Babysitter
"Sol! Olahraga yuk biar sehat!" Gerakan Solar seketika terhenti ketika mendengar suara familiar dari pintu kamarnya.
Manik kelabunya yang tertutup oleh kacamata visor terlihat menatap datar sang pemilik suara sebelum memutuskan kembali melanjutkan aktifitasnya yang tertunda.
"Jangan ganggu aku kak Fan, aku lagi sibuk dan lagi namaku Solar bukan Sol" mendengar perkataan Solar yang du tekan di bagian namanya hanya di balas cibiran Taufan.
Tangannya dengan sigap menarik tangan Solar menuju ke luar ruang lab untuk mengajak si bungsu berolahraga.
"Ayo Solar! Kau yang paling jarang olahraga tau!" Taufan tidak akan menyerah semudah itu. Tangannya tetap menarik tangan Solar walaupun sang bungsu sedang kerepotan menahan salah satu botol ramuan di tangannya agar tidak jatuh.
"Astaga kak Fan?! Ramuanku tumpah nanti! Ajak Ice sana! Dia kan belum juga jarang olahraga!" Solar berusaha membuat pengalihan agar kakaknya yang terkenal hyper itu berhenti mengganggunya. Tapi sepertinya itu tidak mempan sama sekali dengan Taufan.
"Dia udah kuajak olahraga 2 hari yang lalu berturut-turut! Dan lagi kalau bukan karena perintah Gempa aku juga gak mau ajak kamu olahraga!" Oke.. Solar kehabisan ide untuk menghentikan kakak keduanya itu.
Pada akhirnya dirinya memilih untuk menyerahkan dirinya kepada Taufan. Baru saja dirinya ingin melepas jas lab miliknya ketika harus di kejutkan oleh ke datangan kakaknya yang tertua.
"Solar! Kau di suruh olahraga sama Gem--"
"Huaaa!! Kak Hali!!!"
"Solar!!!!!!"
Halilintar melotot seketika melihat kejadian singkat di depannya. Kini ruangan tersebut sudah di penuhi oleh asap. Berterima kasihlah kepada Halilintar yang mengejutkan Solar sehingga ramuan itu harus terlempar dan mengenai wajah kakak keduanya.
Asap yang mengepul mulai menghilang perlahan-lahan memperlihatkan keadaan sekitar yang sedikit berantakan karena kejadian tadi.
Halilintar langsung menghilang seketika setelah melihat pemandangan itu. Sedangkan Solar sudah menutup mulutnya syok dengan tubuh gemetaran.
"Habislah...."
Boboiboy milik
Animonsta
Saya selaku penulis hanya meminjam karakternya saja
[Babysitter]
.
.
.
.
.
🌸HAPPY READING🌸
"Kak Hali? Solar sama kak Taufan mana?" Langkah Halilintar seketika terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Kepalanya menoleh patah-patah dan menatap sang pemilik suara dengan tatapan canggung.
"Ada di atas kok! Anu.. aku mau... olahraga! Iya olahraga! Gem! Kalau nanti mereka udah turun bilang ya aku nunggu di taman" sang pemilik suara yang tak lain adalah Gempa menatap Halilintar dengan tatapan heran.
Tidak biasanya dia melihat gelagat Halilintar seperti orang ingin melarikan diri. Apa mungkin ini perasaannya saja?
"Woi Gledek!! Mau kabur kemana?! Ini masalah belum kelar!" Pandangan Gempa dan Halilintar kini beralih ke lantai dua tepatnya di tangga turun dimana Solar berada sambil menggendong seorang balita.
Tunggu dulu.. Balita?
Mata Gempa membelalak seketika. Tangannya dengan cepat mencengkeram jaket milik Halilintar ketika menyadari kakaknya itu ingin melarikan diri.
Halilintar yang di tarik hanya bisa menangis dalam batin. Ini adalah hari paling menyebalkan yang pernah ada.
*****
"Jadi kak Hali mengagetkanmu?" Tanya Gempa memastikan dan di balas dengan anggukan Solar. Manik emas milik Gempa kini menatap balita yang berada di pelukannya yang tak lain adalah Taufan.
Tubuh kecil yang menggunakan pakaian yang benar-benar kebesaran itu hanya menatapnya polos sambil mengigit topi biru miliknya yang kebesaran.
Insting Gempa bekerja. Dengan cepat ia mengambil topi yang berada di tangan Taufan dan membuat pose seperti seorang ibu yang melarang anaknya yang justru membuat Taufan menangis.
Gempa hanya menghela nafas pelan sambil mengelus pelan punggung Taufan berharap bocah itu tertidur.
"Tapi Gem, aku juga gak bisa di salahkan dong! Kan kamu yang suruh aku bantu Taufan ajak Solar pergi keluar" pembelaan mulai meluncur dari bibir Halilintar.
Gempa yang mendengar nada protes sang kakak hanya menghela nafas pelan. Tidak tau harus berkata apa.
"Solar, itu ramuan sebenarnya untuk apa?" Solar tersentak kecil ketika mendengar pertanyaan Gempa. Dirinya terlihat berpikir sejenak sebelum pada akhirnya menatap Gempa kembali.
"Ngubah tanaman kak Thorn jadi bibit lagi" balas Solar yang sukses mendapat tatapan aneh dari kedua kakaknya.
"Kenapa?" Tanya Halilintar yang masih tidak mengerti.
"Itu ramuan untuk menjadikan tanaman Thorn yang mau mati jadi bibit! Kan aku jadi gak ngeluarin duit lagi untuk membelikan Thorn bibit" balas Solar dengan nada yang sengaja di poloskan membuat Halilintar harus menahan diri untuk tidak menampol wajah itu dan Gempa yang bersweatdrop.
"Jadi sekarang gimana? Kan gak mungkin kita rawat kak Upan sampai besar dan nunggu bertahun-tahun! Yang ada kita yang jadi lempeng nanti kalau ketahuan ibu" Halilintar sedikit meringis ketika membayangkan hal itu.
Manik merah miliknya kini melirik Taufan yang sedang tertidur dalam pelukan Gempa. Dan detik itu juga Halilintar langsung merinding mengingat tatapan maut sang ibu.
"Sukurlah ramuan itu belum sempurna kak Gem! Efeknya gak lama kok palingan sampai seminggu doang" Solar mulai mengangkat suara untuk menenangkan kedua kakaknya.
Halilintar yang mendengar itu langsung menarik kerah baju milik Solar. Manik merahnya menatap tajam sang bungsu yang hanya bisa meneguk ludahnya kasar.
"Kau bilang 'doang'? Apa kau tau.. hari ini ibu akan kembali ke rumah bersama ayah!! Dan itu tepat pukul 12 siang! Kau tau sendiri kan ibu adalah orang yang tepat waktu?" Solar yang mendengar penuturan sang kakak mulai membuat kedua adiknya merinding.
Kini ketiganya langsung menatap Taufan. Anak itu terlihat masih tertidur nyenyak di pelukan Gempa. Sebenarnya itu cukup imut bagi mereka... tapi ketakutan mereka akan amukan ibu mereka nanti lebih besar tau.
"Solar! Ajak Ice, Thorn dan Blaze untuk membuat penawarnya! Kalau ada bahan-bahan yang kurang biar aku beli! Waktu kita gak banyak!" Gempa mulai memberikan instruksi sambil melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 9 pagi.
Sial..
Waktu mereka benar-benar gak banyak. Mereka hanya butuh waktu 3 jam sekarang.
"Aku Gem?" Pandangan Solar dan Gempa kini beralih kepada Halilintar. Keduanya terlihat menatap Halilintar dan Taufan bergantian. Dan ntah kenapa rasanya Halilintar pingin memukul wajah kedua adiknya itu.
*****
Halilintar terlihat bercermin di kamarnya. Senyuman miris terlihat mengukir di wajahnya membuat sosoknya terlihat menyedihkan.
"Kak Ali cedih ya? Balu di putusin pacal?" Halilintar seketika melotot menatap sang adik yang sedang duduk manis di kasur miliknya sambil memeluk boneka kesayangannya.
Jujur saja, kalau bukan karena Taufan berevolusi jadi bocah mungkin Halilintar sudah menabok wajah tak berdosa itu daritadi.
"Kak Ali mencedihcan"
Jleb..
Halilintar seketika terbatuk mendengar ucapan Taufan yang terkesan spontan. Manik merah gelap miliknya menatap Taufan dengan tatapan tajam yang di balas dengan senyuman sinis Taufan.
Halilintar merasakan firasat buruk soal ini.
"Pftt-- kak Ali kan ndak puna pacal" kalau boleh jujur, Halilintar sebenarnya tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan Taufan sedikitpun. Tapi ada Satu hal yang pasti.
Taufan sedang mengejek dirinya.
Baiklah Halilintar tidak bisa memungkiri jika dia mengharapkan adiknya segera kembali semula. Karena Taufan kecil lebih licik daripada yang ia duga.
"Kak Ali.. ini apaan?" Ntah sejak kapan ponsel milik Halilintar sudah berada di tangan Taufan. Halilintar terlihat menatap ponsel itu was-was takut terjatuh dari tangan Taufan.
"Taufan... letakkan itu..." Taufan menatap kakaknya yang kini memerintah dirinya dengan suara selembut mungkin.
Senyuman sinis kembali mengukir di bibir Taufan. Benda berbentuk petak itu dengan sadis di lempar ke dinding hingga menjadi kepingan tak berarti.
Halilintar berteriak histeris. Ponselnya... kehidupannya... hancur begitu saja di tangan adiknya itu.
Belum sempat ia meratapi kematian ponselnya kini dirinya harus di kejuruan dengan suara tangisan Taufan. Manik merahnya menatap bocah itu dengan tatapan horor apalagi ketika dirinya mendengar suara langkah kaki yang mendekati kamarnya.
"Kak Hali?! Kok hp nya di banting?" Suara Gempa mulai memasuki indera pendengarnya. Belum sempat ia membalas, dirinya harus mati kutu di buat Taufan yang sedang menangis.
"Huwaaa.... kak Ali jaat kak Gem!!"
"Fitnah Gem!" Halilintar memberikan pembelaan ketika dirinya di fitnah.
Tapi sepertinya dewi fortuna tidak berpihak kepada Halilintar. Buktinya sekarang Gempa terlihat menggertakan tangannya.
Sepertinya Halilintar harus menemukan cara untuk melawan setan kecil itu.
*****
Taufan itu jahil. Hampir semua orang tau akan fakta itu. Tapi Halilintar tidak pernah tau jika adiknya itu licik. Sangat licik malah. Dan dia benar-benar mempertanyakan cara ibunya menghadapi setan kecil ini dulu.
Sekarang ia mengerti kenapa waktu kecil banyak pengasuh mereka yang lari.
"Ceh... bocan!!" Taufan mulai merengek sambil menggulingkan tubuhnya di kasur Halilintar. Manik safirnya menatap Halilintar dengan lekat membuat sang empu merasa risih di buatnya.
"Kalau bosan tidur" perkataan Halilintar tidak sedikitpun di gubris oleh Taufan. Justru sebaliknya bocah itu mulai kembali meluncurkan aksinya.
Halilintar mengerjapkan matanya. Ada perasaan janggal menghinggapinya. Apa setan itu memilih diam?
"TAUFAN?!" Halilintar kembali berteriak histeris ketika melihat boneka pikachu kesayangannya kepala dan badannya sudah terpisah.
Bukan hanya itu, bahkan Halilintar dapat melihat robekan-robekan du sekitar boneka itu.
Pertama ponsel, kedua boneka.
"TAUFAN?! APA YANG KAU LAKUKAN?!" bocah itu terlihat menatap Halilintar yang berteriak histeris dengan datar.
"Membunuh pikachu"
Fiks...
Adiknya ini memang titisan setan.
*****
"Hiks... Solar masih lama..." Solar yanga sedang sibuk di ruang lab miliknya bersama Ice, Blaze, Thorn dan Gempa terlihat menatap miris Halilintar. Penampilan Halilintar saat ini benar-benar kacau setelah hampir 3 jam menghadapi Taufan.
"Astaga kak Hali?! Siapa yang buat kakak kayak gini?!" Blaze berteriak kaget ketika melihat penampilan kakaknya yang jauh dari kata baik.
Halilintar hanya menggelengkan kepalanya pelan tanda frustasi dan menunjuk Taufan yang sedang berada di sampingnya.
Dan semua orang yang berada di ruangan menganggap Halilintar berlebihan. Nyatanya Taufan hanya memegang tangan Hali tanpa melakukan hal aneh apapun.
"Nih ramuannya" Solar menyodorkan sebuah ramuan kepada Thorn. Kini tugas Thorn untuk membujuk Taufan meminum ramuan itu. Tangannya terlihat menggandeng lembut tangan Taufan.
Halilintar menyadari sesuatu. Setan kecil itu ternyata sangat landai dalam berakting.
*****
"Apa yang aku lewatkan?" Taufan terlihat menggumam kecil sambil memegang kepalanya yang agak pusing.
Ingatan terakhir yang masih berada di kepalanya cuma dirinya yang mengajak Solar pergi berolahraga, Halilintar yang datang dan ramuan yang mengenai wajahnya.
Sisanya ia tidak begitu ingat.
"Membantu bersiap menyambut ayah dan ibu" balas Gempa sambil membawa kompres untuknya. Salahkan efek samping ramuan Solar yang membuat Taufan demam.
"Benarkah? Seperti ada yang terlewatkan.." Taufan terlihat menggumam kecil. Perkataan Gempa benar-benar meragukan.
"Kak Upan gak usah mikir dulu yang penting kakak sembuh! Kak Hali akan rawat kak Upan kalau Gempa sibuk di dapur!"
"Ogah! Aku gak mau rawat titisan setan Gem?!" Halilintar yang baru pulang sehabis membeli ponsel dan boneka batu langsung pergi melarikan diri ke rumah Fang yang langsung mendapatkan tatapan cengok dari kedua orang tuanya.
"Halilintar jadi ceria ya sekarang"
"Benar Amato~ aku senang lihat Halilintar begitu"
Dan sepertinya ada yang salah menafsirkan sikap Halilintar.
END
Pesan moral?
Cerita ini tamat dengan gaje:v
Kalau boleh jujur Krista ngakak sepanjang menulis tapi gak tau kalau misalnya reader gak ketawa->-
Semoga kalian suka:v
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro