Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

「 Bab 9 : Tali Takdir 」

Aku sudah menghabiskan isi kotak susu yang kupegang, tapi tetap memaksa untuk menyedot isi angin di dalamnya, membuat suara ganjil yang sedikit ribut. Detik berikutnya, helaan nafas panjang kini terdengar, seolah aku baru saja menghembuskan segala masalah yang menghantui isi kepalaku. Yah, itu memang kenyataannya, sih. Bahkan terlihat bagi para pejalan kaki yang melewati depan konbini.

Yah, lagi pula siapa yang akan memakai pakaian serba hitam dan duduk di depan konbini di siang-siang begini? Belum lagi dengan suhunya yang tinggi karena musim panas tengah mampir. Orang pintar pasti lebih memilih baju dengan pakaian cerah dan berlengan pendek untuk mengurangi hawa panas. Bukan dress dengan lengan panjang dan berwarna hitam begini. Memangnya mau bunuh diri dengan kepanasan?

Aku kembali menghela nafas dan meremas kotak susu yang telah kosong. Bukan salahku berpakaian aneh seperti ini. Hanya rutinitas tahunan yang harus kulakukan sebagai bentuk ketaatan dan formalitas. Ya mereka memang melakukannya untuk formalitas, sementara aku selalu melakukannya di akhir pekan. Yah, kami selalu melakukan ini setiap tahun. Berkunjung dan membersihkan makam serta mendoakan Mama.

Dan setelah rangkaian kegiatan tahunan yang diiringi wajah sendu—aku tahu itu bohongan—dari pria yang mengaku sebagai Papa dan wanita yang dibawanya, aku langsung berjalan sendirian keluar dari pemakaman, menolak menaiki mobil bersama mereka. Yah biarkan mereka mendapatkan waktu berduaan. Pasti mereka menyukai waktu yang kuberikan.

Dan di sinilah aku, di depan konbini yang biasa dengan susu stroberi yang sudah habis. Entah kenapa, tapi aku memutuskan untuk pergi ke sini. Mungkin aku berharap agar mendapatkan sesuatu seperti penyemangatku lagi. Karena entah mengapa dari berbagai tempat, justru aku memilih disini.

"Natsuki?"

"Mn?" Aku menoleh dan tertawa getir di dalam hati.

Dan dari banyaknya orang, aku selalu bertemu dengannya.

.

.

.

「Yakusoku, 'ka?」
Bab 9 : Tali Takdir
by andin

.

.

.

Aku mengayunkan kaki dan dengan riang kembali menyedot habis susu stroberi yang kedua hari ini. Dengan menggoyangkan tubuhku sendiri ke kanan dan kiri, memberikan kesan bahwa aku menikmati masa-masa ini.

"Pwah~ susu stroberi memang yang terbaik~!"

Natsuki benar-benar sangat menyukai susu stroberi ternyata. Kenapa dia menyukainya, ya?

"Sudah kubilang, susu stroberi itu manisnya pas. Apalagi memiliki rasa asam dari stroberinya dan tidak membuatku mual. Setidaknya aku lebih menyukai susu stroberi dibanding susu rasa lain." Aku berujar dengan penuh semangat, mengacungkan kotak susu yang masih tersisa setengah.

Aku langsung tersadar dan melirik Yuichi dari sudut mataku. Anak laki-laki itu tengah menatapku bingung, dengan tatapan yang sulit kujelaskan. Tangannya memegang susu kotak yang sedotannya masih ia gigit.

Ia baru akan membuka mulut sebelum aku meletakkan tanganku ke hadapan mukanya dan memotong dengan cepat, "Aku bisa melihatnya dari wajahmu."

"Cenayang saja tidak akan bisa membaca isi pikiran dari wajah."

"He ... tahu apa kau soal cenayang?"

Yuichi hanya memalingkan wajah dan meminum kembali susu kotak bagiannya. Aku ikut melakukan hal yang sama. Mata dan kepala kami bahkan mulai tersinkronisasi dengan menoleh secara bersamaan, mengikuti arah jalan pejalan kaki yang lewat, atau adik kecil dengan sepedanya, hingga bibi muda dengan anjingnya. Hingga tanpa sadar, kotak susu yang kami sedot mulai kehabisan isinya, menimbulkan suara ganjil pertanda isinya yang sudah berganti dengan angin.

Yuichi meremas kotak susu sebelum melangkah membuangnya. Sementara aku di sisi lain memasang wajah memelas memandang susu kotak yang telah habis. "Sayangnya rasanya hanya sementara."

"Terlalu banyak minum minuman kotak juga tidak baik."

"Tapi itu susu." Aku bergerak meremas kotak susu dan membuangnya.

"Tetap saja, itu sudah dimasukkan ke dalam kotak dan diberi pengawet." Yuichi kembali duduk setelah membuang sampah miliknya. "Kenapa juga kau tidak membeli yang bubuk saja dan membuatnya di rumah?"

"Mn? Entah, aku lebih suka jika yang di kotak."

"Pantas saja kau tidak tambah tinggi."

Ctak!

Siapapun yang memiliki cermin, pasti dapat membuktikan jika keningku mulai berkedut, menampilkan perempatan siku-siku karena perkataan spontan yang diberikan oleh Yuichi.

"Aku tumbuh tinggi! Tinggiku sudah ideal untuk anak perempuan seumuranku!"

"Tapi temanmu ada yang lebih tinggi dibandingmu."

"Ya dia saja yang ketinggian. Tiang listrik pun dia makan!"

Bahu Yuichi bergetar, laki-laki itu menahan tawanya. Di sisi lain aku hanya merengut kesal. Bisa-bisanya aku selalu berdrbat dengannya. Padahal aku bisa mmebaca pikirannya.

Apa yang Natsuki lakukan di sini? Aku lupa menanyakan itu sedari tadi. Haruskah kutanya, 'kan? Ia terlihat tidak baik-baik saja.

"Aku dari makam ibuku, hanya kunjungan tahunan. Setidaknga begitu sampai aku sampai di konbini, mampir, dan minum susu." Aku sedikit terkejut dengan apa yang kubicarakan. Itu pasti terdengar mencurigakan, apalagi untuk Yuichi, sehingga yang kulakukan adalah menarik nafas dan kembali berbicara, "Setidaknya itulah yang kulakukan sebelum akhirnya bertemu denganmu. Jadi, apa yang Laki-laki Hujan ini lakukan ke konbini? Kupikir kau akan menghabiskan waktu dengan memakan jeruk saja di ruang keluarga."

"Aku memang melakukan itu dan sedikit merasa bosan. Jadi kuputuskan untuk menunggumu di sini, dan ternyata kau sudah lebih dulu."

Aku bernafas lega. Setidaknya aku tidak terlalu terlihat seperti orang aneh yang dapat membaca pikiran orang ini, 'kan?

"Hee~ seorang Yuichi ingin menemuiku?" Aku tertawa kecil dan mencoba menjahili anak ini sedikit. "Apa kau merindukanku?"

Iya.

"Tidak." Ia memalingkan wajah. Yang membuatku terkejut bukan hanya karena reaksi malu-malu darinya dan telinganya yang memerah. Tapi isi pikirannya yang ikut mendukung tindakannya.

Hei? Apapun yang masuk ke dalam kepalaku ini tidak salah, 'kan? Reaksinya juga, aku tidak salah lihat 'kan?

"Hee? Kau berkata tidak, tapi telingamu memerah." Aku mencoba memancingnya lagi. Setidaknya sampai ia sejalan dengan isi hatinya sendiri.

"Aku tidak memerah. Itu ... itu karena panas." Ia mencoba menutupi telinganya dengan aku yang tertawa atas suara isi hatinya yang terdengar jelas.

Sialan, bisa-bisanya aku memerah. Kenapa juga aku bereaksi begitu?

Ini memang curang, tapi melihatnya yang tidak konsisten antara ucapan dan isi kepalanya menjadi hiburan tersendiri bagiku. Bahkan reaksinya juga lumayan.

"Ukh, berhentilah tertawa."

Itu memalukan.

Aku mengangguk dan memegangi perutku sembari berusaha menghentikan tawa yang terus mengalir dan terdengar dari mulutku. Sedetik berikutnya, aku memukul punggungnya dan tawaku mereda.

"Reaksi Yuichi sangat lucu."

"Sudah kubilang hentikan."

"E? Kau hanya menyuruhku untuk berhenti tertawa, loh~"

". . . Ya, hentikan semuanya."

"Ahahaha, baiklah baiklah."

Jeda cukup lama dengan iringan suara kendaraan bermotor yang melewati depan konbini. Setelah kendaraan itu berlalu, sunyi menghampiri kami.

Haruskah kuajak sekarang?

"Natsuki?"

"Mn?"

"Kau ... suka berbelanja?"

Aku mengerjap dan memiringkan kepalaku sebagai reaksi. Cukup aneh mendengar Yuichi mengatakan hal seperti itu. "Kenapa?"

"Itu ...."

Rika bilang jika perempuan suka berbelanja dan menghabiskan waktunya dengan jalan-jalan. Bagaimana caraku mengatakannya, ya?

Aku kembali mengerjap dan berujar, "Aku lebih suka keliling dan mungkin berbelanja hanya menjadi tujuan kedua. Karena kadang berbelanja itu menghabiskan banyak uang."

Aku dapat melihat wajah Yuichi yang menjadi cerah, seolah aku baru saja mengatakan hal yang ia bayangkan. Memang, sih.

"Apa kau ada waktu luang?"

"Untuk?"

Aku ingin mengajakmu berbelanja, aku ingin mengajakmu berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Ukh, bagaimana caraku mengatakannya? Padahal aku sudah bertanya dengan Rika.

Rika? Yuichi sudah mengatakan nama itu dua kali di dalam pikirannya. Apa itu anak perempuan yang pernah kulihat? Hee, jadi ini alasan ia bertemu dengan anak perempuan itu. Aku merasa pipiku memanas.

"Kau mau mengajakku berjalan-jalan di pusat belanja?"

Lagi-lagi, aku dapat melihat wajah Yuichi yang berseri. Rasanya aku ingin kembali tertawa. Detik berikutnya aku mengangguk dan tersenyum riang.

"Tentu, ayo~"

Ah, aku mulai menyukai tali takdir ini.

Untuk sementara waktu.

≪ °❈° ≫

Regards, ndin
1191 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro