Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Back Door. 2| Unlock

Siapapun tidak akan menduga kalau akan menemukan lorong panjang nan suram di balik pintu belakang Randagio caffe. Terlebih saat semua yang ada disana tahu, jika caffe tempat mereka bekerja adalah gedung paling ujung di distric 9. Kalaupun mungkin, bukankah lebih masuk akal jika mereka menemukan ruang kecil atau sepetak taman yang dipenuhi rerumputan hijau, alih-alih lorong panjang seolah tanpa ujung seperti yang ada di hadapan mereka saat ini.

"Ya! Kalian juga melihat apa yang kulihat kan?" Han bertanya pada rekan-rekannya, untuk memastikan apa yang ada di hadapannya bukanlah sebuah delusinya semata.

"Kalau yang kau lihat itu lorong panjang, mencekam dan suram....eoh, aku melihatnya juga" Sosok Hyunjin yang berada paling dekat dengan Han menjawab pertanyaan tersebut.

Han berdecak kagum, kemudian mulai melangkahkan kakinya untuk menyusuri lorong gelap di hadapannya. Felix yang melihat hal itu dengan sigap meraih tangan Han, membuat sang sahabat menoleh kaget padanya.

"Sudah cukup, sebaiknya kita segera keluar" Nasehatnya.

"Whaeyo? Kita baru masuk Felix" Protes Han

Felix menghela nafas dalam pejaman matanya, mencoba sebisa mungkin menekan rasa kesal –dan cemas- yang bersarang nyaman di hatinya. Sejak memasuki pintu belakang Felix sudah mulai merasa was-was, bahkan aura dingin seolah sudah melingkupi tubuhnya. Dan sekarang mereka dihadapkan dengan sebuah ruangan aneh yang seolah tak berujung, Felix semakin yakin takkan ada hal baik yang mereka temui disini. Ia harus keluar dan begitu juga dengan yang lain.

"Han, tidakkah kau merasa disini berbahaya?" Tanya Felix kemudian.

"Berbahaya? Apanya yang berbahaya?" Masih keras kepala Han berujar enteng.

Sama sekali tak ada nada cemas atau pun khawatir dari ucapan Han, membuat Felix semakin didera perasaan gelisah.

"Ayolah Han, sekali ini dengarkan aku" Felix memohon.

Han tersenyum, lantas meraih tangan Felix yang mengenggam lengannya erat.

"Hey, baby...kenapa kau hiperbola sekali hari ini?" Sebuah tawa diselipkan Han di akhir kalimatnya. Bukan berniat menertawakan kecemasan yang Felix tunjukan, melainkan untuk membuat perasaan Felix sedikit lebih baik.

"Takkan ada hal buruk terjadi, percayalah" Tambahnya lagi.

"Tapi..."

"Felix" Seungmin yang berada tepat di belakang tubuh Felix maju sembari kembali merangkul pundak temannya "Kita sudah masuk, jadi apa salahnya jika melihat sampai akhir" Imbuhnya kemudian.

"Benar, lagipula aku tak yakin ada hal buruk di Randagio" Hyunjin ikut menambahkan

"Tapi kalau kau memang tidak nyaman, kau bisa keluar Felix. Atau kau ajak I.N bersamamu" Han memberi usul yang langsung mendapatkan tatapan protes dari I.N.

Ya, itu memang ide yang bagus bahkan sangat bagus. Jika pun nanti I.N menolak untuk keluar berasamanya, Felix tetap bisa keluar seorang diri. Tapi Felix tidak bisa, ia tak mau meninggalkan teman-temannya dan keluar seorang diri. Ia takut, jika sesuatu terjadi pada teman-temannya sementara di baik-baik saja di luar sana.

"Bagaimana?" Tanya Han

Felix membuang nafas pelan, mecoba kembali meyakinkan hatinya untuk tetap bersama rekan-rekannya.

"Tidak, aku tak mau kalau hanya keluar seorang diri" Ujar Felix

Han menunggu, kalau-kalau Felix kembali membuka suaranya. Namun setelah menunggu beberpa detik, Felix tidak mengatakan apapun lagi.

"Ya sudah, kalau begitu ayo ikut kami" Tukas Han sembari mengandeng tangan Felix "Aku akan di dekatmu, jadi jangan khawatir oke" Tambah Han mencoba membuat Felix tersenyum meski usahanya tak berhasil.

Felix hanya memusatkan perhatiannya ke ujung koridor, tatapannya begitu awas seolah akan ada sesosok monster yang akan muncul dari tempat tersebut.

"Oke, Hyunjin-a...jaga Seungmin dan I.N dengan baik oke!" Perintah Han seolah-olah di adalah pimpinannya.

"Baik tuan muda" Balas Hyunjin.

Tangan kanan Hyunjin sudah menggandeng tangan I.N sedangkan tangan kirinya mengengam tangan Seungmin. Ketiganya berjalan beriringan tepat di belakang Han dan Felix, sembari sesekali berbisik tentang kekaguman mereka pada ruangan yang mereka lalui.

Kaki mereka terus bergerak, mengikuti lorong kelam tanpa tahu ujung seperti apa yang akan mereka dapati. Hingga beberapa menit berlalu, akhirnya ke lima pemuda itu menghentikan langkah kaki mereka. Felix dan teman-temanya kembali di hadapankan sebuah pintu, yang terlihat sedikit terbuka dari tempat mereka berdiri. Ada sedikit cahaya yang mengintip dari balik pintu tersebut, menandakan kalau ruangan yang ada di dalamnya tidaklah terlalu gelap seperti lorong tempat mereka berada saat ini.

Han melempar pandangannya pada kelima teman-temannya, mengisyaratkan lewat mata kalau dia akan membuka pintu tersebut. Ketiga temannya mengangguk setuju, terkecuali Felix tentunya. Pemuda itu sendiri seperti enggan memberi protes ataupun melarang. Toh takkan ada yang mau mendengar, jika tidak mana mungkin mereka berjalan sejauh ini bukan.

Felix hanya bisa menahan nafas, ketika tangan Han mulai benar-benar membuka pintu yang ada di depannya. Meski salah satu tangan sang sahabat masih setia mengenggam jemarinya, tapi hal itu sama sekali tidak membuat rasa cemas di dada Felix menghilang.

Felix sadar, seharusnya tak ada lagi yang harus ditakutinya sekarang. Apalagi sejauh mereka melangkah, tak ada satupun hal buruk –yang ia bayangkan- terjadi pada dirinya dan empat temannya. Namun entahlah, bagi Felix hal itu justru membuatnya semakin cemas. Felix seperti tidak mampu mengusir semua pikiran buruk yang terlintas. Meski dirinya sendiri sudah mati-matian berusaha untuk mengusir hal buruk tersebut dari pikirannya.

"Apa ini?" Suara bernada kecewa milik Han menyentak Felix yang sesaat tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Felix pun langsung mengarahkan pandangan ke sekeliling dan baru sadar kalau Han sudah membawanya masuk ke ruangan di balik pintu entah sejak kapan.

"Kita pergi sejauh ini hanya untuk melihat ruangan seperti ini? Heol yang benar saja" Hyunjin juga ikut berujar dan Felix mampu mendengar ketidak puasan dalam nada suara pria Hwang tersebut, bahkan tanpa susah-susah menoleh padanya.

Wajar saja teman-temannya kecewa –batin Felix- sebab, ruangan tempat mereka berada saat ini benar-benar di luar ekspektasi ke lima pemuda tersebut. Alih-alih menemukan ruangan luar biasa yang menyimpan banyak hal menakjubkan, Felix dan teman-temannya justru disajikan dengan ruangan usang layaknya gedung-gedung terlantar yang sering mereka temukan di luar sana.

Diam-diam Felix bernafas lega, setidaknya hal itu akan mempercepat keluarnya mereka dari tempat ini. Sebab tak ada lagi yang alasan yang membuat mereka harus bertahan di tempat ini bukan? Setidaknya hal itu yang Felix pikirkan sebelum rungunya mendengar suara Han yang tiba-tiba berseru dengan dramatis.

"Lihat, apa itu?" Telunjuk pemuda yang dijuluki tupai oleh teman-temannya itu menunjuk ke salah satu sudut.

Mendengar nada suara Han yang tidak biasa, tentu saja jiwa-jiwa penasaran Hyunjin, Seungmin, I.N dan tidak terkecuali Felix ikut mengarah pada telunjuknya. Sebuah buku tergeletak disana, seperti menunggu seseorang untuk mengambilnya.

"Buku apa itu?" Tanya I.N tanpa berani mendekat.

Han megendikan bahunya, kemudian melepas tangannya dari Felix. Tanpa rasa takut atau ragu, pemuda itu tahu-tahu sudah memegang buku itu di tangannya dan menelisik dengan teliti.

"Apa ini sebuah buku rahasia? Kenapa buku ini di rantai seperti ini?" Tanyanya penasaran.

Felix kembali merasakan perasaan cemas yang tak jelas datangnya dari mana. Tubuhnya bergerak dengan sendirinya mendekati Han, kemudian menarik bahu sang sahabat.

"Lepaskan buku itu, sebaiknya sekarang kita keluar" Tukasnya begitu saja.

Felix sendiri tak tahu kenapa dia berkata begitu, seolah-olah seseorang memang membisikan padanya untuk mengatakan hal tersebut pada Han.

"Whae? Kau tak penasaran dengan buku ini?" Tanya Han.

"Han, rasa penasaranmu bisa membuat kita dalam masalah. Jadi sebaiknya cepat pergi dari sini" Tukas Felix.

"Tapi..."

Felix menunjukan jam tangannya ke wajah Han, membuat sang sahabat langsung didera perasaan bingung karena hal tersebut.

"Changbin hyung akan pulang sebentar lagi, jadi sebaiknya kita pergi sekarang" Tukasnya memperingati.

Ada ekspresi kecewa di wajah Han mendengar kata-kata Felix, namun apa yang rekannya itu katakan ada benaranya. Meski takkan ada yang benar-benar berbahaya di dalam sini, nyawa mereka tetap dipertaruhkan jika Changbin sampai tahu mereka membuka pintu belakang tanpa izin. Jadi meski merasa keberatan dan meski rasa penasarannya benar-benar tak terjawab, Han pun memilih mengikuti perkataan Felix kali ini.

"Letakkan bukunya di tempat semula!" Perintah Felix melihat Han yang akan membawa buku yang mereka temukan.

"Aku tak boleh membawanya? Kurasa kita bisa..."

"Han Jisung" Suara Felix tidak meninggi, namun penekanan yang ia berikan cukup untuk menegaskan kalau dirinya tak ingin dibantah.

"Baiklah....baiklah, akan kukembalikan" Han dengan berat hati melempar buku itu kembali ke tempatnya.

WUSSSS

Tepat sesaat setelah buku mendarat di lantai, angin aneh bertiup di sekitar mereka membuat bulu di tekuk ke lima pemuda itu meremang seketika. Suara pintu terbanting keras menyentak pria-pria tersebut, menambah satu lagi alasan keterkejutan di hati masing-masing dari mereka.

"Apa yang terjadi?" Yang termuda berujar disela rasa khawatir yang tiba-tiba menderanya.

Tangannya sudah mencengkram lengan Hyunjin seolah meminta perlindungan.

"Ya! Cepat buka pintu dan keluar dari sini" Ajak Felix.

Seungmin yang paling dekat dengan pintu mencoba membuka benda tersebut, namun nihil pintu itu mengunci dengan sendirinya.

"Seungmin-a" Sentak Felix melihat Seungmin tak juga membuka pintu.

"Pintunya terkunci" Jawab Seungmin frustasi.

"Bagaimana bisa?" Felix makin dilanda cemas.

"Molla" Jawab Seungmin tak kalah cemas

Kelimanya kini berbaris melingkar, menatap sekeliling ruangan yang tiba-tiba terasa menyeramkan. Lampu yang semula menjadi salah satu penerangan pun mulai berkedip-kedip, yang sialnya menambah aura seram di tempat tersebut.

"Apa itu?" Buku yang tadi Han lempar bergerak sendiri, seolah ada sesuatu di dalamnya yang meminta di lepaskan.

Han secara spontan merentangkan tangannya, sembari melangkah mundur bersama teman-temannya di belakang punggungnya.

Buku itu semakin bergerak tanpa kendali, terpental kesana dan dan kesini. Rantai yang membelenggunya perlahan seperti tersiram lelehan api, terbakar lalu hancur begitu saja. halaman demi halaman pun terbuka, bersama munculnya beberapa mahluk aneh yang keluar dari tiap lembar buku itu.

Mata Han membulat menyaksikan kengerian yang berlangsung tepat di hadapannya, tidak terkecuali teman-temannya yang lain. Mahluk-mahluk aneh terus bermunculan menunjukan wajah seram dan teramat menjijikan.

"H...Hyung" I.N merengek, manakala melihat begitu banyak mahluk menyeramkan di depan mereka.

Bukan hanya satu, tapi puluhan –sebenarnya mereka juga tak begitu yakin ada berapa jumlah mahluk2 itu- dan semuanya memandang lapar kearah mereka seolah siap melahap kelima pemuda itu kapanpun mereka inginkan.

"Bukankah aku sudah bilang tempat ini tak aman" Dalam kekalutan Felix berujar sengit membuat keempat temannya yang mendengar langsung merasa mati kutu.

Mereka kini menyesal tidak mendengar kata-kata Felix sejak awal dan harus berakhir terjebak dengan mahluk-mahluk mengerikan –yang tak mereka ketahui darimana asalnya- di tempat ini.

"Hyung, aku takut" I.N kembali merengek.

"Tenanglah, Han akan mengurusnya untuk kita" Hyunjin berujar asal.

Han melayangkan tatapan protes pada Hyunjin "Kenapa aku?"

"Karena kau yang mengusulkan kita kemari" Seungmin ikut menimpali.

"Ya! tapi kan kalian juga mau kemari bersamaku" Han masih tak terima.

"Memang benar, tapi jika kau tak merayu kami...apa mungkin kami akan setuju untuk kemari"

Hyunjin tak kalah sengit membalas perkataan yang justru membuat Han semakin merasa tak terima. Bibirnya baru akan terbuka membalas perkataan Hyunjin padanya, namun tangan Felix sudah mengintrupsi pria itu untuk diam.

"Haruskah kita berdebat disaat seperti ini!?" Ujarnya pada Hyunjin, Seungmin dan juga Han terntunya.

"kalian lihat mahluk-mahluk itu" Tunjuknya pada mahluk-mahluk lapar di hadapan mereka "Mahluk-mahluk itu bisa saja menyerang dan memakan salah satu diantara kita, saat kalian sibuk saling menyalahkan. Apa itu yang kalian inginkan?" Tambah Felix lagi.

Han, Seungmin dan Hyunjin sama-sama menggeleg kini.

"Sekarang, daripada kita berdebat sesuatu yang tak penting. Bukankah sebaiknya...HUWAAAA..." Felix tak melanjutkan kata-katanya, karena salah satu dari mahluk itu tiba-tiba mendekat pada mereka.

Tanpa diberi aba-aba, kelima pemuda itu pun berpencar kesembarang arah guna menghindar dari mahluk-mahluk yang mulai mengejar mereka. Sesekali mereka mencoba melawan dengan memukul mahluk-mahluk itu dengan apa saja yang mereka dapatkan, tapi tentu saja hal itu tidak memberi hasil yang memuaskan. Mahluk-mahluk itu tetap tak bergeming bahkan meski mereka memukulnya berkali-kali.

BRAK

Pintu terbuka secara tidak manusiawi, menampakkan sosok Changbin yang berdiri kokoh dengan sebuah trisula di tangan kanannya. Untuk sesaat kehadiran pria itu seperti menjadi angin segar bagi Felix dan kawan-kawanya, setidaknya sebelum mereka melihat mimik wajah pemuda bermarga Seo itu. Mata Changbin menyorot tajam satu per satu hobae chefnya seolah siap mencincang mereka semua dan menjadikan menu utama di Randagio caffe. Kalau sudah begini apapun pilihan yang ada di hadapan mereka, tetap saja kematian adalah jawaban bagi lima sekawan tersebut.

"Keluar!" Kini tatapan Changbin mengarah pada mahluk2 menyeramkan yang terlihat meringsut ketakutan.

"Ne?" Felix berujar antara bingung dan takut.

"Kalian masih ingat jalan masuknya kan? Jadi keluar sekarang juga!" Lagi Changbin berujar.

"Tapi hyung..."

"Keluar atau akan kulempar kalian berlima untuk jadi makanan mereka!?" Changbin memenggal ucapan Felix begitu saja, membuat yang muda seketika terseksiap.

Itu bukan lagi ucapan ancaman, atau peringatan. Felix yakin Changbin bersungguh-sungguh saat melontarkan kalimat tersebut pada mereka. Karena itu, meski sedikit merasa cemas pada seniornya di tempat kerja itu, Felix tetap mengomandokan rekan-rekannya untuk keluar ruangan itu.

Dengan terseok-seok –karena rasa takut yang masih bersarang di hati masing-masing- kelima pemuda itu pun kembali menyusuri koridor kelam guna meninggalkan ruangan mengerikan tersebut. Sempat terdengar raungan dari belakang punggung mereka, namun kelima tetap memacu langkah guna menyelamatkan diri dari ancaman mahluk aneh yang tak sengaja mereka bangunkan.

_Back Door_

Di sisi lain, tepatnya di kota Busan, sosok Bang Chan sudah berhasil menarik kembali jiwa milik Park Jinhee. Keringat yang menghias di keningnya adalah tanda kalau usaha pria bermarga Bang itu tidaklah mudah dan hal itu tentu saja membuat Lee Know tak bisa untuk tidak kagum pada rekan sekaligus pemimpin tim mereka tersebut.

Lee know mulai mendekat pada Chan yang masih belum bergeming dari tempatnya, bahkan bendera iblis miliknya saja masih berkibar angkuh, seolah bangga sudah berhasil membatu pemiliknya menarik jiwa Jinhee.

"Hyung kerja bagus" Pujinya tulus.

Chan tersenyum kemudian melempar bendera iblis ke udara dan bendera itu pun lenyap dalam satu kedipan mata.

"Aku nyaris putus asa saat melihatmu hampir gagal tadi, tapi syukurlah kau bisa megatasi semuanya dengan baik" Lagi Lee Know melontarkan pujian yang membuat Chan terlihat bangga pada kerja kerasnya sendiri.

"Sekarang, haruskah kita memanggil orang tua Park Jinhee?" Tanya Lee Know kemudian.

"Tentu saja" Chan mengangguk dan membiarkan Lee Know keluar ruangan guna memanggil kedua orang tua Jinhee.

Tak lama tuan Park dan istrinya kembali ke ruangan itu, wajah sedih mereka berubah bahagia ketika melihat paras putrinya sudah kembali ke sedia kala. Tuan Park bahkan tak bisa menyembunyikan haru, pria paruh baya itu menangis sambil terus berterimakasih pada Chan juga Lee Know.

"Tuan Park, bisa kami menanyakan sesuatu pada anda?" Chan berujar pada tuan Park.

Pria itu mengangguk tak keberatan, bahkan wajah arogan dan terganggu yang sempat ditunjukan pada Chan dan Lee Know saat mereka datang sudah tak lagi terlihat di raut tuanya.

"Apa....anda mengenal gadis bernama Lee Minyoung?" Tanya Chan lagi.

"Lee Minyoung?" Ulang tuan Park.

"Ne" Chan mengangguk "Putri anda datang ke Seoul bersama gadis itu beberapa hari yang lalu. Tepat sebelum dia menederita penyakit ini" Jelas Chan.

Tuan Park coba mengingat-ingat tentang nama yang baru saja Chan sebut. Namun bahkan setelah mencoba mengingat beberapa menit, pria tua itu tetap saja merasa asing dengan gadis bernama Lee Minyoung tersebut.

"Aku tak ingat kalau putriku pernah memiliki teman bernama Lee Minyoung" Tukas tuan Park "Bagaimana denganmu yeobo? Apa kau pernah mendengar Jinhee menyebut nama itu?" Tanya tuan Park pada istrinya.

Nyonya Park menggeleng lemah sambil berujar "Jinhee tak memiliki banyak teman, jadi aku selalu tahu dengan siapa dia bergaul. Selama ini dia tak pernah menyebut nama Lee Minyoung di hadapanku. Jadi aku tak yakin kalau gadis itu adalah temannya"

Penjelasan nyonya Park tentu saja membuat Chan dan juga Lee Know kecewa, namun kedua pria tampan itu coba menyembunyikan ekspresi itu dengan tersenyum. Keduanya tak mau merusak momen bahagia pasangan suami istri itu, dengan membuat keduanya merasa bersalah pada mereka.

"Baiklah tuan, nyonya...sepertinya urusan kami disini sudah selesai" Chan berujar sopan pada tuan dan nyonya Park.

"Kalian akan pergi?" Tanya nyonya Park

"Ne" Jawab Chan.

"Tinggalah sebentar, biarkan kami menjamu kalian dengan baik" Tukas tuan Park.

Chan cepat mengeleng sambil mempertahankan senyum ramah di wajahnya.

"Masih banyak yang harus kami kerjakan tuan, maaf" Sesalnya Chan.

Tuan dan nyonya Park terlihat sedih mendengar penolakan dari Chan, namun untuk memaksa kedua pria itu tinggal mereka juga tidak cukup berani. Sudah cukup sikap kasar yang mereka tunjukan di awal yang terkesan kurang ajar, mereka tidak mau menambah kesan buruk dengan terus memaksa Chan dan Lee Know menerima jamuan mereka.

"Baiklah kalau begitu, maafkan kami tidak bisa menyambut kalian dengan baik tadi" Tukas tuan Park mengungkapkan rasa menyesalnya.

"Tidak masalah tuan, itu sangat wajar terjadi" Chan berujar maklum

"Oh ya tuan, bisakah kami meminta satu hal padamu?" Tanya Lee Know tiba-tiba.

Tuan Park memandang heran pada Lee Know, namun begitu pria tersebut tetap mengangguk setuju. Melihat itu tentu saja Lee Know tersenyum senang, kemudian cepat mengarahkan tubuh tuan Park dan istrinya menghadap dirinya.

Lee Know mengangguk sekali dan sebuah topi seketika muncul menghias di kepalanya. Hal itu jelas membuat tuan Park dan istrinya kaget, namun tidak sampai membuat mereka takut.

"Lihat batu bulan yang ada di topiku ini baik-baik" Perintah Lee Know.

Lagi-lagi mengangguk, sepasang suami itu melakukan apa yang Lee Know perintahkan. Sinar pun memancar dari batu bulan yang ada di topi Lee Know, membuat tatapan keduanya mendadak kosong.

"Hari ini tak pernah terjadi, kedatanganku dan hyungku...semua itu tak pernah ada. Saat kalian sadar nanti, yang kalian ingat adalah diri kalian sedang menunggu Jinhee yang sedang sakit. Dia terserang demam yang lumayan parah, jadi...kalian harus tetap di sisinya untuk selalu menjaga putri kalian" Lee Know mulai mengucapkan sebuah sekenario untuk tuan dan nyonya Park.

"Apa kalian mengerti dengan apa yang kukatakan barusan tuan? Nyonya?" Tanya Lee Know yang dibalas anggukan oleh tuan dan nyonya Park.

"Kalau begitu kami pergi dulu, bangunlah saat mendengar pintu rumah kalian tertutup" Intruksi Lee Know lagi.

"Baik" Sahut tuan dan nyonya Park nyaris bersamaan.

Lee Know mengangguk puas, kemudian berbalik menatap Chan yang menunggu di dekat pintu kamar.

"Kajja hyung, kita harus cepat-cepat pergi" Ajak Lee Know

Chan hanya mengangguk sebagai respon, kemudian melesat sama cepatnya bersama Lee Know menuruni kediaman keluarga Park. Tangannya sengaja menyentak pintu masuk dengan keras, sebelum akhirnya berjalan santai keluar dari pekarangan rumah Jinhee.

Kini Lee Know dan Chan sudah kembali menyusuri jalanan setapak yang sempat mereka lalui saat menuju kediaman Jinhee. Keduanya melangkah dalam diam, seolah membiarkan masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Senyap itu mungkin akan bertahan sampai mereka tiba di pemberhentian bus, andai saja dering ponsel milik Chan tidak menyentak keduanya. Dahi Chan mengernyit kala melihat nama Changbin di layar persegi itu dan tiba-tiba saja pria Bang itu merasa ada sesuatu yang buruk terjadi.

"Ne, Changbin" Sahut Chan setelah megangkat panggilan.

Changbin berujar panjang lebar dari seberang membuat raut wajah Chan berubah seketika. Tangannya bahkan mengenggam ponsel terlalu kuat, hingga membuat Lee Know berpikir kalau-kalau benda elektronik itu bisa saja hancur di tangan Chan.

"Baiklah kami akan segera pulang" Hanya itu jawaban dari Chan setelah mendengar semua penjelasan Changbin di ujung telepon sana.

"Hyung sesuatu terjadi?" Tanya Lee Know saat Chan akhirnya menutup panggilan dari Changbin.

"Segel buku iblis terbuka?" Jawab Chan yang langsung mendapatkan tatapan kaget dari Lee Know.

"B..bagaimana bisa?" Tanya pria manis itu kemudian.

"Akan kujelaskan di perjalanan, sebaiknya kita segera pulang sekarang" Jawab Chan

Tak mau berbasa basi lagi, Lee Know hanya mengangguk patuh. Mereka tak jadi menuju halte bus dan lebih memilih menggunakan taksi untuk pergi kearah bandara. Chan dan Lee Know benar-benar ingin tiba di Seoul dengan cepat, bahkan jika memungkinkan mereka ingin tiba detik itu juga disana.

_Back Door_

Kilatan warna-warna abstrak, layaknya pesta kembang api terlihat menghiasi langit Seoul sore itu. Itu tentu saja bukan kilatan biasa, melainkan kilatan cahaya sihir yang hanya mampu dilihat oleh orang-orang tertentu saja. Orang-orang yang memiliki cakra tinggi ditubuhnya, seperti seorang pria tampan yang tengah berdiri di balkon apartemennya saat ini misalnya. Seringai lebar terukir di wajah pria tersebut, yang nampak menikmati kilatan cahaya di langit sembari menikmati segelas vodca di tangannya.

"Akhirnya segel berhasil di buka" Gumamnya saat mendengar langkah kaki mendekat.

Pria yang baru saja tiba tidak menyahut, namun sang penanya seperti tidak perduli.

"Jinyoung-a"

"Ne" Jawab sosok di belakang pria itu.

"Kerahkan semua pejuang Esminets, kita harus berhasil mengumpulkan iblis-iblis itu lebih cepat dari Zastezhka" Perintah si pria mutlak.

"Baik"

Pria itu berbalik guna melaksanakan perintah rekannya dan meninggalkan ruangan tersebut dengan langkah begitu tenang. Sepeninggalan Jinyoung, pria tersebut terlihat mengacungkan gelasnya ke udara.

"Bersulang" Ujarnya kemudian menegak habis minuman yang ada di tangannya.

To Be Continue...

Battle story with Haebaragi13
Cek profilnya dan temukan cerita Back Door disana
Terimakasih sudah mampir dan sampai ketemu di part selanjutnya

Salam dari penulis : Porumtal
Langsa, 1 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro