0.4| Baby Linlin
SEONGWU menghela napas panjang, ia baru saja selesai menelfon Jonghyun dan menanyakan perihal hutang dan apartemen yang ditinggalinya saat ini. Jonghyun menyesali hal itu, ia sebenarnya ingin memberitahu lebih cepat, namun karena kondisi yang tidak memungkinkan—Seongwu-pun mengerti akan hal itu. Tubuhnya terasa lemas sejak sore tadi, ditambah lagi Kuanlin menangis cukup lama sejak kedatangan Yuri si pemilik apartemen baru.
Kuanlin kecil masih belum tahu apapun, oleh karena itu Seongwu merasa bersalah. Sejujurnya Seongwu-pun merasa lelah, bersikap dewasa sepanjang waktu agar membuat Kuanlin yang masih belia tidak mengalami peristiwa traumatis seperti yang dialaminya, ia sedikit terkekeh geli membayangkan bagaimana sikapnya yang saat itu masih menjadi murid tahun awal di sekolah menengah atas, dengan potongan rambut panjang dan mulai menindik— Seongwu datang ke sekolah dengan pakaian urakan. Sebuah bentuk evolusi baginya, tapi saat Ibunya mengatakan kalau hal itu membuatnya menderita, akhirnya Seongwu menghentikannya.
Pemberontakan itu tidak berlangsung lama, karena Seongwu paham mengenai seberat apa perjuangan Ibunya membesarkannya seorang diri tanpa siapapun yang bisa dimintai tolong. Sekarang Seongwu duduk bersandar di dinding kamar Kuanlin, memandang jauh ke arah jendela besar yang ada. Lampu-lampu kota Seoul serta lampu dari kendaraan yang masih begitu ramai di jam tengah malam, Seongwu menyembunyikan wajahnya di antara lututnya dan mulai terisak. Tangis yang selama ini coba ditahannya, kehilangan yang dirasakannya; nasib sial yang dialaminya. Rasanya semua ketidak beruntungan itu datang bertubi-tubi di hidupnya. Siapa yang patut Seongwu salahkan saat ini? Kepada siapa ia bisa meminta pertolongan.
Seongwu tidak menyadari kalau Kuanlin terbangun karena isakannya dan helaan napas kasarnya, anak laki-laki itu turun dari ranjangnya dengan susah payah dan berjalan ke arah Seongwu. Ia memandangi pemuda yang menjadi Kakaknya itu dengan mata berkaca, ia tidak tahu apa yang membuat Seongwu menangis. Namun tubuh kecil itu kini mendekap kepala Seongwu dan ikut menangis bersama.
"Uwu-hyungie maapin Kuanlin," ucap Kuanlin di sela tangisnya.
Kepala Seongwu mendongkak dan menatap kedua mata bulat Kuanlin dengan airmata yang terus mengalir. Ia memeluk Kuanlin, menyembunyikan wajahnya di potongan leher anak laki-laki itu. Hanya Kuanlin yang Seongwu miliki saat ini, sebuah peninggalan yang diberikan keluarganya untuk dirinya yang malang.
"Kuanlin, jangan tinggalin Hyung yah...," ucap Seongwu sambil menghapus airmata Kuanlin.
Kuanlin mengangguk pasti ke arah Seongwu dengan bibir bergetar, "Hyung juga angan tinggalin Linlin juga."
"Tidak akan, Kuanlin satu-satunya orang yang Hyung punya. Seseorang paling berharga dalam hidup Hyung sekarang."
Seongwu tersenyum ke arah Kuanlin dan mengecup dahi adiknya itu sambil mengusak pucuk hidung mereka.
"Kuanlin tolong bantu Hyung yah!"
"Nee!"
Seongwu memeluk Kuanlin gemas sambil menghapus jejak airmata di wajahnya, benar. Pasti ada orang-orang yang lebih kesulitan dibanding dirinya saat ini, Seongwu tidak boleh terjebak pada pemikiran melankolisnya, ia harus segera pergi meninggalkan segala kegundahan dan tangisannya. Perjalanan panjang menunggunya untuk dilewati.
"Kuanlin tidur lagi yah, Hyung temani."
Sambil menggendong Kuanlin, Seongwu lalu naik ke ranjang Kuanlin dan ikut berbaring di sisi Kuanlin. Mengelus puncak kepala Kuanlin dan bersenandung pelan, Seongwu mencoba membantu Kuanlin untuk tidur. Kuanlin sendiri sedang memeluk leher Seongwu. Keduanya sudah memejamkan mata sejak dua menit yang lalu dan akhirnya tertidur setelah napas teratur milik Kuanlin membuat Seongwu merasa nyaman.
***
Jisung mengerang kesal karena Daniel yang masih belum selesai melakukan make up hair-nya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, hari ini Daniel berada dalam mood yang buruk karena Jisung tidak bisa mendapatkan jelly kesukaannya. Demi bulan dan bintang di langit, Jisung bahkan sudah pergi ke tiga minimarket untuk membelinya. Namun stock dari jellykesukaan Daniel itu selalu sudah terjual habis, tentu saja siapa lagi yang membuatjelly itu cepat habis terjual kalau bukan pria di depannya itu yang mempromosikanjelly itu tanpa sadar.
Para penggemarnya tentu ingin mengetahui apa yang disukai oleh pria bernama Kang Daniel. Di saat Daniel menyukai kucing, maka para penggemarnya melakukan donasi untuk menolong kucing-kucing jalanan; kalau Daniel menyukai ramen, mereka akan membeli ramen apa saja yang menjadi favorit Daniel. Tentu saja hal itu juga berlaku untuk cemilan kesayangan Daniel itu, namun beberapa minggu yang lalu—saat sedang mengikuti sebuah acara verityshow Daniel mendapatkan pemeriksaan langsung dari dokter gigi yang diundang oleh pihak acara untuk memeriksa kesehatan gigi Daniel yang harus mulai diperhatikan, meskipun sudah mendapatkan perawatan pada giginya—tanda-tanda munculnya lubang di gigi Daniel kembali terlihat dan itu membuat sang dokter menyarankan agar Daniel mulai mengurangi konsumsijelly atau kalau bisa menghentikannya.
"Berhenti memasang wajah cemberut! Lia-noona jadi kesulitan mengerjakan pekerjaannya!" omel Jisung.
"Aku kan butuh Jelly Hyung! Kau tahu kalau aku sampai pusing selama syuting, ini semua karena kau tidak membelikanku jelly!"
"Yak! Apa kau bisa berhenti membuatku jadi manager paling tidak becus di dunia hari ini? Lakukan syutingmu dengan baik Kang Daniel! Dan aku akan membelikanmu dua kardus jelly yang akan menyambutmu sepulang syuting!"
Daniel berbalik dengan cepat dan memandang Jisung dengan kedua mata berbinar dan senyuman tercetak jelas di wajah tampannya.
"Sungguh Hyung!? Tentu saja aku akan melakukan yang terbaik hari ini, Hyung bisa segera pergi mencarikanku Jelly itu dan memenuhinya di atas ranjangku!"
"Terserah saja, nanti aku akan meminta Youngmin untuk menjemputmu di sini. Aku benar-benar tidak dibayar lebih oleh Tuan Sewoon untuk melakukan pekerjaan seperti ini...."
Daniel hanya tertawa pelan mendengar omelan Jisung yang sering menjadi pembangkit semangatnya. Sejujurnya Daniel sedang tidak bersemangat karena rumor yang terus bermunculan di media, mulai dari dirinya yang sengaja datang ke tempat pemakaman untuk menarik perhatian pers. Daniel mendengus mengingat rumor-rumor itu, membuat dadanya dipenuhi oleh perasaan kesal dan marah. Apa tidak ada orang yang bisa memberitakan mengenai ia yang berduka? Ia baru saja kehilangan kekasihnya karena tragedi itu. Bahkan orangtua dari kekasihnya itu tidak bisa membiarkan Daniel memberikan penghormatan terakhir kepada Chungha.
Namun Daniel paham. Ia tidak bisa menyalahkan siapapun di situasi seperti ini, hubungannya dan Chungha sejak awal sudah ditentang keras oleh orangtua—tentu tindakan yang dilakukan oleh orangtua mantan kekasihnya pada seseorang seperti Daniel. Daniel pantas mendapatkannya.
"Daniel-ssi, sudah saatnya persiapan pengambilan gambar."
Salah satu kru studio enam muncul dan memberitahukan Daniel untuk segera mengambil tempatnya. bergabung bersama para bintang tamu lain dan pemandu acara yang telah berada di posisi mereka. Daniel tersenyum dan segera bangkit setelah berterima kasih kepada penata riasnya juga meraih jas Gucci yang telah disiapkan oleh penata busananya.
Langkah-langkah lebar Daniel membawanya ke studio tempat di mana syuting akan berlangsung, Jisung sudah meninggalkannya sejak ia pergi keluar dari ruang ganti bintang tamu di studio. Setelah menyapa para kru acara dan menjabat tangan para pengisi acara yang sama, Daniel duduk di salah satu kursi yang berada di sisi panggung. Acara dimulai!
"Selamat pagi, selamat bergabung ke acara 'We Want To Know!' pada episode kali ini kami akan membahas mengenai para Idol yang berhasil menjajah dunia akting, saya MC Goo Minah akan menjadi pemandu anda kali ini, mohon bantuannya!"
Wanita berusia awal tiga puluhan itu mulai memperkenalkan para idol-aktor yang diundang. Saat sampai pada giliran Kang Daniel, senyum wanita itu mereka sempurna.
"Kang Daniel-ssi, sudah sangat lama sejak terakhir kali kau berada di acara ini... sepertinya pekerjaan anda sebagai seorang aktor membuatmu jadi jarang hadir ke acara-acara on air seperti ini."
"Ah Tentu tidak Minah-sunbaenim, saya banyak memiliki waktu santai dan bermain."
"Tapi tetap saja, saya dengar Daniel-ssi kembali mendapatkan tawaran sebagai pemeran utama drama baru?"
"Benar, saya baru saja menerimanya dua hari lalu dan langsung tertarik pada sosok yang akan saya perankan."
"Bisa beritahu kami mengenai peran apa yang akan Daniel-ssi perankan nanti?" tanya Minah dengan kedua mata berbinar dan tubuhnya sedikit condong ke depan.
"Pada kali ini aku memerankan tokoh seorang pria yang patah hati karena ditinggalkan oleh kekasihnya, ia hanyut dalam nostalgia. Melakukan banyak hal untuk mengingat sang kekasih. Ditambah lagi syutingnya akan dimulai musim dingin nanti... masih ada cukup waktu sebelum masa syutingnya dimulai," jelas Daniel.
"Saya benar-benar menunggu waktu tayang dari drama itu, ah lalu ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada Daniel-ssi...," ujar Minah sambil meraih kartu berisi pertanyaan yang diletakkannya terbalik di atas meja. "Boleh saya memulainya?"
Daniel hanya mengangguk dan tanpa sadar menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering.
"Daniel-ssi datang ke gedung tempat di mana keluarga korban jatuhnya pesawat xx, dari kabar yang beredar kalau Daniel-ssi datang ke sana karena memiliki salah satu kenalan yang menjadi korban."
"Benar, salah satu teman SMA-ku ada yang menjadi korban. Kami cukup dekat saat masih di SMA jadi saya datang untuk memberikan penghormatan terakhir, itulah alasan mengapa saya ada di sana."
"Aaah jadi seperti itu, saya juga melihat dari foto yang beredar... Daniel-ssi datang bersama seorang pemuda tampan. Apa dia salah satu teman anda?"
"Dia salah satu keluarga korban, saya dan keluarganya tinggal di tempat yang sama... jadi saya menawarkan untuk memberikan tumpangan."
Minah mengangguk mengerti dan matanya kembali memindai kertas berisi deretan pertanyaan lain.
"Saya mengerti... saya rasa semua rumor tidak mengenakkan yang diembuskan ke media sebagian besar adalah kesalahpahaman semata. Tentu saja tidak ada yang masalah dari datang ke tempat kedukaan untuk memberikan bela sungkawa, saya rasa kita bisa melanjutkan ke sesi selanjutnya, tentu saja setelah iklan yang satu ini!"
Saat iklan mulai diputar Daniel dan Minah bertemu pandang, senyuman lembut di arahkan Minah kepada Daniel sebagai tanda bahwa ia tahu kalau seluruh rumor menggelikan yang menyebar di masyarakat tidaklah benar. Daniel memberikan tatapan berterima kasih dan sepanjang sisa acara Daniel terus tersenyum dan melemparkan lelucon dan juga cerita mengenai topik yang sedang mereka bahas.
***
Kuanlin menatap Seongwu dengan sepasang manik mata kecokelatannya dengan wajah memelas. Sudah hampir empat jam Seongwu sibuk memasukkan beberapa pakaian dan barang-barang penting untuk dibawa setelah besok mereka akan keluar dari apartemen. Ada empat koper besar yang berisi pakaian dan barang-barang, Seongwu juga mengisi beberapa peralatan lagi ke dalam box.
Memang tidak semua barang yang dibawa oleh Seongwu, ia mengambil beberapa barang mahal pemberian ayah tirinya itu untuk dijual, begitu juga dengan miliknya, milik ibunya dan sekarang ia sedang bertanya kepada Kuanlin mainan mana yang tidak diinginkannya lagi.
"Hyung mau buang?" tanya Kuanlin dengan mata berkaca.
"Tidak Kuanlinie," jawab Seongwu sambil tertawa pelan, ia lalu mensejajarkan tingginya dengan adik laki-lakinya itu, "besok kita harus pergi dari sini dan tinggal di rumah baru, Kuanlin sudah janji akan ikut dengan Hyung bukan?"
Kuanlin mengangguk mengerti, "mainannya?"
"Rumah baru kita tidak sebesar ini, lalu Hyung harus menjual beberapa barang karena kita butuh uang. Hyung sudah mengumpulkan barang-barang milik Hyung dan Hyung harap Kuanlin mau ikut melakukan hal yang sama."
Kuanlin menggigit bibir bawahnya untuk berpikir, ia menatap beberapa box mainannya yang ada di ruang bermain. Ia lalu mengambil sebuah boneka kelinci berwarna putih dengan telinga merah muda, juga dua mobil-mobilan dan satu robot mainan. Lalu ia berjalan ke arah Seongwu dan memberikan mainan yang dipilihnya—
"Linlin simpan ini saja," ucap Kuanlin dengan sedikit berat hati.
Seongwu tersenyum dan mengecup pipi Kuanlin sambil berterima kasih, dimasukkannya mainan milik Kuanlin ke dalam tas ransel sedang yang nantinya akan dipakai Kuanlin. Seongwu sudah meminta Jonghyun untuk membantunya menjual barang-barang itu, ia juga meminta Jonghyun untuk mengirimkan hasil penjualan itu ke rekening miliknya.
Setelah selesai, Seongwu lalu memakaikan Kuanlin pakaian yang nyaman. Udara di luar memang sudah tidak sepanas siang tadi, matahari sudah hampir terbenam. Seongwu hanya mengenakan sebuah kemeja peach berbahan kain tipis polos yang dipadukan dengan celana kain selutut berwarna cokelat. Kuanlin mengenakan kaos berwarna biru laut dan celana kain yang sama seperti miliki Seongwu. Keduanya keluar dari apartemen dengan membawa koper-koper besar—
"Eh... kenapa membawa koper banyak sekali?"
Sosok Jisung yang membawa empat tas belanja besar menatap Seongwu dengan pandangan sedikit kaget. Seongwu berbalik dan menatap Jisung yang kini berjalan mendekat.
"Apa kalian akan pergi dari sini?"
"Iya, apartemen ini bukan milik almarhum Ayah kami lagi."
"Apa yang terjadi?" tanya Jisung sambil memasang wajah khawatir.
"Emmm itu...."
"Linlin dan Uwu-hyung tidak boleh bobo di sini lagi, tante jahat usir," jawaban dari Kuanlin kecil membuat kedua bola mata Jisung terbelalak kaget.
"Astaga!? Benar? Lalu kau akan tinggal di mana?"
Seongwu menatap Jisung dengan raut wajah sedikit memelas karena tidak tahu hal apa yang harus dilakukan. Jisung langsung menjatuhkan tas belanjanya dan menerjang Kuanlin dan menggendongnya, ia memandang Seongwu dengan sebuah senyuman menenangkan yang membuat Seongwu merasa sedikit salah tingkah.
"Ikut denganku, aku akan memberikan kalian tempat tinggal sementara."
"Eh tapi—"
"Ikut saja, jangan khawatir aku akan menolong kalian. Aku akan menaruh kantung berisi jelly ini di dalam sana dan kita bisa segera pergi ke tempat yang aku katakan."
Seongwu hanya mengangguk dan membiarkan Jisung menggendong Kuanlin dan mengajaknya berbicara dengan nada suara lucu. Sesungguhnya Seongwu terkejut dengan apa yang terjadi, Ia sudah memiliki rencana untuk menginap di sebuah penginapan yang berada dekat dari gedung apartemen yang ditempati keduanya. Jisung keluar dari apartemen milik Daniel sementara Kuanlin memasukkan beberapa jelly ke dalam mulutnya dan tertawa polos ke arah Seongwu.
"Ayo, aku akan mengantar kalian!"
Jisung membawa dua buah koper dibantu Kuanlin, sementara Seongwu membawa sisanya. Ketiganya kini berada di dalam lift menuju ke lantai basement dan dengan bantuan dari seorang pria yang memiliki tubuh tinggi dan besar.
"Peter, tolong bawakan koper ini yah... kita pergi ke Gwangjin-gu, ke apartemen."
Pria itu mengangguk dan mulai mengangkat barang-barang milik Seongwu dengan cekatan, Kuanlin yang masih setia menempel pada Jisung membuat Seongwu tersenyum.
Ternyata Tuhan tidak benar-benar meninggalkannya, duduk di dalam mobil van yang sering dipakai oleh para selebriti membuat Seongwu sedikit tegang, tentu saja. Hal-hal mewah seperti ini terasa asing untuknya yang hidup terkadang kekurangan. Kuanlin duduk di kursi depan, dipangkuan Jisung yang sedang bersenda gurau dengan anak laki-laki itu, menanyakan apakah Kuanlin sudah makan atau belum.
"Udah tadi, Uwu-hyungie masak sup!"
"Sup-nya enak?" tanya Jisung dengan nada suara yang dibuat penasaran.
"Acin, tapi Linlin cuka."
Jisung lalu menatap Seongwu dari kaca tengah mobil, keduanya bertemu pandang.
"Aku akan membawa kalian pergi makan malam dulu sebentar di salah satu restoran milik teman baikku, kau tidak keberatan bukan? Mereka menjual banyak masakan laut yang enak. Kau dan Kuanlin tidak memiliki alergi pada makanan laut bukan?"
"Ah iya, maaf tapi aku dan adikku jadi sangat merepotkan Yoon-ssi."
"Astaga jangan formal seperti itu, kalian berdua adik-kakak yang menggemaskan. Aku tidak bisa menghentikan diriku untuk tidak membawa kalian ke tempat yang menyenangkan. Lagipula anggap saja ini hmmm... aku mentraktirmu karena hari ini ada banyak hal baik yang terjadi setelah beberapa hari terasa buruk."
"Kalau begitu... terima kasih Yoon-ssi," ujar Seongwu dengan sebuah senyuman manis di wajahnya.
"Jisung-hyung mulai sekarang aku adalah saudara laki-lakimu... jadi jangan merasa ragu untuk meminta tolong pada hal-hal seperti ini."
"Baik, Hyung!" jawab Seongwu sambil meremas ujung kemejanya, menahan rasa haru karena kemunculan sosok Jisung di saat seperti ini.
"Hyungie? Hyungie juga Hyung Uwu-hyungie?" tanya Kuanlin sambil mendongkak menatap Jisung.
"Iya! Dan sekarang Jisung-hyung ini juga adalah Hyung Kuanlin!"
Kuanlin diam dan menatap Jisung lama sebelum tertawa pelan.
"Linlin sekarang punya Hyung ini!" seru Kuanlin sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya.
"Pintar! Kuanlin pintar sekali, sekarang Kuanlin punya dua Hyung yang akan menjaga Kuanlin!"
***
Daniel menyuruh Yongmin salah satu sopir dari agensi untuk pulang lebih dahulu, ia mendapatkan undangan untuk dari seorang reporter. Akhirnya Daniel mengemudikan mobil Ford SUV putih yang baru dibelinya beberapa bulan lalu, membawa mobil itu membelah jalanan dan pergi ke daerah Gwangjin, di sebuah restoran sushi yang cukup privasi.
Setelah memakai masker dan kacamata, Daniel langsung masuk ke dalam restoran, bahkan mengacuhkan sambutan pelayan restoran itu. Ia sudah mengetahui di mana ruangan tempat reporter itu berada. Tepat saat ia membuka pintu geser bergaya Jepang, terlihat sosok wanita dewasa dengan rambut yang digulung ke atas. Memandang Daniel dengan sebuah seringai, Daniel hanya mendengus melihat rubah di depannya itu kembali mencoba mengusiknya.
"Selamat datang, Kang Daniel-ssi...," desis perempuan itu saat Daniel duduk di hadapannya sambil melepaskan kacamatanya.
"Lama tidak bertemu, Seoyeon-ssi."
"Kau sepertinya jadi semakin sibuk yah, apa tawaran pekerjaanmu semakin banyak?" tidak ada niatan untuk berbasa-basi, wanita itu hanya ingin memancing emosi Daniel.
"Tentu saja aku sedang sibuk dengan pekerjaanku. Bukankah aku salah satu selebritas yang paling bersih dan tidak memiliki skandal dalam karirku."
"Benar, kau adalah pria sederhana yang hidup dan bisa bertahan di dunia kotor ini. Aku salut padamu, tapi kau pasti sadar kalau di dunia ini tidak ada sesuatu yang bisa kau sembunyikan hingga akhir hayatmu."
Sorot mata Daniel menjadi lebih tajam dari sebelumnya, ia memandang Seoyeon dengan rahang yang mengatup keras.
"Dan apa maumu kali ini?"
"Kau tahu, aku memegang rahasia terbesarmu saat ini. Dan aku butuh bantuanmu untuk mendapatkan songkongan dana dari sebuah perusahaan besar, aku ingin kau mengencani putri dari pemilik perusahaan kamera Coen. Stephanie Lee, wanita berumur dua puluh lima tahun... sekarang bekerja sebagai kepala HRD di perusahaan milik keluarganya. Dia adalah salah satu penggemarmu, aku yakin dia akan jatuh cinta dengan cepat. Tidak perlu menjalani hubungan serius... cukup membuatnya untuk memberikan dana sebanyak dua puluh persen untuk sebuah proyek photoshoot fair yang akan di langsungkan akhir tahun ini."
"Bagaimana kalau aku menolak?" tantang Daniel.
"Ucapkan selamat tinggal pada karir gemilangmu, karena orientasi seksual yang kau miliki."
Daniel memandang Seoyeon dengan mata yang nyalang. Seolah sedang melakukan tindakan apapun yang ada dalam kepalanya ke arah Seoyeon yang tersenyum meremehkan. Daniel bangkit dari posisinya dan berjalan keluar dengan tergesa-gesa, membuatnya sempat beberapa detik mendapatkan perhatian dari beberapa pengunjung yang ada di restoran itu.
Namun Daniel tidak mengacuhkannya, ia memilih untuk pergi ke salah satu bar terdekat yang diketahuinya. Berurusan dengan wanita siluman rubah itu selalu membuat Daniel sering kehabisan kesabaran juga akal sehat. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju bar bernama "Helios". Bar yang di dominasi warna jingga dan merah membuat suasana di bar itu menjadi tempat yang panas dan cocok untuk membakar gairah dan juga amarah.
Akan tetapi bayangan wajah Chungha yang cemberut setiap kali menemukan Daniel yang mabuk di apartemen dan terus meracau membuat Daniel hanya terdiam di lapangan parkir Bar Helios. Akhirnya Daniel terdiam di sana selama hampir tiga jam dan memikirkan segalanya dalam keheningan di saat hujan mulai turun dengan intensitas ringan.
***
Jisung menyalakan lampu apartemen dan seluruh ruangan dibanjiri oleh cahaya. Seongwu masuk ke dalam apartemen sambil menggendong Kuanlin yang kekenyangan karena memakan semangkuk besar sup salmon dan nasi hangat.
"Kemarilah, aprtemen ini sering dibersihkan oleh orang yang kubayar... kau bisa tinggal di sini untuk sementara."
Seongwu mengikuti Jisung dari belakang, membawa Seongwu menuju sebuah kamar yang di dominasi oleh warna abu-abu. Tidak ada barang di dalam ruangan itu ditambah lagi kamar yang diberikan oleh Jisung sangat besar.
"Apa Hyung untuk hal ini? Ini sangat-sangat—"
"Percayalah aku justru tidak memiliki pilihan lain selain menempatkanmu di apartemen ini. Tidak ada yang berlebihan, lagipula aku tidak memaksakan diri untuk membiarkanmu tinggal di sini, ah... tapi kau akan tinggal di sini sendirian. Kau punya tanggung jawab untuk membersihkan tempat ini, untuk tagihan listrik dan airnya, jangan khawatir... kau tidak perlu membayarnya. Pokoknya sekarang yang harus kau pikrikan adalah menyelesaikan hutang yang kau bicarakan tadi."
Seongwu menatap Jisung dengan sepasang manik mata yang berkaca, ia mengangguk patuh pdaa ucapan Jisung. Melihat hal itu, Jisung tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengusak lembut puncak kepala Seongwu sambil tersenyum lebar.
"Aku akan membantumu untuk menemukan sebuah pekerjaan yang cocok, tapi apa kau tidak ingin menjadi aktor atau idola? Aku yakin kau bisa memulai debut yang hebat jika kau ingin."
Seongwu menggeleng keras, ia tidak mungkin bisa melakukan hal itu. Tidak ada hal spesial yang bisa ia pamerkan kepada orang lain ditambah lagi ia tidak cukup tampan.
"Kalau begitu, selamat beristirahat... aku akan kembali ke sini setelah jadwal syuting selesai. Sampai jumpa, Seongwu!"
Jisung-pun meninggalkan Seongwu di apartemen yang memiliki ruang tengah yang luas. Cocok untuk dijadikan tempat bermain Kuanlin, saat menengok dapur—Seongwu menyukai dekorasi dapur yang sederhana dan sempit, jika ingin menjangkau satu daerah dari daerah lain menjadi mudah. Seongwu mulai memasukkan beberapa barang-barang yang dibelinya bersama Jisung ke dalam kulkas.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, namun Seongwu memilih untuk membersihkan beberapa daerah di apartemen itu. Kelelahan setelah bekerja hampir dua jam, Seongwu lalu berbaring di atas sofa ruang tengah sambil memejamkan mata. Ia sudah mengganti kemejanya dengan kaos putih bertuliskan "LOVE ME RIGHT" berwarna merah, keringat masih mengalir di beberapa bagian tubuhnya, tapi ia terlalu lemas untuk bergerak. Dan akhirnya Seongwu jatuh tertidur.
***
Piip pip piiiip pip pip pip pip pipip....
Sosok Daniel masuk ke dalam apartemen yang sedang bermandikan cahaya temaram dari sang rembulan. Setelah melepaskan sepatu miliknya, Daniel lalu melangkahkan kakinya dan saat matanya menangkap sosok yang sedang terbaring di atas soda—hampir saja ia menggigit lidahnya sendiri karena terkejut, mengira kalau sosok itu adalah sebuah entitas yang seharusnya tidak berada di dunia ini lagi.
"Apa ini...," gumam Daniel pelan.
Ia mendekati sofa dengan bulu romanya yang meremang, menandakan ia tegang. Saat ia berjongkok di hadapan sosok itu, Daniel hampir saja terpelanting ke belakang karena terkejut. Seongwu sedang tertidur di apartemen miliknya. Panik dengan keberadaan Seongwu, Daniel langsung saja melangkah mundur dan mencari ponselnya di balik jaket kulit yang dipakainya saat ini. Dan menghubungi Jisung yang pasti menjadi dalang dari kejadian ini. Tepat di nada panggilan pertama, Jisung menjawab panggilan Daniel—
"Ha—"
"Yak, Hyung! Bagaimana mungkin ada Seongwu di apartemenku sekarang!?" teriak Daniel tertahan.
"Kau ada di apartemen Gwangjin!? Yak! Apa yang kau lakukan di sana?"
"Itu tidak penting. Kenapa ada orang asing di apartemenku sekarang?" tanya Daniel balik.
"Aku sedang membantunya. Ia kehilangan tempat tinggal sekarang, jadi aku menawarkan bantuan dengan membiarkannya tinggal di apartemen di Gwangjin. Lagipula kau kan tidak pernah ke sana selama dua tahun ini, dibandingkan kita memperkerjakan orang lain... lebih baik biarkan Seongwu tinggal di sana sampai ia menemukan tempat tinggal."
Daniel diam mendengar pemikiran Jisung.
"Tapi—"
"Sudahlah, aku sudah membuat keputusan ini. Nanti biar aku yang mengurusnya, kau sebaiknya menjelaskan padaku kenapa kau pergi ke sana tanpa Yongmin hah? Kau ingin kabur atau bagaimana—"
"Aku akan menelefonmu lagi Hyung, sampai nanti!" potong Daniel.
Daniel mengembus napas kasar, kembali mendekat ke arah Seongwu dan menatapnya lama. Entah kenapa, Seongwu yang sedang ditimpa oleh cahaya rembulan yang lembut membuatnya terlihat seperti datang dari dunia yang berbeda dengan Daniel. Bulu mata yang lentik, alis yang rapi tersusun, bibir tipis yang memiliki lengkungan menawan dan berwarna ranum, kulit seputih salju di bulan desember—Daniel menelan ludahnya tanpa sadar.
Seongwu menawan. Itulah yang Daniel ketahui sejak hari pertama bertemu dengan sosok yang sedang terbaring di depannya itu. Seongwu memiliki proporsi tubuh yang membuatnya terlihat seperti pangeran yang keluar dari buku dongeng anak-anak. Tubuhnya tinggi, lebih tinggi dua senti meter dibandingkan Daniel, ditambah lagi tubuhnya atletis namun terlihat kurus karena tinggi badannya.
Tanpa sadar Daniel memandang Seongwu dari jarak yang sangat dekat. Ia bisa merasakan aroma napas Seongwu yang manis, seperti cokelat. Poni rambut Seongwu menutupi mata bagian kirinya, Daniel menyingkirkannya dengan ujung telunjuknya. Napasnya tertahan karena degub jantungnya yang menggila.
"Sial dia semakin cantik saat seperti ini," batin Daniel.
Masih begitu asyik memandangi setiap lekuk menawan tulang wajah Seongwu, Daniel menemukan tiga titik di pipi Seongwu. Seolah membentuk rasi bintang di angkasa, Daniel mulai bertanya-tanya dalam hati. Apa Seongwu adalah seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi sosok yang dikagumi seperti yang sedang Daniel alami saat ini, bahkan deru napas Seongwu terasa menyenangkan. Membuat ada sebuah pergerakan menggelikan di perut Daniel.
"Hnggg...," Seongwu mengerang pelan dalam tidurnya.
Dan hal itu membuat sesuatu dalam diri Daniel bangun begitu saja. Wajah Daniel semakin dekat, matanya terfokus pada bibir ranum Seongwu yang sedikit terbuka. Jantung Daniel menggila saat jarak di antara bibirnya dan milik Seongwu semakin dekat. Aroma cokelat itu kembali terasa, membuat sudut bibir Daniel tertarik.
"Bahkan aromanya saja sudah se-seduktif ini."
Semakin dekat—
Daniel bisa merasakan bayang tekstur bibir Seongwu.
"Hyungie lagi apa?"
Suara Kuanlin membuat Daniel berbalik cepat dan menemukan Seongwu yang sedang menatapnya dengan sepasang manik mata polosnya. Sedikit mengantuk, napas Daniel yang sempat tertahan kini akhirnya bisa teratur kembali.
"Kuanlinie, kenapa tidak pergi tidur?" tanya Daniel setengah berbisik.
"Aus!" jawab Kuanlin sambil menguap.
"Kalau begitu ayo ikut Hyung, akan Hyung ambilkan."
Kuanlin kecil segera berjalan menghampiri Daniel dan menggengam jemari milik Daniel. Sementara tangan kirinya sibuk mengucek matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih membayang. Daniel mengambilkan Kuanlin sebotol air mineral dari lemari penyimpanan dan menuangkannya ke dalam gelas kaca sebelum membantu Kuanlin untuk meminumnya.
"Telima kaci," ucap Kuanlin sambil menatap Daniel dengan senyuman penuh hingga membuat kedua lesung pipit miliknya terlihat.
"Sama-sama, sekarang ayo kembali ke kamar... Hyung akan membantu Seongwu untuk tidur di ranjangnya bersamamu."
Tentu saja Kuanlin mengangguk dan kembali mengekor di belakang Daniel dengan wajah mengantuk. Daniel dengan mudah mengangkat Seongwu dari sofa, membawanya ke dalam kamar yang terbuka. Meletakkan tubuh kelelahan Seongwu di atas kasur empuk. Tidak lupa Daniel juga menyalakan pendingin ruangan dua derajat lebih dingin dibanding suhu normal. Kuanlin naik ke atas kasur dengan susah payah—
"Tokki...," Kuanlin lalu celinguk mencari di mana boneka kelinci kesayangannya.
Daniel yang seoalh mengerti apa yang dimaksud oleh Kuanlin lalu mencari di mana sesuatu yang berwujud kelinci itu berada, saat melihat sesuatu keluar di antara tas yang tidak tertutup rapat. Sebuah boneka kelinci putih, segera saja Daniel menyerahkan boneka itu kepada Kuanlin yang sudah mencoba menggapai-gapainya.
"Selamat tidur Kuanlin," ucap Daniel sambil tersenyum lembut ke arah Kuanlin.
Ia mendekat dan mengecup dahi Kuanlin. Daniel sempat terdiam beberapa saaat, seolah sedang berdebat dengan dirinya sendiri mengenai pemikirannya untuk membagi ciuman selamat malam untuk Seongwu juga. Setelah dua menit dilalui Daniel, akhirnya ia bergerak dan mengecup pipi Seongwu tepat di tiga titik yang ditemukannya malam ini. Usai mencuri ciuman dair Seongwu, Daniel segera keluar dari kamar yang ditempati saudara itu—akhirnya Daniel memilih untuk tidur di studio miliknya yang berada di salah satu ruangan yang ada di dalam apartemen.
Yang Daniel tidak ketahui adalah—kini sepasang manik mata Seongwu terbuka dan wajahnya memerah karena sjeak tadi menahan diri untuk tidak bangun dan menghentikan aksi nekat Daniel yang membuat dadanya bergemuruh hebat.
"Sial! Apa tadi itu?!"
Dan dengan susah payah, Seongwu mencoba untuk melupakan setiap sensasi menyenangkan dari sentuhan Daniel yang membawanya ke tempat yang berbeda. Meskipun begitu, wajah Seongwu masih tetap terasa panas karena sensasi ciuman dari Daniel.
"Ahk bagaimana ini!?" teriak Seongwu frustrasi dalam hati.
***********************************************************
Gilaaaa 5,5k kata dalam waktu kurang dari 10 jam. Pinggangku sakit hahahaha... ini aku ngejar momennya taunya malah kebablasan gini. Semoga memuaskan yah he he he... aku makin gak tau ini bisa update seminggu sekali atau gak di sisa akhir tahun ini. Tugas sama ujian semakin banyak, semoga sih bisa yah~
Terus... hmmm iya, kita akan memasuki arc di mana ongniellin bakalan main rumah-rumahan wkwkwkwk... akhirnya masuk arc ini juga. Semoga suka yah~
Dan terima kasih untuk seluruh dukungan dan semangatnya, semua itu selalu bikin aku semangat nulisnya.
01.12 WIB, Bandung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro