Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3

Setelah panggilan telepon itu dimatikan oleh Anna, Aaron yang setengah sadar dari bangun tidurnya pun mengucek bola matanya malas lalu menggeliat. Ia meraih jam weker yang berada di meja dekat tempat tidurnya. Ini masih pukul 17:40, mengapa Anna menyuruh dia menjemputnya di bandara?

"Ar, ada pumpkin pie!"

Teriakan itu membuat Aaron terbelalak. Pikirnya daripada memusingkan Anna, lebih baik ia menyantap kudapan lezat itu terlebih dahulu sambil mengumpulkan kesadarannya kembali, mengingat habis bangun tidur. "Iyaa, Mom!"

Pria itu langsung bangkit dan berlari ke dapur menghampiri mamanya. Aroma labu yang dipanggang langsung menguar lezat di indra penciuman. Matanya sampai terpejam menikmati setiap asap yang keluar, seakan pelit untuk berbagai.

Dengan segera Aaron mengambil sendok lalu meraih kue tersebut. Masih satu suapan yang berhasil mendarat di mulutnya, pria itu dibuat tersedak saat perkataan mamanya membuat Aaron berhasil memuntahkan kue itu. "Tadi Anna yang ngasih kue ini ke Mom. Dia juga sempet nyariin kamu ke kamar. Katanya kamu masih telponan sama seseorang, jadi dia takut ganggu dan langsung pamit pulang. Emangnya kamu punya pacar ya, Ar? Kok Mom nggak tau."

Mata jail itu membuat Aaron kembali tersadar. Bukannya menjawab, Aaron malah kembali menimpali mamanya dengan pertanyaan baru. "Mom, seriusan kalau Anna yang ngasih kue ini?"

"Ya, mana mungkin Mom bohong."

Seketika itu mata Aaron membulat tak percaya, lantas siapa tadi yang meneleponnya jika itu bukan Anna?

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pria itu berlari menuju kamar. Padahal Aaron yakin 100 % bahwa orang yang meneleponnya tadi adalah suara Anna. Otaknya mendadak kacau sekarang, benda pertama kali yang langsung ia tuju setelah sampai di kamar adalah ponselnya. Ah shit! Selalu saja begitu jika sedang dicari benda ini pasti mendadak tidak ketemu.

Atensi Aaron teralihkan saat dering telepon pada ponselnya berbunyi. Ia menoleh dan ternyata itu adalah panggilan dari Anna. Tanpa babibu ia langsung mengangkat simbol hijau itu ke atas pada layar ponselnya.

"Ya, hallo. Katakan padaku di mana kamu sekarang. Jangan menipu dan kembalikan ponsel sahabatku!" teriaknya emosi sambil berlari menuju mobil.

***

Kini Aaron mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, membelah jalanan dengan kelihaiannya dalam menyetir. Perasaan waswas dan khawatir terus mengganggu pikiran. Bagaimana bisa wanita itu masih sempat-sempatnya memberikan kue pumpkin pie di saat dia sendiri mendapatkan musibah? Aaron memang tidak habis pikir dengan jalan pikiran Anna. Lihat saja nanti jika Aaron sudah berhasil mendapatkan ponsel Anna kembali, ia pastikan akan mengomeli wanita itu habis-habisan.

Aaron mendaratkan mobilnya di parkiran dan langsung mencari titi temu dengan seseorang--yang ia kira sebagai pencuri ponsel sahabatnya. Ya, meskipun Aaron harus akui bahwa pencuri itu sangat handal saat bisa membuat suara yang menyerupai suara Anna 100 %. Bahkan di zaman sekarang banyak teknologi yang sangat canggih, bukan?

Tubuh pria itu seketika menegang saat mendapati sebuah pelukan dari belakang. "Aaron, mengapa kamu lama sekali?"

Pria itu tidak gila. Ia masih memiliki tingkat kewarasan yang tinggi. Aaron terlonjak kaget saat menoleh dan melihat siapa sosok dibaliknya. "Anna!" teriaknya yang berhasil membuat pria itu terjatuh di lantai saat melihat kehadiran Anna yang sekarang berdiri di depannya. "Itu benar kau?"

"Jangan bercanda, Aar. Aku sudah menunggumu sangat lama di sini bahkan sampai hari sudah mulai gelap. Aku sangat lelah, dan ingin segera pulang."

"Ini mustahil, itu benar kau!"

Anna menatap Aaron dengan tatapan penuh tanya. "Maksudnya?"

"Bukankah kau tadi sore yang memberiku pumpkin pie, An? Dan mengapa sekarang kau sudah berada di sini aja?"

"Apa yang kau bicarakan, Ar? Bukankah tadi aku yang menghubungimu agar menjemputku di sini." Anna memutar bola matanya malas sambil melipat kedua tangan di dada. "Apa katamu? Pumpkin pie? Bagaimana bisa—tunggu." Matanya melebar, Anna seperti teringat sesuatu. "Apakah maksudmu saat kau menelponku tadi, kalau aku udah pulang itu benar?"

Aaron hanya mengangguk sebagai jawaban lalu berdiri saat sebelumnya terduduk di lantai. "Ya, dan kau katakan bahwa aku bercanda. Aku serius, An. Mana mungkin aku bercanda saat waktu itu aku baru saja bangun tidur."

Sekarang suasana sangat hening saat suara laju mesin mobil yang menemani perjalanan pulang mereka. Anna memilih untuk diam dan tidak membahasnya lagi bersama Aaron, meskipun di benaknya ada beribu pertanyaan yang tak masuk di logika. Ataukah itu hanya halusinasi? Lalu jika ini halusinasi bagaimana bisa ia jelaskan perjalanan panjang yang ia tempuh tadi demi membelikan ponsel baru ibunya?

Anna menatap papper bag yang sekarang berada di genggaman. Betapa panjangnya demi mendapatkan benda ini, lalu pikirannya beralih pada pigura yang berisi koran sewaktu di ruang kerja bosnya kemarin. Apakah ilmuwan yang hilang itu adalah ayahnya? Apakah dimensi lain itu ada? Jika ada, berarti ayahnya sekarang terjebak di mensi itu? Lalu, siapa seseorang yang sekarang berada di pemakaman ayahnya? Bukankah jasad ayahnya sudah dikuburkan?

Entahlah sepertinya sekarang Anna sangat lelah. Ia akan menanyakan langsung itu kepada ibunya saat ia sudah sampai. Rasanya Anna tidak sabar menantikan waktu itu tiba. Sekalian ia ingin melihat reaksi ibunya nanti saat ia berhasil membelikan ponsel baru dengan hasil jerih payahnya sendiri. Bayangan-bayangan itu seperti dongeng yang berkeliaran di kepala Anna hingga perlahan kelopak matanya terpejam dan ia pun tertidur.

Aaron yang melihat itu pun tersenyum. Pria itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, membelah jalanan dengan gemerlap lampu sebagai penerangan agar segera sampai di rumah.

***

"Anna, anak perawan kok bangunnya kesiangan!" Teriakan itu berhasil membuka kelopak mata Anna secara tiba-tiba, membangunkannya dengan cara paksa.

Ya, masih perawan di usianya yang ke 26 tahun adalah sebuah pencapaian Anna yang luar biasa di Amerika. Apalagi di usianya--yang sekarang--ia masih mengejar gelar doktoral saat S1 ditempuh selama 3,5 tahun dan S2 ia tempuh selama setahun, dan ini adalah tahun ketiga—semoga saja menjadi tahun terakhir studinya mengerjakan disertasi pada gelar S3. Cita-cita Anna sejak dulu adalah ingin menjadi ilmuwan seperti ayahnya.

"Anak perawan itu pagi-pagi seharusnya udah ada di dapur bukan meluk guling!" teriak ibunya lagi yang diiringi dengan suara batuk.

Bisa dikatakan Lydia memiliki penyakit batuk bertahun-tahun yang tidak bisa sembuh. Sudah berupaya sebanyak mungkin melakukan pengobatan tapi hasilnya nihil. Sejak kematian ayah Anna, Lydia sering sakit-sakitan. Kadang sembuh, besoknya sakit dan begitu pun seterusnya.

Akhir-akhir ini Anna memang selalu bangun kesiangan. Jika sekarang alasannya jelas karena kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang di New York, di hari biasanya pun juga begitu. Anna selalu mengalami mimpi buruk hingga terbangun tengah malam. Wanita itu selalu bermimpi kalau ibunya akan meninggal, menjadi penyebab Anna bisa tidur kembali di jam-jam yang seharusnya ia bangun untuk memasak di dapur.

Bagaikan zombie, Anna melangkah ke dapur seperti mayat hidup saat baru saja bisa tertidur lagi malah diganggu hingga membuat kepalanya pusing.

Dengan segera Anna membasuh wajahnya di wastafel agar menghilangkan rasa kantuk lalu membantu Lydia memasak. Hari ini mereka akan memasak sop ayam.

Anna mengupas kulit bawang merah dan putih, sedangkan ibunya duduk di sisi meja dengan Anna yang duduk di bawah. "Bu, Aaron udah mau daftar ujian aja." Anna memulai pembicaraan. Begitulah mereka saat memasak bersama selalu bercerita mengenai banyak hal. Termasuk Anna yang selalu mengeluh akibat disertasinya yang terasa sulit karena terkendala dosen yang sangat susah dihubungi.

"Setiap hari Ibu udah mendoakanmu agar selalu diberi kelancaran."

Sudah menjadi hal biasa, Lydia adalah orang pertama yang akan Anna kabari mengenai kehidupannya. Anna akan bercerita panjang lebar mengenai banyak hal tentang bagaimana ia melewati hari yang sangat menyebalkan. 

"Jika seandainya aku bisa kembali ke masa lalu, aku akan mencari objek penelitian yang sederhana dengan dosen yang muda diajak kerjasama ...." Tiba-tiba saja mata Anna terbelalak. "Eh, tunggu?" Obrolan ini membuat Anna teringat sesuatu. 

Mesin waktu.

Anna langsung teringat mengenai koran yang ia baca tentang ilmuwan yang hilang saat menemukan mesin waktu. Mengingat ayahnya juga seorang penemu mesin waktu, dan apakah itu orang yang sama?

Apakah sekarang waktu yang tepat untuk bertanya pada ibunya mengenai hal tersebut?

***

Jangan lupa meninggalkan jejak

27 April 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro