Chapter 24
I love you more than...
SpongeBob loves jellyfishing
Sandy loves karate
Mr. Crabs loves money
And Squidward loves his clarinet
Baby I need you like Plankton needs the Crabby Patty secret formula
•Anonim•
______________________________________
Jakarta, 14 Januari
09.45 a.m
Aku masih bersedekap tangan memandang ke arah lain ketika mobil hummernya yang garang itu sudah terparkir di basecamp. Sebenarnya aku sangat khawatir luka tusuk di punggung Jayden, tapi melihat wajahnya yang datar - datar saja membuatku kesal. Bagaimana ia dapat mengabaikan rasa sakit yang mungkin sangat luar biasa itu?
Jayden menarik hand rem, lalu mematikan mobil dan turun. Beralih membuka pintu di sebelahku berusaha melepas savety belt tapi kutepis.
"Gue bisa sendiri." Ucapku ketus seperti mengajak berkelahi dan masih enggan melihat wajahnya.
"Kenapa sih?"
Kenapa katanya? Aku mengkhawatirkan luka tusuknya yang masih mengeluarkan darah walau pun sudah tidak separah tadi, wajahnya datar - datar saja malah sempat - sempatnya bercanda dan kenapa katanya? Kali ini aku tidak tahan untuk menatapnya kesal, tapi air mataku malah jatuh.
"Lho kok malah nangis?" Tanyanya bingung.
"Jayden bodoh!" Ucapku berusaha melirik ke arah lain, mengabaikan air mata kemarahan dan kekhawatiran.
Kau tahu apa yang di lakukannya setelah itu? Ia menghembuskan nafas berat sambil tersenyum lalu malah memelukku, seakan memberi sandaran untuk menangis di dadanya. Betapa menyebalkannya homo sapiens satu ini. Dan lebih menyebalkan lagi ketika aku tidak melawan.
"Oneng cengeng!" Ucapnya sambil mengelus kepalaku. "Maaf bikin lo khawair." Tambahnya. Ini lebih menyebalkan dari dugaanku, kata - katanya malah sukses membuatku nangis bombay.
"Gimana lo bisa nggak kesakitan, nggak panik, dan malah pasang wajah kayak gitu?" Aku menyakan hal itu sesudah tangisku reda.
"Biar lo nggak khawair, tapi ternyata usaha gue gagal."
Ya Tuhan ini tidak lucu sama sekali, kalimatnya malah membuatku menangis lagi.
Kami masih berpelukan dalam posisi yang tidak romantis sama sekali. Pintu mobil terbuka, Jayden berdiri dan aku membalas pelukannya dalam duduk, ketika suara berandalan yang di panggil Lih itu terdengar. "Bos, sorry ganggu, dokternya uda dateng."
"Tito duluan aja," titahnya dengan suara berat dan dalam seperti biasanya.
"Asiap bosque." Jawab Lih tadi, seketika membuatku nyengir kuda, menghentikan tangisku secara otomatis. Ternyata berandalan juga bisa alay.
Saat Lih berbalik arah dan pergi, Jayden melepas pelukan dan jaket kulit yang bagian belakangnya bolong bekas tusukan pisau serta terkena darah yang sudah mengering lalu meletakkannya di atas pahaku.
"Maaf tadi buru - buru kesini," cicitku pelan, takut ia berpikir macam - macam dan marah karena aku memakai hot pants, sedangkan ia sudah mewanti - wanti agar aku tidak memakai baju minim ketika keluar rumah. "Kenapa malah nyuruh Tito duluan? Bukannya luka lo lebih parah?"
"Biar dia cepet sembuh dan bisa gue hajar, berani - beraninya dia nelpon lo pake hp gue!" Katanya dengan rahang yang sudah mengeras sembari menggendongku ala bridal style masuk ke basecamp.
"Jangan!!! Teriakku keras sampai membuatnya berhenti. "Gue malah seneng dia ngabarin, lagian Tito bilang lo bakalan berenti dipukul kalo gue dateng."
"Dan bikin lo dalam bahaya sampe hampir di perkosa dan terkilir?!" Potongnya cepat, menaikkan oktaf nada suaranya.
Aku tidak akan mengomentari bagian si brengsek akan berusaha memperkosaku tadi, karena sudah jelas ada rasa sakit dalam rongga dadaku.
"Ini cuma terkilir," kataku lirih. "Dibandingin sama luka tus..."
"Ck!" Ia lalu melanjutkan langkahnya. Sepertinya Jayden mulai marah, jadi kuputuskan diam sesaat, lalu menggodanya agar suasanya kami tidak tegang.
"Gimana pun juga makasih uda jadi Hulk hari ini."
"Hulk?!" Ia reflek menghentikan langkah lagi.
"Em maksud gue captain Steve Roger."
Aku dapat melihat secuil senyum di wajahnya dan melanjutkan langkahnya lagi, kali ini di percepat. Syukurlah ternyata selera humornya anjlok.
"Berarti lo Paggy Carter yang uda buyutan."
Kurang ajar! Kukira ia tersenyum karena senang kupanggil captain Roger, ternyata malah menganggapku Paggy yang sudah tua?!
"Ya uda lo jadi Hulk aja!!!" Tukasku kesal.
Jangan di tanya persaanku saat ini karena berubah - ubah dalam waktu singkat. Sebentar - sebentar menangis, lalu cepat marah dan kesal, atau senang karena Jayden tersenyum tipis, entahlah aku juga tidak tahu. Berada dengan Jayden selalu membuatku seperti itu. Walau pun masih ada rasa sakit yang luar biasa ketika si brengsek tadi mencoba memperkosaku, tapi paling tidak ketika bersama Jayden, aku merasa aman dan akan baik - baik saja.
"Jayden please obati dulu luka lo." Ucapku memelas ketika sudah di suatu ruangan basecamp bersama dokter laki - laki yang umurnya kelihatannya lebih tua dari Jayden, yang sudah selesai menangani Tito. Jayden malah menyuruh dokter menangani kakiku dulu.
"Lo lebih penting." Ucapnya datar. Aku tahu ini bukan saatnya untuk tersipu, but I did it. Sampai tidak sadar ia sudah pergi dengan Lih.
"Si bos mah uda biasa," kata dokter saat memeriksa kaki kiriku. Aku mengernyit ketika dokter itu memutar pergelangannya. "Aw, biasa apa dok?" Aku juga kadang bertanya - tanya kenapa semua orang memanggilnya dengan "bos".
"Kena luka tusuk kayak gitu." Timpal Tito yang sedang membersihkan darahnya dengan kasa steril sambil mengaca. Aku lihat lukanya juga banyak.
"Kok bisa?" Pekikku masih dengan mengernyit menahan sakit di pergelangan kaki.
"Namanya juga berandalan," jawabnya tanpa menolehku sedikit pun.
"Pernah dulu sampe bocor kepalanya, si bos mah biasa aja, saya yang panik." Cerita dokter. "Mana waktu dijahit nggak mau saya anastesi lagi." Tambahnya membuatku bergindik.
"Btw kok bisa sih lo suka sama si bos?" Tanya Tito yang sudah selesai mengurus dirinya sendiri, sekarang ia hanya memperhatikan dokter memakaikan bandage di pergelangan kakiku. "Karena kejantanannya ya?" Tambahnya sambil meringis. Dokter juga menghentikan kegiatannya sebentar dan melirik Tito sambil meringis juga lalu melanjutkan putaran bandagenya.
"Of course he is." Ucapku yang malah membuat Tito dan dokter tertawa terbahak - bahak. Aku tidak mengerti, apanya yang lucu? Bukannya benar Jayden memang jantan, apa lagi berkelahi seperti tadi membuatnya tambah terlihat jantan berkali - kali lipat.
"Kalo gitu gue nggak ngeraguin kejantanan si bos deh hahahaha percaya kalo lo yang mongong hahahaha." Lanjut Tito dan dokter yang malah semakin kencang tertawa.
Pluk
"Aduh," gaduh Tito, lemparan buku yang mendarat di kepalanya sukses membuatnya berhenti tertawa. Ternyata Jayden yang melemparnya. Dokter juga berdehem berusaha meredakan tawanya agar tidak ikut dilempar oleh Jayden.
"Pertanyaan lo ambigu goblok!" Seru Lih yang berjalan di belakang Jayden. Sedangkan Jayden sendiri sudah duduk di sebelahku.
"Gue pengen ngiris mulut lo pake scalpel blade (pisau bedah) ini." Kata Jayden datar sambil menunjuk ke arah peralatan dokter, yang sanggup membuatku, Tito, dokter dan Lih yang ikut duduk di sebalah Tito bergindik ngeri.
"Ampun bos." Kata Tito.
Tapi tampaknya Tito belum cukup puas hanya dengan dilempar buku, minta di iris beneran, itu terbukti ia terus saja nerocos panjang lebar. "Syukur dan percaya deh kalo yang ngomong ceweknya bos soalnya kan kita nggak pernah liat bos bawa cewek dan having s..."
Brak
Kami semua kaget ketika Jayden menggebrak meja. Membuat Tito yang belum selesai melanjutkan kalimatnya menjadi diam seketika.
"Lih, bawa pergi si Tito itu, sebelum gue pecahin masa depannya!" Bentak Jayden yang langsung di laksanakan Lih dengan membopong Tito yang jalannya terpincang keluar ruangan ini dengan takut - takut. Aku mengelus punggung kakunya, mencoba menghilangkan emosi Jayden. Aku baru sadar ia sudah cuci muka, darah yang di tangannya juga sudah bersih. Sekarang luka - luka di wajahnya tidak semengerikan tadi ketika masih berdarah - darah.
"Lo jangan polos - polos kenapa sih?! Nggak usah jawab pertanyaan begundal - begundal itu!"
"Kan Tito cuma nanya soal kej..."
"Lo tau nggak pertanyaan sama otak mereka mesti nggak jauh - jauh dari selangkangan?!" Potongnya.
Langsung saja lengannya kuhadiahi pukulan. Bisa - bisanya Jayden berkata seperti itu di depan dokter.
"Lagian apa hubungannya pertanyaan Tito sama itu?" Tanyaku bingung.
"Ya ampun ternyata polos," celetuk dokter yang langsung membungkam mulutnya sendiri. Mungkin takut Jayden mengiris mulutnya dengan alat - alat bedahnya sendiri. "Ampun bos." Ucapnya lagi.
"Nah ini uda kelar, cukup di kompres air anget aja tiap pagi dan sebelum tidur biar bengkaknya ilang, terus pake exercise di puter - puter kayak yang tadi saya lakuin, biar nggak kaku. Nggak sampe seminggu paling uda sembuh, kalo masih belum sembuh periksa ke dokter lagi," terang dokter panjang lebar yang kujawab dengan anggukan paham. "Sekarang luka si bos," tambahnya mengalihkan pandanganku ke Jayden.
Jayden membalikkan badan menghadapku, sedangkan dokter sudah pindah posisi di belakangnya, lalu mulai memakai gloves steril, membersihkan lukanya dengan kasa steril yang di guyur cairan infus.
"Kenapa kok pake infus? Nggak pake alkohol langsung dok?" Tanyaku penasaran.
"Pertanyaan bagus, saya senang ada yang kritis," ucap dokter layaknya dosen. "Pake cairan infus itu lebih aman, kalo pake alkohol tar jaringan lukanya yang sudah koyak jadi tambah rusak, ya meski pun jauh lebih steril sih, tapi inget ya cairan infus yang kandungannya NaCl 0,9%." tukasnya.
"So cool, saya juga pengen jadi dokter nanti," ucapku reflek kelewat senang, aku dapat melihat senyum mengejek di wajah Jayden.
"Ngapain lo senyum kek gitu? Ngajak berantem?" Tanyaku ketus, sangat tersinggung dengan senyumnya.
Apa dia mengejekku karena bodoh di kelas? Walau pun tidak terlalu pintar tapi aku berusaha rajin belajar lho. Sekedar info.
"Baru kali ini saya tau ada yang berani sama bos," tukas dokter masih dengan melakukan kegiatannya.
"Untung gemesin," celetuk Jayden.
Ddddddrrrrrrrrtttttttttt
Ponselku bergetar, dengan cepat aku mengambilnya dan secara otomatis terbelalak ketika membuka pesan yang masuk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro