Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Kasey



"Pekerjaan ini sangat cocok untukmu, Kase."

Theresa sudah berusaha membujuk Kasey tentang pekerjaan mengasuh anak ini selama setengah jam sekarang, tetapi Kasey masih saja tidak cukup yakin. Pertama, dia tidak punya pengalaman mengasuh anak dan kedua, jam kerjanya di malam hari. Orang tua seperti apa yang meninggalkan anak mereka sendirian di malam hari? Theresa adalah teman sejak kecil Kasey dan Matt, kakak gadis itu, adalah orang yang memberi tahu dia tentang pekerjaan ini.

"Dan bagaimana dengan ini?" Kasey mendengus pelan, pandangannya terpaku pada buku. "Aku tidak memiliki pengalaman apa pun tentang cara mengurus anak."

"Tentu saja itu tidak benar, bukankah dulu kau pernah menjaga adikmu?"

Menatap lurus ke arah temannya, Kasey memutar bola matanya. "Aku cuma anak sebelas tahun saat itu, Tess. Percayalah, aku hanya memeluk-meluknya dan terkadang, menyuapinya makan. Ibu menangani sebagian besar hal-hal sulit seperti mengganti popok. Jadi sungguh," dia menghela napas, "Aku tidak cukup berkualifikasi untuk pekerjaan ini."

Menarik buku Kasey dari tangannya, Tess menyingkirkannya dan memaksa temannya itu untuk melihatnya. "Kau sudah mencari pekerjaan begitu lama dan yang ini jam kerjanya di malam hari. Seperti yang kau inginkan. Dan kau tidak perlu menjadi pramutama bar atau apa pun, hanya seorang pengasuh anak. Selain itu, anaknya akan tidur di malam hari, Kase, akan seberapa sulitkah untuk menanganinya?" Kasey tidak mengatakan apa-apa, hanya melipat tangannya di depan dada. Dia sama sekali tidak yakin tentang hal ini, tetapi semakin banyak Tess berbicara, semakin teryakinkanlah dirinya. "Juga, itu anak dari sahabat Matt. Aku mengenalnya dengan sangat baik—dia keren dan baik. Juga, dia tidak akan di rumah pada waktu kerjamu, kau dapat menikmatimu waktumu sendiri di sana."

"Bagaimana dengan ibunya?"

"Eh, dia mungkin bekerja juga. Aku tidak tahu. Matt bilang dia akan sendirian sepanjang malam,"

Seberapa sulitkah itu? Pikir Kasey. Hanya seorang anak yang mungkin akan tidur selama jam kerjanya. Upahnya juga menggoda, dan dia akan mendapatkan dua hari libur. Dia bahkan bisa mengerjakan tugasnya di sana dan melakukannya saat anak laki-laki kecil itu tertidur. Tiba-tiba ide itu tampak cemerlang. Dia benar-benar membutuhkan pekerjaan dan yang paling aman adalah ini di antara semua yang dapat dipertimbangkannya.

Tess menatap temannya dengan tatapan berharap. Dia tahu betapa Kasey membutuhkan pekerjaan ini karena dia harus menghidupi keluarganya sejak perusahaan keluarganya bangkrut, dan mengenal baik Matt dan Jian, dia tahu pekerjaan ini sempurna untuk Kasey.

"Aku pikir kau mengenal ayahnya. Dia lulus seangkatan dengan Matt dan kau pasti sudah melihatnya ketika kau datang waktu itu." Kasey memandangnya. "Jian. Jian Li."

Kasey seketika agak mengingat wajahnya. Mereka lulus tahun lalu, dan dia datang ke perayaannya bersama Tess. Dia juga mengingat gadis yang mengaku mengandung anaknya Jian Li dan skandal itu adalah sesuatu yang selalu melekat di ingatannya dan mungkin banyak orang lainnya. Sedihnya, itulah satu-satunya hal yang muncul ketika dia mendengar nama Jian Li. Yah, Kasey juga tahu laki-laki itu sukses dan tampan. Dan Tess pernah menyukainya di awal tahun mereka kuliah.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan," gumam Tess. "Tapi Matt bilang Jian banyak berubah. Selain itu, dia sekarang seorang ayah." Dan pasangan orang lain, pikir Kasey. Sesungguhnya, dia bahkan tidak peduli jika Jian Li adalah seorang lajang. Dia dapat menjaga dirinya sendiri.

"Aku sama sekali tidak peduli padanya," jawab Kasey. "Jam kerjaku berakhir ketika dia pulang, kan? Kapan tepatnya itu?"

Sisi bibir Tess melengkung karena begitu senang. "Jadi, karena kau baru saja mengatakan jam kerjaku,itu artinya kau menginginkannya!" Kasey memutar bola matanya lagi. "Ini alamatnya," dia menyerahkan kepada Kasey, "dan kau dapat mengajukan pertanyaan lebih lanjut di sana."

"Kapan aku harus mulai berada di sana?"

Tess memeriksa ponselnya. "Sekarang juga."

"Sekarang juga?"

"Ya," jawabnya, "aku tidak mengira untuk meyakinkanmu akan membutuhkan waktu sebanyak ini. Aku memberi tahu mereka bahwa kau akan berada di sana pada pukul tiga sore. Jangan khawatir, jaraknya dekat dan aku akan mengantarmu ke sana."

Tess tidak memberikan waktu kepada Kasey untuk bersiap-siap dengan benar agar tampil sempurna sebagaimana seharusnya seorang pencari pekerjaan menampakkan dirinya. Dia berhasil memakai beberapa alat perias wajah milik Theresa sebelum didorong keluar dari kamar gadis itu. Sementara mereka sedang bersiap untuk pergi, Matt masuk dan menyapa mereka dengan senyuman. "Halo, Kasey."

"Hei, Matt," sapa Kasey, terengah-engah karena diburu-buru temannya.

"Sampai jumpa, Matt," sela Tess, ketika dia mengenakan sepatunya, sambil bersandar ke dinding.

"Ke mana kalian akan pergi?"

"Rumah Jian."

Alisnya mengernyit sebelum dia memahami sesuatu. "Oh, kau menerima pekerjaan itu?" dia bertanya langsung kepada Kasey.

"Ya," jawab Kasey, berjalan keluar dari rumah mereka. "Tawarannya cukup bagus."

"Betul," Matt membenarkan. "Tunggu," tambahnya, sementara kedua gadis itu sedang menuju mobil Tess. "Aku dapat mengantarmu—dan itu akan memberikan kesan yang lebih baik karena aku teman Jian." ide cerdas, pikir Kasey. Tess juga tidak mengatakan apa pun hingga beberapa detik kemudian, tetapi pada akhirnya mereka berjalan ke arah mobil Matt.

Matt selalu ada di sana sejak Kasey pertama kali mengenal Tess dan tentu saja ada periode singkat saat dia menyukai Matt, tetapi pada awalnya semua itu bermula karena tuntutan Theresa yang menginginkan mereka menjadi saudara ipar. Mimpi gadis itu mereda ketika Kasey mulai berkencan dengan seseorang saat mereka masih di tahun kedua. Sudah lebih dari setahun, tetapi Tess tidak pernah menyukai pacar Kasey, Henry.

Dia duduk di bangku belakang sementara Theresa duduk di samping kakaknya. Mobil Matt lebih nyaman daripada milik Theresa karena sejauh yang Kasey tahu, dia bekerja di perusahaan yang sangat sukses. Keluarga mereka tidak yang bergelimang harta, tetapi mereka jelas di atas rata-rata. "Matt, berapa umur anaknya?"

Pandangan Matt bertemu dengan mata Kasey melalui kaca spion tengah untuk beberapa saat, dan dia menjawab, "13 bulan."

Umur satu tahun. Kasey sebelumnya menduga anak itu akan jauh lebih kecil lagi, informasi itu membuat sebuah senyuman aneh terpampang di wajahnya. "Bagus," dia berseri-seri, menenggelamkan lebih dalam dirinya di kursi. "Dan kapan orang tuanya pulang? Berapa lama aku harus berada di sana?"

"Sekitar pukul lima pagi," balasnya. "Apakah itu masalah untukmu?"

"Tidak," katanya sambil tersenyum. "Aku dapat mengatasinya." kemudian, ponsel di sakunya bergetar. Mengangkatnya, dia melihat yang meneleponnya adalah Henry. "Hai," katanya menjawab telepon itu. Theresa melirik temannya melalui cermin dan langsung meringis ketika dia tahu bahwa itu adalah panggilan dari Henry.

"Halo, Sayang," kata Henry. "Apa yang kau lakukan?"

"Pergi ke wawancara kerja, kau?"

Henry setahun lebih tua dari Kasey, jadi dia sudah lulus. Dia menemukan pekerjaan sebulan yang lalu. "Bekerja. Hari ini sangat sibuk tapi aku akan kosong nanti malam. Kau mau makan malam bersama? Aku merindukanmu."

"Kedengarannya bagus," jawab Kasey. "Sampai nanti."

"Apakah tadi itu Henry?" Tess bertanya ketika Kasey mengakhiri panggilannya. Kasey hanya mengangguk karena dia tahu Tess bukannya meminta sebuah konfirmasi, akan tetapi dia ingin melontarkan sebuah penghinaan. Kebencian ini sebenarnya bermula ketika Kasey memberi tahu Tess tentang desakan Henry dalam hubungan mereka. Walaupun Kasey telah menjelaskan kepada laki-laki itu bagaimana mereka seharusnya tidak terburu-buru, Henry selalu menemukan cara untuk meyakinkan dirinya agar melakukan hal sebaliknya. Ketika hubungan mereka mulai berkembang, Henry mulai jarang memaksanya tetapi Tess sudah terlanjur kehilangan kepercayaannya pada Henry. Kadang-kadang Kasey berpikir ini merupakan kesalahannya, dia tidak seharusnya menceritakan semua itu kepada sahabatnya, tetapi dia tidak bisa mengubahnya lagi sekarang.

Mereka tiba di rumah Jian dalam waktu kurang dari lima menit. Dia tinggal di tempat yang sangat dekat, pikir Kasey ketika dia turun dari mobil Matt. Rumah itu memiliki taman yang lucu, dikelilingi oleh bunga berwarna-warni, didominasi mawar, dan yang pasti memiliki sentuhan seorang wanita. Kedua gadis itu mengikuti Matt melangkah menuju beranda, tetapi kemudian hanya diam menunggu ketika Matt mengetuk pintu dan memberikan senyum menenangkan ke arah mereka.

Meskipun ini bukan wawancara pekerjaan yang serius, Kasey tetap gugup. Dia sebenarnya menganggap ini sebagai keputusan yang kurang bijaksana, dan dia bahkan belum memberi tahu orang tuanya. Semua ini salah Tess. Dengan kemampuannya dalam meyakinkan seseorang, dia membuat Kasey berada dalam genggamannya kurang dari satu jam.

Akhirnya, pintu itu terbuka dan seorang wanita paruh baya muncul di sana. Kasey cukup yakin wanita itu bukanlah ibu si anak, mungkin neneknya. "Halo," wanita itu menyapa mereka dengan nada hangat dan memeluk Matt. Menilai dari penampilannya, Kasey dibuat bingung karena sejauh yang dia ingat Jian Li adalah seorang keturunan Tionghoa tetapi wanita ini sama sekali tidak terlihat seperti orang Asia. Kemudian, dia sadar bahwa dia mungkin ibu dari ibu si anak itu.

"Hai," sapanya, sambil melangkah masuk, dan mengamati interior dalam rumah. Berbeda dengan taman, rumah ini jelas kurang feminin. Desainnya sederhana, tidak didekorasi dengan banyak furnitur dan warna-warnanya cenderung gelap. Wanita itu mengantar mereka ke ruang tamu, yang merupakan ruangan terbesar di rumah itu, dan mempersilakan mereka untuk duduk sebelum menghilang ke dalam.

Tess dan Matt duduk bersama di sofa besar dan Kasey lebih suka duduk sendirian di kursi bersandar. "Dia nenek Carl," Matt memberi tahu mereka, ketika wanita itu masih ada di dalam. Carl adalah nama anak itu, Kasey segera berusaha mengingatnya. "Dia yang selama ini menjaga anak itu, tetapi karena dia sudah tua dan mudah lelah, Jian ingin mencari pengasuh anak." Mata Matt menatap Kasey. "Bicara soal itu, apa kau berpengalaman, Kasey?"

"Apa kau pewawancaranya?" Tess langsung memotongnya sebelum Kasey sempat membuat kalimat. "Kenapa juga kau tidak pergi saja sekarang? Terima kasih telah mengantar kami, tetapi aku tidak mengerti kenapa kau masih di sini."

"Tenanglah," kata Matt sambil tertawa kecil. "Aku di sisi kalian, kawan. Aku ingin Kasey mendapatkan pekerjaan ini juga." dia menghela napas, menatap adik perempuannya. "Aku hanya bertanya, Jian tidak mencari seseorang yang sangat berkualifikasi. Carl bukan anak yang sulit; dia biasanya tidur di malam hari."

"Kenapa orang tuanya tidak di rumah di malam hari?" Kasey bertanya, alih-alih menyimpan pertanyaannya itu untuk dirinya sendiri. Dia selalu melakukan itu; menyuarakan pendapatnya sebelum dia sempat memikirkannya dan memutuskan apakah itu adalah sesuatu yang seharusnya dikatakan.

"Apakah kau tidak memberitahunya?" Matt bertanya pada Tess, mengerutkan keningnya. Kembali menghadap ke arah Kasey, dia menjawab, "Jian adalah pramutama bar."

Sesaat kemudian, wanita paruh baya itu kembali membawa tiga cangkir kopi dan beberapa biskuit. Dia meletakkan nampan di atas meja dan menyerahkan cangkir satu persatu kepada mereka. Ketiganya lantas menggumamkan terima kasih sementara wanita itu duduk di seberang Kasey dan tersenyum seolah di tahu mengapa Kasey ada di sini. Lalu, dia ingat Matt mungkin sudah memberitahunya sebelum ini. "Jadi, kau pengasuh anaknya," katanya kepada Kasey. "Kenapa kau menginginkan pekerjaan ini?"

Dia bisa saja memberinya jawaban yang luar biasa. Kasey dapat memberi tahu wanita ini betapa berpengalamannya dia atau betapa dia sangat mencintai anak kecil. Namun itu tidak benar, dan Kasey tidak pandai berbohong. Jadi dia memilih mengatakan alasan yang sebenarnya. "Aku butuh uang." Dia menyadari itu terdengar sangat putus asa, jadi dia menambahkan kemudian, "Aku juga menyukai anak-anak—dan karena jam kerjanya di malam hari, pekerjaan ini sangat sesuai untukku."

"Apakah kau tahu cara menjaga seorang anak?"

Sekali lagi, alih-alih memoles kata-katanya, dia berkata, "Aku dapat belajar dengan cepat."

Jawabannya membuat wanita itu tertawa. Dia lantas melihat sekilas ke arah Tess dan Matt dan mereka berdua juga tersenyum padanya. Dia berharap dia berada di jalur yang benar, dan karena Tess dan Matt tidak menyela, dia mengira begitu. "Carl memiliki daftar makanan yang sudah ditentukan, dan dia biasanya tidur di malam hari. Dia agak terlalu energik, jadi kau harus berusaha ekstra untuk menghiburnya. Dia suka bermain dan dia sudah bisa berjalan. Tapi tetap saja, kau harus berhati-hati. Tolong jauhkan Carl dari colokan listrik, dia sangat menyukai itu."

Kasey, sementara itu, berusaha mengingat semua itu dalam benaknya dan berpikir apakah akan terlalu tidak sopan bila mengeluarkan ponselnya dan membuat catatan tentang semua itu. Dia mengangguk mengerti ketika wanita itu berhenti. "Apa kau yakin dapat mengingat semua itu?" wanita itu bertanya sambil tersenyum.

"Jangan khawatir, Nyonya," Tess menginterupsi, "Aku mencatat dan akan mengingatkannya." Kemudian, dia mengedipkan sebelah matanya pada Kasey ketika mereka saling bertukar pandang.

"Bagus. Sepertinya hanya itu saja sejauh ini," jawab wanita itu. "Ini nomor teleponku," katanya setelah menuliskannya di atas selembar kertas. Dia menyerahkannya dan tersenyum. "Panggil aku jika kau butuh sesuatu."

Semuanya terjadi secepat kilat untuk Kasey. Apakah dia sudah diterima sekarang? Dia bahkan tidak melakukan usaha apa pun untuk mendapatkannya. "Astaga, aku diterima?" dia bangkit dari tempat duduknya dan memeluk wanita itu. "Terima kasih banyak."

Dia tidak menyadari tindakannya itu agak terlalu informal sampai Matt berdehem di belakangnya. Dia mundur dengan cepat, menampilkan senyuman permintaan maaf, tetapi wanita itu sepertinya malah tampak terhibur melihat tingkahnya. "Biar kutunjukkan padamu, Carl," katanya. Kasey mengikutinya ke ruangan lain. Wanita itu membuka pintunya dengan perlahan, dan mereka memasuki ruangannya.

Anak itu tidur di tempat tidur. Kasey tersenyum melihatnya, anak itu terlihat begitu damai saat tidur. Wanita itu balas menatapnya dan tersenyum juga. Anak itu benar-benar imut, dan dari apa yang diingatnya, dia sangat mirip dengan ayahnya. Sebelum mereka meninggalkan ruangan, wanita itu mencuri pandang sekilas pada cucunya.

"Apakah kau merasa siap?" dia berbisik ketika mereka meninggalkan ruangan itu.

"Ya," jawab Kasey. Dia sungguh siap.

"Ngomong-ngomong, Jian biasanya ada di rumah sampai pukul enam, tapi hari ini dia harus melakukan sesuatu."

Wanita itu membawanya kembali ke ruang tamu dan Tess dan Matt sudah berdiri saat itu. "Aku mengirimimu catatannya di Whatsapp," Tess memberitahunya. "Aku tahu aku penyelamat kehidupanmu. Kau dapat membayarnya dengan mengenalkanku kepada seorang pria tampan." Matt terbatuk, yang mengindikasikan dia mendengar percakapan itu sampai selesai. Memutar bola matanya, Tess bergumam, "Atau apa pun."

Mengitari ruangan, Kasey memperhatikan wanita itu mengamati mereka hingga mereka sampai di ambang pintu sambil tersenyum, "Kapan aku dapat memulainya?" Kasey bertanya. Dia sangat siap untuk segera memulainya. Dia juga ingat dia harus memberi tahu orang tuanya, tetapi Kasey pikir orang tuanya pun tentu tidak akan keberatan karena mereka tahu dia sedang mencari pekerjaan.

"Sekarang."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro