「 Bab 6 : Tidak Menyapa 」
"Sudah berapa lama dia seperti itu?"
"Percayalah, dia melakukan itu bahkan sebelum aku sampai."
"He ... sesuatu terjadi padanya?"
Aku bisa merasakan Yasuko yang mengedikkan bahunya tanpa melirik sekalipun. Salahkan suara kemejanya yang bergerak ganjil dan tebakanku yang tak pernah mungkin salah. Dan tebakan lainku lagi, teman-teman klub ku pasti bertanya soalku.
Bagaimana, tidak?
Biasanya aku datang paling terakhir atau mungkin terlambat ke ruang klub. Jika itu lebih awal, mungkin aku sedang bersama atau terseret Yasuko saja. Tapi kali ini, bahkan aku pergi dan sampai lebih dahulu dibanding Yasuko. Catatlah itu sebagai keanehan yang pertama.
Keanehan kedua, alih-alih membaca manga atau novel acak karena bosan menunggu yang lain, aku justru menulis karangan hingga beberapa lembar genkouyoushi sudah menumpuk di sisi kiri lenganku. Seorang Natsuki Hanamura tidak pernah terlihat serajin itu untuk menyelesaikan karangannya di ruang klub. Aku biasanya hanya membaca dan mengobrol, dan karanganku? Kukerjakan saat malam hari di rumah.
Aku meletakkan hasil karanganku yang sudah memenuhi seluruh halaman dan mengambil lembar kertas baru. Baru ingin menulis narasi lanjutan dari ceritaku dengan pena, suara tepuk tangan menginterupsi.
"Ya~ sudah hampir tengah hari, bagaimana dengan makan siang? Kurasa kita tidak akan bisa melanjutkan menulis dengan perut kosong, 'kan?"
Itu ketua klub ku yang berbicara. Ia menatapku dan ketiga temanku yang lain sebelum kembali melanjutkan, "Dan kurasa kita semua sama-sama tidak membawa bekal. Bagaimana dengan membawa novel dan kita makan di restoran makanan cepat saji terdekat? Ku dengar ada toko baru di persimpangan jalan. Berlawanan dengan arah kita pulang.
Setidaknya kita harus menjernihkan pikiran dan saling bertukar ide agar tidak jenuh, 'kan? Yaa, salahku karena kita jarang melakukan piknik. Jadi anggap saja jika ini salah satu pikniknya."
"Tidak salah. Mungkin kita bisa menjadwalkan piknik betulannya minggu depan saja." Yasuko terlihat merapihkan buku dan alat tulisnya, lebih dulu menyetujui saran dari Ketua. "Ayo, akan kutraktir es krim setelahnya."
"Ide bagus, ide bagus. Ah, aku sudah lama tidak makan ayam~ apa mereka punya saus yang pedas ya?" Akina ikut merapihkan peralatannya bahkan menyusul Yasuko yang sudah lebih dulu keluar ruangan.
Aku menatap Ketua yang masih menunggu di pintu masuk dengan kacamata dan senyuman khasnya. Baru ingin kubuka mulutku, mengutarakan penolakan setelah memilih kata-kata yang halus, tiba-tiba teman yang terakhir merapihkan peralatanku.
"Yap, tidak ada yang tertinggal. Ayo, Natsuki~"
"E-e? Tapi–"
"Ayo ayo, perutku sudah berbunyi."
Dan aku hanya bisa mengatakan kata tapi sembari didorongnya keluar dari ruang klub. Ketua mengikuti di baris paling akhir, setelah memastikan ruang klub terkunci rapat.
Ah, sepertinya aku harus menerima tawaran mereka yang sedang mencoba untuk menghiburku.
.
.
.
「Yakusoku, 'ka?」
Bab 6 : Tidak Menyapa
by andin
.
.
.
Aku menyeruput minumanku, menyisakan setengah cola di gelas. Rasanya tidak seenak susu stroberi yang selalu kubeli. Ya, mau bagaimana lagi? Disini hanya ada soda, teh lemon, dan entah, aku sudah lupa menu-menunya.
Kami betul-betul pergi keluar untuk makan siang. Berjalan menyusuri jalan rumah seperti biasa, tapi berbelok ke arah yang berlawanan saat mencapai sebuah persimpangan. Dan disinilah kami, di restoran cepat saji, dengan ayam yang ditempatkan di mangkuk besar dan kentang—yang cukup banyak untuk dimakan bersama-sama. Kami duduk di meja yang kami satukan di sudut ruangan. Setidaknya kami berkerumun di sudut, di mana orang lain tidak akan terganggu.
Aku mengambil tempat terpojok. Tepat di samping tembok dan membelakangi jendela dengan stiker bertuliskan nama tokonya besar-besar. Setidaknya perasaanku tidak serumit tadi. Entahlah, kenapa juga aku bisa seperti tadi, ya? Apa mungkin karena aku kelaparan?
Katanya perempuan selalu melakukan itu saat lapar, 'kan?
Aku mengambil sepotong ayam lagi dan memakannya perlahan. Mataku terus bergulir, menatap teman-temanku secara bergantian setiap dari mereka mengobrol. Aku belum bisa menanggapi mereka sampai ayam yang kumakan sudah habis. Aku anak baik yang menurut pada orang tua, sudah pasti aku tidak akan berbicara dengan mulut penuh.
"Aku tahu, aku tahu. Alur seperti itu memang membosankan. Tapi setidaknya aku punya pemantik yang menarik."
Kimawari, teman yang menyeretku, mulai membicarakan karangannya. Perkataannya di akhir kalimat membuat kami mendekat penasaran. Termasuk aku yang sedang kesulitan menggigit tulang rawan dari ayamku.
"Katakan, katakan." Akina terlihat tidak sabaran, membuat Kimawari menyunggingkan sebuah senyuman.
"Jadi begini, aku tahu jika sesuatu tentang percintaan sekolah, cinta pandangan pertama, hal-hal romantis setelahnya pasti akan terkesan datar dan biasa saja. Jadi aku memiliki ide unik untuk membuat alurnya lebih menarik.
Kubuat si tokoh perempuan, bisa membaca pikiran pasangannya."
"Uhuk—"
Aku tanpa sadar menggebrak meja dan mencoba mengambil gelas cola milikku. Yasuko yang berada di sebelah kiriku langsung memberikanku gelas jus nya dan aku dengan cepat meminumnya.
"Natsuki? Kau tak apa?"
Aku meletakkan isyarat pada Ketua yang duduk di sebrangku untuk menunggu dan kuteguk habis jus yang ada di gelas. Setelahnya, aku bernafas lega dan mengacungkan jari jempol padanya. Teman-temanku yang lain ikut menghela nafas lega.
"Bagaimana bisa kau tersedak ayam lagi?"
"Umn, itu benar. Kau harus mengurangi kebiasaanmu memakan tulang rawannya."
Aku mengembungkan pipi pada Akane dan Kimawari. "Tapi tulang rawan itu bagian terenak!"
"Katakan itu saat kau sudah bisa memakannya dengan benar." Yasuko mengambil gelas cola milikku dan meminumnya.
Aku hanya memasang senyum polos dan wajah yang tak berdosa. Padahal aku baru saja menghabiskan segelas penuh jus jeruk yang ia pesan. Yah salahkan tulang rawan itu yang tiba-tiba menggelinding masuk sebelum aku siap menelan, dan salahkan juga Kimawari yang tiba-tiba membicarakan itu.
Aku beranjak bangkit. "Aku akan memesan minum lagi dan burger. Ada yang mau menitip?"
"He ... kau sudah menghabiskan banyak potong ayam dan kau masih ingin burger?"
"Memang kenapa? Perutku bahkan masih muat untuk 10 burger lagi." Aku menepuk-nepuk perutku untuk memamerkannya pada Kimawari.
"Dasar, nanti kau gemuk. Aku mau satu juga. Double cheese~♡"
"Ryokai~!"
Aku hanya memberikan gerakan hormat dan meninggalkan meja teman-temanku yang kini merutuki Kimawari. Aku baru ingat jika gadis itu berkata akan diet hari ini setelah memakan 5 potong ayam.
Aku melangkah memasuki antrian. Ini antrian ketiga. Di paling depan ada seorang laki-laki dengan hoodie dan topi yang tengah memesan. Di belakangnya, tepat di depanku, seorang ibu paruh baya yang tengah menggandeng anak kecil—seumur 5 tahun—mengantri. Aku sesekali menengok ke si anak yang memainkan mobil-mobilannya seperti kapal terbang.
Ketika anak itu menengok padaku, aku hanya tersenyum dan melambai kecil. "Adik kecil umur berapa?"
Anak kecil itu terlihat takut dan bersembunyi di lengan sang ibu. Ibunya langsung menengok dan tersenyum ramah padaku. Aku ikut tersenyum kikuk, terkesan canggung. Parah sekali, padahal aku mencoba ramah menyapa anak kecilnya. Memangnya wajahku semenyeramkan itu?
"Terima kasih atas pesanannya."
Penjaga kasir sudah mengucapkan kalimat seperti itu dan orang yang paling depan memesan sudah melangkah keluar dari antrian, membuat aku maju satu antrian dan giliran ibu yang ada di depanku yang memesan. Aku dapat melihat tampilan laki-laki yang baru selesai memesan, tapi tidak dengan wajahnya. Topi yang ia kenakan benar-benar menutupi setengah wajahnya. Ia berjalan melaluiku begitu saja.
"Hari ini betulan panas."
Aku terhenti. Suara laki-laki yang kukenali masuk ke dalam pikiranku. Aku membalikkan badanku dan mencoba menatap punggung laki-laki tersebut. Sayangnya ia pergi menjauh bahkan keluar dari tempat makan dengan membawa bungkusan di tangannya.
. . . Laki-laki Hujan?
"Permisi? Anda ingin memesan?"
"Ah?" Aku tersentak saat penjaga kasir menegurku, membuatku tersadar jika ibu dan anak yang semula mengantri sudah membawa pesanan mereka ke meja. Apa aku menatap Laki-laki Hujan selama itu? "Aku ingin memesan."
Eh, tunggu. Tapi kenapa aku tidak disapa, ya?
≪ °❈° ≫
Regards, ndin1161 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro