Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

👉 Chapter 14

~Happy Reading~

.

.

.

"Kyungsoo-ssi!"

Kai mencoba mengejar langkah Kyungsoo yang berjarak beberapa meter darinya itu. Sudah sangat lama rasanya Kai tidak pernah melihat Kyungsoo lagi. Terakhir kali saat Kyungsoo baru dua bulanan berada di kelas 2 SHS.

"Kyungsoo! Kyungsoo-ya!" panggil Kai, lagi.

Grep!

Akhirnya, Kai pun berhasil mencekal tangan Kyungsoo. Gadis itu terpaksa menghentikan langkahnya.

"Kenapa kau pergi?" tanya Kai.

Kyungsoo berdecak, lalu dia berbalik. Menghadap ke arah Kai dengan tatapan dinginnya. "Wae? Bukankah itu kesukaanmu, eoh? Pergi. Tapi, setidaknya aku tidak pergi sesuka hati. Aku pamit. Tidak seperti dirimu," ucapnya.

"Kyungsoo-ya ... mianhae."

"Apa dengan kau meminta maaf sakit hati ini akan hilang?"

"Kyungsoo-ya ...."

"Kenapa aku harus melihatmu lagi, hah? Wae?!"

"Mianhae." Kai terus saja meminta maaf kepada Kyungsoo.

Kyungsoo mendesah. "Aku tidak butuh kata maafmu itu," ucapnya, lalu melengos pergi meninggalkan Kai.

"Kyungsoo-ya!" seru Kai tanpa mencoba mengejar Kyungsoo. Sebab, percuma saja baginya mengejar gadis itu. Kyungsoo akan tetap membencinya.

.....

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Namun, Kai belum juga kembali menemui Sehun. Gadis itu kini hanya berdua saja dengan Chanyeol di ruang rawatnya.

"Kai ke mana, sih? Kenapa sedari tadi belum kembali juga?" gumam Sehun. Dia lalu mendengus kesal sembari menatap ke arah Chanyeol. Pemuda itu kini sedang tertidur pulas dengan kepala yang dibaringkan ke atas ranjang yang saat ini ditempati oleh Sehun.

"Dasar tukang bohong. Bukankah dia tadi bilang akan menjagaku? Terus, kenapa dia malah tidur?" gerutu Sehun kesal. Gadis itu kemudian menatap Chanyeol lekat-lekat. Lalu, dia menggigit bibir bawahnya. Sial, kenapa dia sangat tampan? batinnya. Duh, ke mana saja dirimu, Hun, sampai-sampai baru sadar, hah?

Tangan Sehun kemudian tergerak untuk menyentuh permukaan wajah Chanyeol. Namun, tiba-tiba saja, dengan gerakan cepat Chanyeol langsung mencekal tangan Sehun. Dan, hal itu pun membuat Sehun amat sangat terkejut.

"Apa yang akan kau lakukan, hah?" tanya Chanyeol lirih.

"A-aku ...."

Grep!

Chanyeol langsung menegakkan badannya, lalu meraih lengan Sehun agar mendekat padanya. "Kali ini, aku tidak akan membuat jantungmu berdebar-debar," ucapnya dengan nada menggoda.

Sehun yang masih dalam keadaan terkejut pun mengernyit bingung.

"Tapi, aku akan membuatmu tidak bisa tidur malam ini karena terus-terusan memikirkanku," lanjut Chanyeol.

"Yak, Park Chanyeol! Berhentilah membual."

Chu~

Chanyeol langsung mencium bibir Sehun.

Ceklek

"Maaf, aku ada urusan sebentar ta– oh astaga, kenapa aku harus melihat pemandangan seperti ini di tempat ini? Hh."

Sehun pun langsung mendorong dada bidang Chanyeol begitu melihat Kai memasuki ruangan tersebut.

"Ekhem," Kai berdeham, lalu melangkah menghampiri Sehun.

"Kau dari mana saja, hah?" tanya Sehun.

"Yak, Sehun-ah, kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau dekat dengan Kyungsoo?" tanya Kai balik.

"Kyungsoo? Hei! Aku tidak dekat dengannya!" elak Sehun. "Yak, ada hubungan apa kau dengan Kyungsoo, hah? Apa dia salah satu mantan selingkuhanmu?"

Kai berdecak. "Bukan."

"Lalu?"

"Aniya. Intinya, kau harus membantuku agar Kyungsoo mau memaafkanku." Kai lalu beralih kepada Chanyeol. "Kau juga, Chanyeol-ssi," ucapnya sambil menunjuk Chanyeol dengan jari telunjuknya.

"Kenapa harus aku juga?" protes Chanyeol.

"Karena ... ng ...." Kai mendesis. "Pokoknya kau juga harus membantuku." Dia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Chanyeol. "Atau aku tidak akan merestui hubunganmu dengan Sehun," ancamnya.

Chanyeol yang mendengarnya pun menelan ludahnya kasar. "Ne, ne. Aku akan membantumu," putusnya kemudian.

Kai tersenyum lebar mendengarnya.

"Kau berutang penjelasan, Kai-ya," ujar Sehun sembari menatap Kai penuh selidik.

"Ne?"

.....

"Jadi, Kyungsoo itu siapamu, Kai-ya?" tanya Sehun. Dia sudah seperti tukang introgasi dalam sebuah kasus sekarang. Mengintrogasi pemuda tan itu di dalam kamar rawatnya.

"Apa aku harus menceritakan semuanya padamu?" tanya Kai balik.

"Tidak perlu. Langsung ke intinya saja."

"Oke. Kyungsoo itu mantan kekasihku."

"Mwo?!"

"Ah, ani. Belum ada kata putus di antara kami. Jadi, status kami masih sepasang kekasih."

"B-bagaimana bisa?"

"Sehun-ah ... bantu aku, ya? Please ...." Kai merengek ke Sehun. Pemuda itu memasang wajah melasnya di hadapan gadis itu.

Sehun mendesah. "Shireo. Selesaikan saja masalahmu sendiri. Lagian, aku juga tidak tahu masalahmu apa," tolaknya.

"Tolong kau bujuk Kyungsoo agar dia mau memaafkan aku, ya? Aku mohon, Sehun-ah ...."

"Terus, apa yang akan aku dapatkan jika aku membantumu?"

"Aku akan merestui hubunganmu dengan Park Chanyeol."

Ctak!

"Yak! Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan pria itu!"

"Aish ... tidak pakai memukul kepalaku juga kali. Terus, ciumanmu dengannya tadi itu apa artinya, kalau tidak ada hubungan di antara kalian, hah?"

"I-itu ... ah, molla."

"Bantu aku, ya? Sehunie sayang ... ya, ya, ya?"

"Baiklah, aku akan membantumu. Tapi, aku sama sekali belum paham mengenai hubungan kalian."

Kai menepuk jidatnya pelan. Dia jadi curiga, apa jangan-jangan operasinya kemarin tidak sepenuhnya berhasil, dan membuat sebagian otak Sehun mengalami malafungsi. "Yak, Oh Sehun! Kepalamu baik-baik saja, kan? Kau tidak sedang kehilangan salah satu saraf di otakmu itu, kan?"

Ctak!

"Aduh!"

Sehun memukul kepala Kai untuk yang kedua kalinya. "Yak! Otakku baik-baik sajalah!"

"Terus, kenapa kau memberiku pertanyaan yang tadi sudah kau tanyakan, hah?"

Sehun menghela napas. "Kai-ya, maksudku itu, awal mula tragedi, kenapa kau bisa seperti itu dengan Kyungsoo. Maksudku, kenapa status kalian jadi mengambang kayak tinja di dalam kloset yang tidak disiram, eoh? Terus, kenapa juga kau harus memohon maaf kepada Kyungsoo? Silakan dijawab."

"Ng ... itu ...." Kai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kau tahu sendiri, kan, aku itu bagaimana?"

"Yeah. Playboy, hitam, pesek, dan ... ng ...."

"Stop! Stop! Stop! Jangan katakan lagi, oke."

"Jadi, intinya, kau meninggalkan Kyungsoo demi gadis lain, begitu?"

"Yah ...." Kai menunduk sendu. "Dan, aku menyesal sudah melakukan itu."

"Aku jadi kasihan dengan Kyungsoo. Kalau aku jadi dia, aku mungkin juga tidak akan memaafkanmu."

"SEHUN!"

.....

Beberapa hari kemudian

Sehun yakin, bahwa kehidupannya kini telah berubah 90°. Tak ada lagi batin yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang peduli padanya. Ayahnya, ibunya, mereka semua peduli padanya.

Kalau teman, sepertinya belum ada perubahan. Hanya Kai seorang. Ah, ditambah dengan Chanyeol. Namun, pemuda tinggi itu tidak memperlakukan Sehun layaknya seorang teman, tetapi layaknya seorang kekasih.

Dan, Kyungsoo ....
Gadis itu tidak pernah menjenguknya lagi sejak saat itu. Hanya sekali saja. Dan, Sehun menyalahkan Kai karena hal itu.

Sehun berjalan santai menuju ruang kelasnya. Dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa mulai hari ini, dia akan membuang kebiasaan membolosnya. Ya, dia janji itu. Dia juga ingin seperti murid-murid yang lain. Lulus dengan nilai yang memuaskan, dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi favorit. Menggapai cita-cita yang dulu pernah ditulisnya pada lembaran kertas waktu masih berada di bangku sekolah dasar.

Namun sayang. Sehun sudah melupakannya. Melupakan cita-citanya itu.

Gadis berkulit pucat itu tersenyum. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan cita-citanya yang terlupakan tersebut. Karena menurutnya, takdir manusia sudah ada yang mengatur, yaitu Tuhan. Apa pun cita-citamu, jika Tuhan tidak menakdirkannya, maka tak akan pernah tercapai. Sekalipun kau sudah berusaha. Maka dari itu, Sehun hanya bisa pasrah. Yang penting, dia sudah berusaha. Dia menuruti kata hatinya. Melakukan segala hal yang disukainya.

"Enak, ya, jadi dia. Tidak pernah mengerjakan tugas, suka membolos, tetap saja bisa bersekolah di sini. Tanpa khawatir akan dikeluarkan."

"Biasalah. Orang kaya memang seperti itu."

Sehun menghentikan langkahnya. Dia lalu menoleh ke samping kirinya. Dia melihat ada dua orang gadis yang barusan membicarakannya itu. "Enak, ya, jadi kalian. Bisa membicarakan keburukan orang lain dengan seenaknya, tanpa memikirkan perasaan orang yang kalian bicarakan tersebut," ucapnya.

Dua gadis itu pun tertegun. Mereka bergeming. Tanpa ada yang berniat membalas perkataan Sehun barusan.

Sehun lalu melenggang pergi. Tujuannya adalah ruang kelasnya, bukan mengurusi dua gadis dengan mulut kayak cabai itu. Mereka tidak tahu apa-apa tentangku, batin Sehun. Mereka tak pernah tahu, apa penyebab Sehun bisa berbuat buruk seperti itu. Keadaanlah yang menjadi tersangka utamanya.

Sehun menaruh tasnya ke atas meja, dan mendudukkan diri ke atas kursi begitu dia tiba di ruang kelasnya. Dia melihat Kyungsoo yang sibuk mencatat sesuatu di buku tulis. Gadis bermata bulat itu tidak menegurnya sama sekali. Mungkin saja Kyungsoo tidak melihat kedatangannya.

Sehun berniat ingin membicarakan suatu hal dengan Kyungsoo. Namun, baru juga ingin berdiri, ada orang lain yang membicarakannya lagi.

"Kukira dia sudah pindah. Eh, ternyata tidak."

"Mungkin ayahnya datang ke ruangannya kepala sekolah, lalu memohon-mohon agar anaknya tetap berada di sekolah ini. Atau tidak ... mungkin ayahnya memberikan tip kepada kepala sekolah agar menghapus huruf B di buku absennya."

Sehun mendengus. Dia sudah sering mendengar orang-orang membicarakan hal buruk tentangnya. Dan, Sehun menganggapnya hanya sebagai angin lalu. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Dia merasa kesal. Sehun lalu benar-benar bangkit dari duduknya. Gadis itu kemudian menatap dingin orang yang telah membicarakan keburukannya tadi. Detik selanjutnya, gadis itu tersenyum. Sebuah senyuman yang lebih terlihat seperti sebuah seringaian.

"Ya ... mungkin yang barusan kalian katakan benar. Ayahku datang menghadap kepala sekolah, lalu memohon-mohon atau memberikan tip agar aku tidak dikeluarkan dari sekolah ini," ujar Sehun. Dia lalu mendesah. "Itulah manusia. Hanya bisa berkomentar. Bicaralah sesuka hati kalian. Karena aku, tidak akan pernah peduli. Kalian membicarakan keburukanku pun ... tak ada untungnya. Tidak akan menghasilkan uang." Sehun kemudian melangkah menghampiri Kyungsoo.

"Kenapa kau membiarkan mereka mengataimu?" tanya Kyungsoo. Dia mendengar apa yang mereka bicarakan mengenai Sehun tadi. Dan, dia merasa kesal karenanya.

"Aku tidak membiarkannya. Mereka pasti akan berpikir jika paham dengan apa yang aku katakan tadi. Kecuali, ya, kalau mereka tidak paham," jawab Sehun santai. "Oh, ya, Kyungsoo-ssi. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu. Bisa kau ikut aku sekarang?"

Kyungsoo sudah menduga, bahwa cepat atau lambat, Sehun pasti akan mengintrogasinya. Menanyakan apa hubungannya dengan Kai. Eh, tapi, memangnya Sehun akan membahas hal itu, ya?

Kyungsoo pun mengangguk. Gadis itu beranjak dari duduknya. Mengesampingkan catatannya yang belum sepenuhnya rampung itu. Dia dan Sehun kemudian melangkah pergi dari ruang kelas tersebut.

Di sinilah Kyungsoo dan Sehun sekarang, di belakang gedung sekolah. Tempat yang tidak terlalu ramai, dan bahkan cenderung sepi.

"Kai sudah menceritakan tentang hubungan kalian padaku," ucap Sehun langsung pada intinya.

"Lalu?"

"Dan, dia menyuruhku membantunya untuk meminta maaf padamu."

Kyungsoo mendesah. "Tak perlu, Sehun-ssi. Percuma. Semuanya sudah terlambat. Aku sudah telanjur membencinya."

"Kyungsoo-ssi! Yak, kalau aku berada di posisimu, aku mungkin juga tidak akan mau memaafkannya. Tapi, kali ini, posisiku sebagai teman dekat Kai. Dan, terlebih lagi, dia adalah sepupuku. Jadi, apa pun risikonya, aku akan membantunya."

"Sehun-ssi!"

"Dia mengaku menyesal, Kyungsoo-ssi."

Kyungsoo menggeleng. "Tidak. Aku tidak akan memaafkannya. Itu terlalu sakit." Matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"Ini hanya masalah cinta saja, Kyungsoo-ssi. Jika kau jadi aku, kau mungkin saja akan merasakan yang lebih sakit lagi dibandingkan dengan yang kau alami itu. Dan, mungkin saja kau akan menyerah dengan hidupmu."

"Sehun-ssi." Kyungsoo menatap Sehun dalam. Mencoba memahami maksud dari ucapan gadis yang lebih tinggi darinya itu.

"Ah, sudahlah. Itu hanyalah sebagian masa lalu yang tak ada gunanya untuk diingat. Ayolah, Kyungsoo-ssi ... ya, ya, ya? Kau sendiri, kan, yang bilang padaku kalau kita ini teman? Oke, maaf jika kali ini kau harus melihat sisi lain dari diriku. Aku yang cerewet, aku yang pemaksa, aku yang–"

"Stop! Baiklah. Aku akan memaafkan sepupumu itu. Tapi ...."

"Tapi?"

"Ada syaratnya."

"Ya? Syarat? Apa syaratnya?"

"Syaratnya ...."

.....

"Aku senang, akhirnya aku bisa melihatmu duduk di sebelahku saat pelajaran tengah berlangsung." Chanyeol tersenyum lebar melihat Sehun yang tidak lagi membolos. "Bagaimana kalau nanti kita pergi ke gereja itu lagi?" ajaknya.

Sehun sama sekali tak menanggapi. Gadis itu tampak serius memperhatikan pelajaran yang sementara dijelaskan oleh guru di depan sana. Mengabaikan Chanyeol yang terus mengoceh itu.

"Sehun-ssi," panggil Chanyeol setengah berbisik. "Hei, nanti kita ke kantin bareng, ya? Aku yang traktir. Kau bisa memesan apa saja yang kau inginkan."

"Park Chanyeol-ssi!"

"Ah, ne, Saem."

Teguran dari guru itu pun membuat Chanyeol gelagapan. Jangan sampai beliau menyuruh Chanyeol menggantikannya menjelaskan di depan. Chanyeol tidak siap.

"Sudah berceritanya?"

"Ng ... sudah, Saem."

"Kalau begitu, keluar dari kelas ini sekarang juga!"

"Ya?" Chanyeol terlonjak kaget. "T-tapi, Saem ...."

"Tidak ada tapi-tapian."

"Ne, Saem." Dengan berat hati, Chanyeol pun beranjak keluar dari sana.

"Kau juga, Sehun-ssi!"

"Ne?" Sehun terkejut bukan main. "T-tapi, Saem ...."

"Keluar!"

Ini tidak adil. Sehun merasa bahwa dia tidak salah apa-apa. Dia sama sekali tidak merespons ucapannya Chanyeol. Tapi, kenapa dia juga harus keluar?

Dulu, mungkin ini adalah suatu hal yang membahagiakan bagi Sehun. Dikeluarkan dari kelas. Dia bisa menikmati kesendirian dan kebebasannya. Tidur, atau bahkan bisa merokok di rooftop sekolah. Namun, kali ini rasanya berbeda. Dia seperti tidak ikhlas. "Saem, aku bahkan memperhatikan apa yang Anda jelaskan sedari tadi. Kenapa aku juga Anda suruh keluar? Ini tidak adil, Saem."

"Pokoknya keluar!" Guru itu tetap bersikeras menyuruh Sehun keluar. Tidak peduli Sehun bersalah atau tidak.

Sehun mendesah. Dengan berat hati, dia pun terpaksa menurutinya. Keluar dari kelas, meskipun hatinya sama sekali tidak ikhlas.

Sehun menatap Chanyeol yang sedang bersandar di dinding depan kelas dengan tatapan kesal. Pemuda itulah yang sudah membuatnya diusir dari dalam kelas.

Bukannya merasa bersalah, Chanyeol malah tersenyum lebar. "Aku senang kau juga dikeluarkan," ujarnya basa-basi.

Sehun mendengus kesal. "Kau senang, aku tidak sama sekali."

Chanyeol kemudian menarik lengan Sehun. "Ayo, seperti yang kubilang tadi. Aku akan mengajakmu ke gereja itu lagi."

"Shireo. Ini masih memasuki jam belajar. Aku tidak mau membolos," tolak Sehun.

"Kita tidak membolos. Tapi, kita dikeluarkan. Daripada hanya berada di sini tanpa mengerjakan apa-apa, bukankah lebih baik kita pergi saja? Ayo!" Chanyeol memaksa Sehun. Dan, gadis itu dengan teramat sangat terpaksa mengikuti Chanyeol. Lagipula, jari-jemari Chanyeol yang besar itu masih memegang lengannya.

Seperti sudah diatur sebelumnya. Sehun masih tetap tidak mengerti, kenapa dia bisa dikeluarkan dari kelas. Apa mungkin Chanyeol tadi sebelum jam pelajaran berlangsung datang ke ruang guru dan memohon kepada guru itu agar mengeluarkannya dan dia dari kelas? Lalu, Chanyeol sengaja membuat keributan dengan mengajaknya mengobrol? Ya, kemungkinan tersebut bisa saja adalah sebuah fakta. Dan, Sehun akan sangat marah jika itu memang benar-benar fakta.

Beberapa menit kemudian, keduanya pun telah sampai di sebuah gereja yang pernah mereka kunjungi tempo hari. Mereka lalu melangkah masuk dan duduk di bangku panjang yang berada di barisan paling depan.

"Berdoalah," perintah Chanyeol kepada Sehun.

Sehun berdecih. "Tanpa kau suruh pun, aku juga akan berdoa."

"Ah, baguslah kalau begitu."

Keduanya pun mulai berdoa. Menutup kelopak mata masing-masing, dan mengepalkan kedua tangan yang saling bertaut di depan dada.

Dan, tak lama kemudian, mereka telah selesai dengan kegiatannya.

"Kau tahu, aku sebenarnya adalah orang yang begitu sulit untuk jatuh cinta," ujar Chanyeol.

Sehun tak merespons. Dia hanya menatap lurus ke depan sana.

"Namun, entah kenapa setelah aku bertemu lagi denganmu, aku begitu mudahnya untuk mengatakan bahwa aku menyukaimu. Hh, aneh, bukan?" Chanyeol lalu menatap Sehun dari samping. "Kenapa hatimu begitu sulit untuk kusinggahi, Sehun-ah?"

"Sudahlah. Tak usah berbicara aneh-aneh." Sehun kemudian bangkit. "Aku ingin kembali ke sekolah," ucapnya, lalu melangkah pergi.

Namun, baru beberapa langkah, Chanyeol dengan sigap langsung menahan lengannya. Pemuda itu menarik Sehun agar jatuh ke pelukannya. Dan, berhasil. Pemuda itu memeluk Sehun erat.

"Yak, Park Chanyeol. Apa yang kau lakukan, eoh?" tanya Sehun. Dia ingin memberontak, namun sulit.

"Aku mencintaimu."

Tuhan ....
Biarkan aku memiliki gadis di pelukanku ini ....

Sehun dengan sekuat tenaganya mencoba mendorong Chanyeol. Dan, berhasil. Dia berhasil lepas dari pelukan Chanyeol. Gadis tinggi itu kemudian melenggang pergi dari sana, meninggalkan Chanyeol di belakangnya. Sial, kenapa aku harus jatuh cinta dengan lelaki aneh itu? batinnya. Dia lalu menepuk-nepuk kedua pipinya yang kini tampak merona.

.

.

.

Tbc ....

--------------------------------------------

Selalu ada kepuasan tersendiri saat aku berhasil menyelesaikan satu chapter pada ff ini.

Akhirnya, bisa up juga. 😁😁😁

Yo weslah. Semoga readers semua puas dengan chapter kali ini.

Jangan lupa vote dan komen, ya. Makasih.

See you soon

30 Maret 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro