Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18

Nara membuka mata dengan perasaan nyaman, lengan Danar yang melingkari  perutnya sama sekali tak mengganggunya. Ia merasakan kenyamanan tiada tara, setelah beberapa waktu terakhir jiwanya terasa begitu lelah karena mengeraskan hatinya pada Danar.

Dan hal yang membuatnya nyaman tak lain adalah dekapan hangat dari suaminya.

"Melamun?"

Suara serak Danar membawanya kembali pada kenyataan. Menyadarkannya kalau seharusnya ia tak memberi jalan pada Danar begitu mudah, setelah hatinya sendiri dibuat berdarah-darah oleh Danar. Tapi, lagi-lagi ada hal lain dalam dirinya yang terlena dengan cara Danar memperlakukannya.

"Selamat pagi, Nara-nya Mas Danar," ucap Danar tanpa berdosa. Kepalanya mendongak, membuat kepala Nara kini berada di bawah dagunya dan otomatis wajah Nara berada di ceruk lehernya. Membuat Nara merasakan aroma khas bangun tidur pria itu.

"Selamat pagi juga anak Ayah." Tanpa Nara sadari kini wajah Danar berpindah di depan perutnya, tengah menyapa hasil karyanya di dalam sana.

"Kenapa sayang?" Danar berusaha menyentuh wajah Nara yang menahan haru hanya karena sentuhan tangan Danar pada perutnya. Namun, Nara langsung menepisnya pelan. Nara juga sebenarnya merasa malu sendiri setelah kembali menyerahkan tubuhnya semalam.

Nara benci harus mengakui kalau ia kembali merasakan gelenyar aneh pada tubuhnya hanya karena sentuhan bibir Danar pada perutnya. Pelukan Danar pada pinggangnya atau hembusan nafas Danar yang terasa hangat di kulitnya.

Inginnya Nara, masih menguji keseriusan Danar, dengan cuek padanya. Tapi rasanya sulit sekali, ia merasa selalu ingin dekat Danar saat di rumah. Padahal dalam hatinya juga kesal karena Danar dua hari tidak pulang karena urusan pekerjaan. Masalahnya, baru pagi harinya Danar bilang akan selalu berusaha pulang tepat waktu.

Namun, mau tak mau Nara harus percaya pada Danar. Ia merasa harus bertanggung jawab dengan perkataannya yang akan memberi Danar kesempatan. Nara merasa harus membuktikannya dengan kembali memberi kepercayaan pada Danar dan kembali menata rumah tangganya yang hampir berantakan.

***

Perintah Danar untuk Nara agar segera resign dari pekerjaannya, tidak dipedulikan oleh Nara. Nara sendiri tidak bisa membayangkan jika ia harus mendekam di rumah setiap harinya. Pasti ia akan merasa bosan.

Apalagi entah mengapa jika dirumah tubuhnya selalu terasa lemas dan ingin serba dilayani. Dan anehnya, ia hanya ingin merepotkan Danar saja, bagian dalam dirinya tidak mau jika Bi Uci yang melayani semua keinginannya. Sepertinya, itu semua memang ulah calon anak di dalam rahimnya.

Tapi jika di toko, tubuhnya mendadak terasa bugar. Bahkan dia begitu semangat bekerja. Rasa pusing, lemas, dan mual yang terkadang mengganggu sama sekali tidak muncul saat ia berada di toko. Makanya Nara yakin untuk terus bekerja dengan kondisi hamil, meski suaminya melarang.

"Ray, yang itu biar Dian yang kerjakan." Perintah Ajun seraya mengibaskan tangannya agar Nara meninggalkan kontainer berisi barang kosmetik yang berniat ia pajang di rak.

Nara menurut, lalu membiarkan Dian yang baru saja melayani customer di kasir mengambil alih kontainer tersebut. Kemudian dia memilih menghampiri Ajun yang masih sibuk dengan kontainer lainnya. Mobil pengantar barang memang baru saja datang. Dan Ajun sedang mengecek jumlah barang pada kontainer dengan faktur pengiriman barang.

Ada lima staff di toko. Dua staff untuk shift pagi, dua shift untuk shift siang dan satu orang libur, bergantian setiap harinya. Hari ini Nara masuk shift pagi bersama Dian. Sedangkan siang nanti ada Ajun dan Rizal. Merlin sendiri mendapat jatah liburnya hari ini.

Tapi tiba-tiba Ajun datang lebih awal, tiga jam sebelum shift siangnya dimulai. Ajun bagai malaikat penolong bagi Nara. Ya, ia memang sengaja datang lebih awal. Ia terus saja kepikiran Nara yang pasti akan kerepotan karena hari ini jadwalnya datang barang.

Sejak Danar memberitahunya tentang kehamilan Nara, Ajun memang semakin memberi perhatian lebih pada Nara. Danar meminta Ajun untuk membuat jadwal bekerja Nara di pagi hingga ke sore hari saja. Dan tidak membiarkan Nara bekerja terlalu berat. Padahal tanpa Danar perintah pun, Ajun akan memperlakukan Nara dengan baik, dengan sepenuh hatinya.

"Nara, jangan yang itu. Isinya minuman kaleng. Berat. Yang lain saja." Ajun kembali melarang Nara.

"Nara, yang itu biar saya saja yang masukkan ke gudang." Tunjuk Ajun pada sekardus mie instan di tangan Nara.

Nara yang mengerti dengan apa yang dilakukan Ajun mendesah pelan. Ajun berlebihan. Untung saja hari ini shift-nya bersama Dian, si anak kalem yang baru bekerja dua bulan lamanya. Coba saja jika Merlin mengetahui hal ini, pasti dia akan tidak senang  karena Ajun yang pilih kasih.

Nara kembali mengambil kontainer berisi popok bayi yang sudah selesai di cek Ajun.

"Nara, itu---"

"Jangan? Ini berat? Isinya rindu? Biar saya saja?" Nara menyela ucapan Ajun sekaligus menirunya.

Ajun terdiam sesaat lalu tertawa diikuti Nara.

"Sudah ketemu setiap hari masih rindu?" Suara seseorang membuat keduanya menoleh.

"Oma Lisa! Kapan datangnya Oma?" sapa Ajun. Sedangkan Nara hanya tersenyum, Ajun memang lebih akrab dengan Oma Lisa---salah satu customer setia toko ini. Oma Lisa tinggal di perumahan belakang toko. Oma Lisa ini seperti sudah pikun, tapi senang sekali mengajak staff di toko ini mengobrol. Dan yang lebih akrab dengan Oma Lisa adalah Ajun. Karena Ajun yang paling rajin meladeni obrolan tidak nyambung Oma Lisa.

"Kamu beruntung sekali punya pasangan seperti Ajun. Dia benar-benar tulus sama kamu Nak. Kamu tahu kan?" Tak menghiraukan sapaan Ajun wanita itu malah berbicara pada Nara.

"I--iya Oma," jawab Nara seraya tersenyum seperti biasanya. Nara selalu iya-iya saja saat Oma Lisa berpikir dia kekasih Ajun. Di lain hari dia dikira tunangan Ajun, mantan Ajun, bahkan istri Ajun. Dan pada kesempatan kali ini Nara di anggap kekasih Ajun. Nara pikir jawaban itu lebih baik untuk Oma yang baik dan ramah ini, ketimbang mengelak dan obrolan akan semakin panjang dan tidak nyambung. Ya, staff yang lain juga biasanya akan iya-iya saja menanggapi Oma Lisa.

"Oma do'akan semoga kalian cepat naik ke pelaminan. Nanti urusan gedung pernikahan Oma yang bayar."

"Wah terima kasih Oma, terima kasih," sahut Ajun dengan heboh lalu mencium tangan Oma Lisa berkali-kali. Oma Lisa tertawa senang dengan respon Ajun. "Katering juga biar Oma yang tanggung,"  ucap Oma lagi yang membuat Ajun semakin berterima kasih dengan memasang wajah seolah-olah terharu lalu memeluknya.

"Tapi, kamu harus menikah dengan Raya," ucap Oma Lisa lagi seraya menunjuk Nara. "Kalau tidak dengan Raya, semua itu batal!"

"Siap Oma, Ajun akan menikah dengan Raya suatu hari nanti," jawab Ajun.

Dian di balik meja kasir hanya bisa tertawa dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan kepala tokonya itu.

Nara apa lagi, selalu takjub dengan candaan Ajun yang kadang tak bisa ditebak. Sosok Ajun yang seperti itu memang yang membuat para bawahannya betah dan loyal saat bekerja.

Padahal, Ajun mengatakan itu dengan serius. Ajun yakin dengan perasaannya. Perasaannya tidak mungkin salah meski mencintai istri orang. Yang salah adalah jika Ajun berusaha mengganggu rumah tangga Nara. Tapi, Ajun percaya jika jodoh pasti akan dipertemukan, kapanpun waktunya dan bagaimanapun caranya.

Ajun berharap suatu saat ia akan berjodoh dengan Nara.

***

Keesokan harinya Ajun tidak masuk di toko. Ia ada meeting bulanan kepala toko bersama area koordinator di kantor pusat. Hari masih siang saat Ajun selesai meeting. Ia berniat untuk tidak pulang ke rumah, melainkan datang ke toko saja. Rasanya hidupnya seperti ada yang kurang jika tak bertemu Nara sehari saja.

Ajun yang memang terburu-buru untuk ke toko, memilih untuk turun lebih dulu ke lobi. Dia tidak menunggu rekan-rekan kepala toko yang lain. Ajun memasuki lift yang sudah diisi oleh seorang wanita cantik. Wajahnya seperti familiar, tapi Ajun bingung pernah bertemu wanita ini kapan dan di mana.

Wanita itu tengah berbicara pada ponselnya, suaranya begitu lembut dan terdengar mesra saat berbicara dengan lawan bicaranya. Pintu Lift terbuka, Ajun keluar bersama wanita itu. Ajun terus berjalan ke tempat dimana motornya di parkir, sedangkan wanita itu berdiam diri di depan lobi.

Jalan keluar gedung kantor pusat itu kembali melewati lobi depan. Di sana Ajun tak sengaja melihat mobil yang ia kenali. Karena sering ia lihat, hingga ia hafal plat nomor mobil mewah itu. Mobil itu berhenti di depan lobi. Ajun tertegun saat melihat wanita cantik tadi memasuki mobil itu.

Ajun menggeleng, berharap salah melihat. Atau pikiran buruknya itu tidak benar. Walaupun dia berharap bisa berjodoh dengan Nara, Ajun tidak mau sampai Nara merasakan hal yang buruk dalam hidupnya.

TBC

Selamat malam semua. Semoga sehat-sehat selalu ya 😚

Terima kasih untuk vote dan komentarnya ❤️

Temen-temen yang mau baca cerita aku yang lainnya yang sudah dihapus sebagian, bisa beli e-book nya di google play ya 😁

Yang di dreame juga ada, mampir boleh ya, nama akunnya sama kok "Luckyniss" 😊

-----

Author note di atas, dari tahun 2020. Tapi masih relate kok 😁
Tambahannya adalah, cerita ini sudah bisa dibaca lengkap di KaryaKarsa Luckyniss 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro