Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 34

Hai teman temin

Apa kabar?

Ini salah satu albun favorite saya dan Jayden

Pasti uda banyak yang pernah dengerin lagu ini niihhh

Aliran musik heavy metal

Dear God by Avenged Sevenfold

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________

I don't know what to talk about
but I wanna talk to you
Curiano
______________________________________

Jakarta, 25 Januari
08.00 p.m

Mom...

Mel sakit...

Mel kangen...

Panas mom...

Aku rindu mommy, aku mau mommy. Aku ingin memeluknya, berkeluh kesah padanya, mendapat ciuman selamat tidurnya. Aku bahkan rindu bubur buatannya ketika aku sakit seperti ini. Aku rindu.

Aku memanggilnya terus - menerus tapi guncangan keras pada tubuh panas, penuh keringatku mengganggu. Tidak hanya itu, sebuah suara juga terdengar. Bukan suara mommy, tapi aku suka suara itu.

"Wake up baby."

Mom...

Aku masih berusaha memanggilnya lagi, berharap ia datang dalam mimpiku kali ini. Tapi suara berat itu terus mengusikku.

"Baby, wake up." Sekali lagi suara itu bergema. Begitu juga dengan guncangan di tubuhku yang terasa semakin cepat dan bertubi - tubi. Aku perlahan membuka mata dan Jaydenlah yang pertama kali kulihat.

Ia duduk di tepi ranjang tempat aku berbaring. Raut wajah datarnya tampak panik, mengusap itu kasar. Rambut kusut, penuh keringat dan berantakan serta kemeja hitam yang ia kenakan membuatku heran.

Apa aku mimpi? Tapi yang kumimpikan adalah mommy, bukan laki - laki ini. Dan lagi, bukankah Jayden masih di Cambridge? Ia bilang akan ada di sana selama hampir dua minggu untuk mengurus beasiswa, sedangkan ini bahkan belum ada seminggu, kenapa malah di sini? Aku baru tahu orang sakit flue bisa delusi seperti ini.

"Kamu ngigo." Tukasnya.

"Hm? Ngigo?"

Ia berkali - kali mengambil napas dalam - dalam. "Your mom." Bisiknya.

Jayden menyentuh keningku dengan punggung tangan, saat itulah aku aku tahu ini bukan mimpi atau delusi.

"Uda turun, tadi sempet tinggi." Tambahnya. Yang ia maksud adalah demamku.

Saat tersadar sepenuhnya aku mengendarkan pandangan ke seluruh ruangan. Rasanya aku pernah ke ruangan ini. Ruangan bertema scandinavian dominasi warna hitam dan abu - abu tua. Yang membuatku suka di ruangan ini adalah aromanya. Mint.

Ah kau benar, ini kamar apartement Jayden. But wait! Bagaimana aku bisa di kamarnya?

Perlahan aku berusaha duduk, kepala berat dan pusing seketika menyerangku. Badanku juga sakit semua seperti di pukuli orang se-Indonesia. Jayden langsung menahan tubuhku untuk tetap berbaring di kasurnya.

"Tiduran aja." Suaranya berat seperti biasa.

Ia mengambil anak rambut yang menjuntai di wajahku kemudian menyelipkan ke telinga. Jantungku malah tidak karuan.

Harus berapa kali aku merasakan ini setiap berada di dekat Jayden? Aku yakin wajahku merah, bukan hanya karena demam tapi juga akibat ulahnya. Padahal hal itu sangat biasa.

"Kenapa aku bisa di sini?" Tanyaku  dengan suara lemah dan bindeng khas orang sakit flue.

"Lupa? Kamu abis ngerjain makalah akuntansi sama Jameka terus ketiduran di sofa." Terangnya. Aku mencoba mengingatnya kembali.

"Oh iya," Ucapku setelah ingat. "Kamu yang mindahin aku ke kasur?"

"Sapa lagi?"

"Kok kamu bisa di sini?"

"Nggak suka?"

"Bukannya nggak suka," jawabku tidak ingin menggeleng karena masih pusing. "Suka banget malahan," bisikku, ia tidak dengar.

"Terus?"

"Kirain delusi aja."

Jayden bersedekap tangan dan mengernyitkan dahi, ia baru membuka mulut kelihatan akan mengomel, aku dengan cepat menyelanya, "Terus kak Jameka sekarang di mana?"

"Pulang." Jawabnya ketus.

Bukankah kak Jameka memintaku menemaninya tidur di sini? Mumpung besok hari minggu katanya. Ia juga sudah minta ijin kak Brian saat menjemputku tadi, kok malah pulang sih? Kalau begitu setelah ini aku akan meminta Jayden mengantarku pulang.

"Oneng!" Hardiknya menyentil keningku. Aku otomatis mengaduh sambil memeganginya.

"Belajarnya nggak usah di forsir! Kenapa nggak bilang kalo sakit?!" Dari nadanya Jayden kelihatan marah.

"Maaf, aku kan cuma pengen menuhin kado kamu, lagian ini cuma flue." Jawabku takut - takut.

"Flue sampe seminggu?!!" Ia menaikkan oktaf nadanya, membuatku bersingkut.

"Ck, uda makan?" Tambahnya, ia berusaha menahan amarah.

"Be-belum," Jawabku apa adanya.

Jayden mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas, mengotak - atik benda itu lalu mendongak menatapku seraya bertanya makanan apa yang ingin kumakan.

"Nggak ada ide, kayak nggak nafsu makan," Jawabku jujur.

Ia berdecak lagi. Tanpa protes lebih lanjut beralih ke ponselnya kembali untuk memesan makanan. Setelahnya  menyuruhku tiduran saja sambil menunggu makanan yang di pesan datang, sementara itu ia keluar dari kamar untuk mandi. Aku hanya menurut.

Karena bosan aku mengendarkan pandangan sekali lagi ke arah rak buku di atas kepalaku dan mengambilnya asal.

Buku karya James Hillman - lah yang terambil. Nampaknya buku ini bukan tentang mata kuliah bisnisnya. Melainkan buku psycology. Judunya  The Soul's Code In Search of Character and Calling. Saat aku membuka halaman pertama Jayden masuk kamar.

Demi neptunus! Kenapa ia hanya memakai handuk?!!

Aku langsung menutup wajahku dengan buku sampul merah kombinasi hitam dan kuning itu. Sedangkan sang empunya tidak terusik sama sekali dengan keberadaanku.

Ia berjalan menuju lemari depan kasur. Aku tidak melihatnya. Yah, walau pun ingin sih. Aku masih menutup mataku dengan buku itu beberapa saat hening.

"Kkkkyyyaaaaaa." Teriakku kaget.

Jayden mengambil buku itu. Aku reflek menutup wajah dengan semua telapak tangan.

Demi neptunus! Kenapa ia hobi sekali shirtless dan menjahiliku?! Aku memang sudah pernah beberapa kali melihatnya seperti ini but in different conditions!

Maksudku coba kau lihat saja situaisnya sekarang. Ia hanya melilitkan handuk pada pinggangnya. Titik - titik air pada rambut basah yang mengalir ke dada bidangnya membuatmu otomatis akan menelan ludah dengan susah payah.

"Alay," katanya datar membuyarkan pikiran ngacoku. "Sok - sok an mau baca buku ini." Tambahnya lagi.

Ting tong

Thanks God, rapalku dalam hati saat aku mendengar pintu kamar di buka dan di tutup. Aku rasa ia sudah pergi. Baru saat itu aku membuka mata dan berusaha duduk walau pun masih pusing.

Kau pasti pernah merasakan tidak nafsu makan jika sedang flue, semua makanan akan terasa hambar atau bahkan pahit. Tapi pelototan wajahnya memerintahkanku harus menghabiskan bubur kepiting yang ia pesanakan untukku bagaimana pun kondisinya.

Sedangkan Jayden sendiri makan nasi goreng cumi sepiring besar penuh seperti orang belum makan seminggu.

"Laper apa doyan?" Ledekku setelah menghabiskan bubur kepiting.

"Hm." Jawabnya singkat. Mulutnya penuh saat mengunyah. Setelah menelan ia baru bicara. "Di pesawat belum makan sama sekali."

"Tiga belas jam lebih lhooo, transit juga, kenapa belom makan?"

"Kepikiran kamu sakit," jawabnya enteng, memasukan satu sendok nasi penuh kemulutnya.

"Ya tapi kan kamu harus makan." Jawabku sambil tersipu.

"Ini sama halnya kayak kamu sakit flue di suruh minum obat tapi nggak mau." Tukasnya.

Kok Jayden bisa tahu aku tidak mau minum obat?

"Gitu ya?" Jawabku malas. Merasa tertohok karena apa yang ia ucapkan benar.

Setelah mencuci piring dan mangkukku ia minum jus jeruk yang di simpan dalam kulkas. Aku baru sadar ia suka sekali dengan minuman itu.

Aku yang duduk di sofa masih asyik mengamatinya berjalan ke classic selves, membuka kotak obat miliknya dekat miniatur batman yang terjejer rapi, mengambil obat pereda flue dan memberikannya padaku.

"Minum." Perintahnya tegas, dengan nada suara itu. Jika sudah begini aku tidak bisa membantah.

Setelah menelan pilnya aku menghabiskan satu gelas air putih hingga tidak tersisa. Meletakkan gelas kaca kosong itu di atas meja.

"Jayden, abis ini anterin aku pulang ya?" Pintaku ketika ia mulai mengambil seputung rokok dan menyelipkannya di antara bibir. Ia juga celingukan mencari pematik.

"Katanya nginep?"

"Ya itu kan tadi kalo ada kak Jameka. Sekarang kan cuma ada kamu."

"Kenapa emang?" Ia seperti tersinggung.

Kenapa katanya? Kenapa katanya? Ia bodoh atau bagaiamana sih? Di juluki bodoh juga tidak tepat mengingat IQnya tergolong superior.

Raut wajahnya masih tersinggung dan memperhatikanku. Bahkan pematik yang baru saja ketemu belum ia nyalakan. "Lagian Brian uda kasih ijin kamu nginep sini lewat Jameka kan?"

"Iya kan kakak taunya aku nginep sama kak Jameka." Protesku mulai kesal.

"Sama aja uda dapet ijin." Jawabnya tidak seberapa jelas karena rokok itu.

"Ya uda aku pulang naik taxi aja." Kataku sudah kesal.

Ia tidak jadi menyalakan rokok, malah meletakkan benda itu dekat miniatur dan berjalan ke arah sofa, berdiri tepat di depanku lalu berjongkok.

Jayden menyeringai. "Sapa yang ngijinin kamu pulang?"

______________________________________

Aduduh gimana dong bang Jay g'bolehin Mel pulang

Itu anak orang lho baaannggg
pulangin dooonggg

muehehehe

Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang uda komen

Di komen itu rasanya bahagia guys

Btw sapa yang kangen bang Jay selain saya?

Saya kasih bonus photonya

Tolong ilernya di kondisikan yaa

See you Next Chapter teman temin

With Love
ChachaPrima
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro