!”

Chanyeol baru melepaskan tangan Sehun begitu telah sampai di dalam kamarnya. Pemuda itu tampak santai-santai saja saat melihat tatapan tajam yang Sehun tunjukkan padanya. “Kenapa?” tanyanya. “Apa kau marah?”

“Ya, aku marah,” jawab Sehun dingin.

Chanyeol kemudian tersenyum. “Daripada kau marah, mending kau duduk di sini dulu,“Chanyeol menggiring Sehun agar duduk di atas ranjangnya, “aku akan ke dapur sebentar. Ini memang sudah lewat jam makan malam. Namun, feeling-ku mengatakan kalau kau belum makan. Jadi, kau harus makan.”

“Tapi–”

“Hush,” Chanyeol langsung menaruh jari telunjuknya ke bibir Sehun yang mampu membuat gadis berkulit pucat itu langsung terdiam. “Tidak ada penolakan. Aku tidak menerima alasanmu. Biar kau mengatakan kalau kau sudah kenyang pun, aku tidak peduli. Jadi, kau tunggu di sini dulu, oke?” Chanyeol lalu melangkah pergi dari sana.

Sehun tidak menjawab. Gadis itu hanya menatap kepergian Chanyeol dalam diam. Dan tak lama kemudian, gadis itu menghela napas berat. “Astaga, kenapa aku bisa berada di tempat asing seperti ini?”

Beberapa menit kemudian, akhirnya Chanyeol kembali. Namun, bukannya makanan yang ia bawa, melainkan sebuah paper bag. “Ini adalah piyama. Kau bisa memakainya nanti setelah makan malam. Tidak mungkin 'kan, kalau kau memakai pakaian seperti itu saat tidur? Sama seperti tadi. Kali ini, aku juga tidak menerima penolakan,” cerocos Chanyeol sambil memberikan paper bag tersebut kepada Sehun.

Mau tidak mau, Sehun pun menerima paper bag itu. Benar apa kata Chanyeol, tidak mungkin dia akan memakai pakaian seperti ini saat tidur. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolahnya. Belum ganti pakaian biasa, bahkan mandi pun belum. “Terima kasih” ucapnya pelan, nyaris berbisik.

Ne,” balas Chanyeol, lalu tersenyum.

Tak lama kemudian, datang lima orang maid yang masing-masing membawa nampan yang berisi makanan. Chanyeol pun tersenyum lebar melihatnya. Bahkan, Sehun  sampai heran melihat Chanyeol yang sedari tadi tersenyum melulu. Tidak seperti dirinya yang bahkan untuk menyunggingkan bibir ke atas sedikit saja rasanya begitu sulit.

“Ayo, kau harus makan.” Lagi-lagi, Chanyeol harus menarik lengan Sehun agar gadis itu tak bergeming. Keduanya pun kemudian duduk di kursi yang memang sudah tersedia di dalam kamar tersebut.

“Kenapa harus makan di dalam kamar kalau ada ruang makan?” kata Sehun.

Chanyeol mendesah. “Masuk kemari saja aku harus menarik tanganmu dulu. Kau tahu, itu juga butuh tenaga ekstra.”

Kini, giliran Sehun yang mendesah. Ya, ucapan Chanyeol tidak sepenuhnya salah. Bahkan, benar. Dan mungkin saja, pergelangan tangan Sehun akan memerah nanti jika terus ditarik-tarik melulu.

“Kalau begitu, selamat makan. Kau harus menghabiskannya. Aku masih kenyang. Jadi, kau sendiri yang harus menghabiskannya.”

“Apa?!” kaget Sehun. Apa Chanyeol sudah gila? Makanan yang terhidang di hadapannya saat ini tidak sedikit. Dan Sehun, gadis itu bukanlah manusia yang memiliki sifat rakus. Bagaimana mungkin dia bisa menghabiskannya? Mungkin bisa, jika Chanyeol juga ikut makan. Sehun lalu melipat kedua tangannya di depan dada. “Shireo. Aku tidak mau makan kalau kau tidak ikut makan juga,” tolak Sehun.

“Yak, Sehun-ssi. 'Kan tadi aku sudah bilang, kalau aku masih kenyang. Apa kau tidak memahami perkataanku tadi, eoh?”

“Pokoknya aku tidak mau memakannya sendiri. Kau harus ikut makan. Aku tidak mau menerima penolakan.”

Chanyeol menghela napas panjang. “Baiklah. Lebih baik aku kekenyangan daripada kau tak makan sama sekali,” putusnya kemudian.

Sehun tersenyum tipis. Akhirnya, kedua bibir itu tersungging ke atas, walaupun hanya sedikit. Dan itu, karena Chanyeol.

Satu jam kemudian ....

Sehun tersenyum samar saat melihat Chanyeol dengan keadaan mulut terbuka dan tangan yang memegangi perutnya. Pemuda itu kekenyangan. Kali ini, Sehun dengan sengaja berlaku curang. Gadis itu hanya memakan sedikit makanan yang ada di atas meja, sedangkan sisanya, pemuda di hadapannya itulah yang menghabiskannya.

“Kau curang, Sehun-ssi,” ucap Chanyeol sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Sehun.

“Curang? Apanya yang curang?” tanya Sehun santai.

“Tentu saja kau,” jawab Chanyeol.

Brak

Pemuda itu kemudian menggebrak meja di depannya dengan sedikit keras. “Gara-gara kau, perutku jadi buncit.”

“Oh, ya? Lantas, apakah dengan kondisi perutmu yang membucit, itu adalah kesalahanku?” Sehun lalu mendesah. “Kau sendiri yang terlalu nafsu. Seperti orang yang tidak pernah makan selama berhari-hari.”

“Apa?! Hei! Kau menghinaku?”

“Tidak. Kau saja yang merasa seperti itu,” elak Sehun. Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari Chanyeol.

“Kau mau ke mana?” tanya Chanyeol.

“Kau sendiri 'kan yang bilang, kalau aku harus berganti pakaian setelah makan. Apa kau lupa? Tsk, dasar pelupa,” kata Sehun, lalu meraih paper bag yang tergeletak di atas ranjang, kemudian melangkah menuju kamar mandi.

“Oh iya. Kenapa aku jadi pelupa, ya?” Chanyeol memukul dahinya pelan. Pemuda itu kemudian bangkit dan berjalan keluar dari kamarnya.

***bad***

Sehun menatap sunyinya malam lewat jendela kamar Chanyeol. Pandangannya lurus ke depan, namun pikirannya berpetualang jauh ke kejadian yang terjadi tadi saat ia masih berada di rumahnya.

Tes

Tes

Tes

Tepat, bersamaan dengan turunnya air hujan, air matanya mengalir. Ya, ia menangis. Dalam diam. Melupakan itu adalah hal yang sulit, apalagi melupakan suatu hal yang menyakitkan. Dan itu, Sehun alami. “Han Sae Byun, kau telah membuat appa menjadi seorang pria yang jahat,” ucapnya lirih.

Han Sae Byun. Dia adalah ibunya Tao. Wanita yang dulu pernah dikencani oleh Oh Sae Jong dan menjadi istri keduanya. Wanita yang saat ini menjadi daftar orang yang dibenci oleh Sehun.

Ceklek

Pintu kamar itu terbuka, menampilkan seorang pemuda tampan yang mengenakan setelan piyama bermotif kotak-kotak berwarna putih-biru. Itu Park Chanyeol, melangkah menghampiri Sehun yang sedang menatap pemuda itu dengan ekspresi datar andalannya. Ya ... meskipun tadi sempat terkejut sebentar karena mendengar suara pintu yang terbuka tiba-tiba. Buru-buru gadis itu langsung menghapus air matanya dengan telapak tangannya.

“Kau belum tidur?” ucap Chanyeol begitu sudah berdiri di sebelah Sehun.

Sehun tidak menjawab. Gadis itu malah kembali menatap pemandangan luar jendela yang kini diguyur oleh air hujan tersebut.

“Hei, Sehun-ssi! Kenapa kau belum tidur, hah? Apa ... kamar ini tidak nyaman untukmu?” tanya Chanyeol. “Ya ... aku mengerti. Tidak ada kamar yang lebih nyaman selain kamar sendiri. Bukankah begitu?”

“Tidak,” sahut Sehun.

“Oh. Tidak, ya.”

“Tidak ada seorang ibu yang membuat kita nyaman selain ibu kandung kita sendiri. Tsk, bahkan aku sudah lupa bagaimana rasanya memiliki ibu kandung.”

Chanyeol hanya diam. Namun, matanya terus menatap gadis di sampingnya itu dalam. Dengan melihatnya saja, ia sudah tahu, kalau Sehun sedang menyimpan suatu hal yang tidak ingin dibagi dengannya. Terlihat jelas dari air mata yang keluar lagi dari pelupuk matanya. Tanpa banyak pikir, pemuda itu langsung menggerakkan tangannya untuk menghapus air mata itu. “Uljima ... tak seharusnya kau menangis. Apalagi, karena suatu kenangan yang buruk.”

“Sok tahu,” balas Sehun sambil menepis tangan Chanyeol, dan menghapus air matanya sendiri.

“Hei, aku bukannya sok tahu. Tapi, memang itulah kenyataannya. Kenangan buruk memang terkadang mampu membuat seseorang bersedih. Dan sebaliknya, kenangan baik mampu membuat seseorang tersenyum,” ujar Chanyeol panjang lebar. Dan itu, mampu membuat Sehun berdecak lidah.

“Yah ... terserah kau saja,” kata Sehun sambil berlalu pergi meninggalkan Chanyeol menuju ranjang.

“Apa kau sudah mengantuk? Kau ingin tidur?” tanya Chanyeol.

“Ya,” sahut Sehun sambil menarik selimut tebal milik Chanyeol menutupi badannya.

“Baiklah. Kalau begitu, selamat tidur. Jaljayo, Sehunie.”

“Apa?!” Sehun langsung bangun begitu ia mendengar Chanyeol menyebut namanya tanpa embel-embel '-ssi'. Tatapannya langsung berubah tajam.

Annyeong ....” Chanyeol pun buru-buru keluar dari kamarnya saat melihat tatapan tajam dari Sehun.

“Sehunie? Tsk, bisa-bisanya dia memanggilku seperti itu.”

***bad***

“Sehun-ssi! Hei, bangunlah.” Chanyeol menepuk-nepuk pipi Sehun pelan saat pagi sudah menyapa. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 07.05, yang mana itu berarti sudah waktunya bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

“Enghh ...,” Sehun menggeliat. Gadis itu perlahan membuka kedua kelopak matanya. Tak biasanya ia bangun di jam segini. Mungkin karena kelelahan, jadinya ia terlambat bangun. “Aaaaaaaaa ...!!!”

Teriakan Sehun yang tiba-tiba itu mampu membuat Chanyeol terlonjak kaget. Pemuda itu memegangi dadanya. Beruntung dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung, jadi aman-aman saja.

“Yak! Dasar Park Chanyeol mesum!” Sehun berseru sambil melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Chanyeol. Ya, siapa pun pasti akan seperti Sehun jika melihat ada seorang pria yang hanya mengenakan handuk saja untuk menutupi bagian intimnya, dan berada sangat dekat denganmu. Pasti semua orang akan berpikiran yang tidak-tidak.

“Yak! Sehun-ssi! Aku cuma berniat membangunkanmu saja!” elak Chanyeol sambil mencoba menghindari bantal yang dilempar oleh Sehun ke arahnya.

“Membangunkanku?! Yak! Harusnya kau memakai pakaianmu dulu!” Wajah Sehun terlihat memerah, antara malu dan marah bercampur menjadi satu.

“Kau tahu, aku tidak berpikiran sampai ke situ.”

Bullsh*t!”

“Aku serius, Sehun-ssi.”

Akhirnya Sehun berhenti melempari Chanyeol dengan bantal, karena stok bantal yang ada di dekatnya sudah habis. Napasnya naik-turun. Kesal sekaligus lelah. Melihat Sehun yang sudah bergeming, Chanyeol pun kemudian mendekati gadis itu.

“YAK!”

Namun, teriakan dari Sehun menghentikan langkahnya. “Baiklah, baiklah. Aku akan memakai pakaian dahulu. Oh ya, aku sudah menyiapkan pakaian untukmu. Pakaian biasa dengan seragam sekolah. Apa kau ... mau pergi ke sekolah?”

Sehun menggeleng. “Buat apa? Ke sekolah pun ... tak ada gunanya.”

“Baiklah kalau begitu.” Chanyeol tersenyum. “Hari ini kita membolos.”

“Yak! Cepatlah pakai pakaianmu!”

“Iya, iya.”

***bad***

From : Oh Sae Jong

Apa kau tahu di mana anakku berada sekarang? Aku sangat mengkhawatirkannya. Namun, aku tidak bisa menemuinya saat ini.

Pemuda itu tersenyum saat membaca sebuah pesan yang masuk dari Oh Sae Jong tersebut. Jari-jemarinya kemudian bergerak lancar untuk membalas pesan tersebut.

To : Oh Sae Jong

Anda tidak usah khawatir. Anak Anda, Oh Sehun, ada bersamaku sekarang.

.

.

.

Tbc ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro