Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

「 Bab 19 : Surat di Loker 」

Rasanya liburan musim panas yang panjang berlalu begitu saja. Tak banyak yang kulakukan, hanya tidur dan menonton televisi di ruang keluarga. Ah, jangan lupakan perdebatan soal formulir sialan yang kini sudah kuletakkan di ruang guru, di meja wali kelasku. Bahkan aku sudah mengobrol dengannya untuk konsultasi dan menetapkan keputusan.

Ah, ya. Aku melupakan hal lain. Aku menghabiskan banyak obrolan dengan Natsuki di depan konbini, membeli berkotak-kotak susu stroberi, hingga ... berpacaran dengannya? Itu termasuk dihitung, 'kan? Kejadian persimpangan dan festival musim panas.

Ternyata cukup banyak hal yang terjadi.

"Terima kasih, ya-! Padahal tidak perlu repot-repot membawa oleh oleh. Kita 'kan saudara."

"Diamlah. Aku tahu kau akan merengek jika tidak kubawakan oleh-oleh."

"Benar juga."

Tawa nyaring terdengar setelahnya. Aku hanya menatap dua temanku yang kini saling merangkul. Ah, tidak. Hanya Shota yang dengan senang hati merangkul  Reiji. Sementara yang dirangkul, memasang wajah masam dan menghampiriku.

"Yuichi, ini oleh-oleh liburanku kemarin. Hanya gantung kunci, tak masalah 'kan?"

Aku menatap gantungan kunci lumba-lumba yang disodorkan oleh Reiji dan mengambilnya. "Tak apa, tak perlu repo-repot membelikannya. Bagaimana liburanmu?"

"Ya, tidak masalah untukku. Memang aku sengaja membelinya untuk membagikannya ke satu kelas." Reiji menyingkirkan tangan Shota dari pundaknya dan mengecek kantung kertas. Mungkin mengecek jumlah gantungan kunci yang tersisa sebelum kembali berujar, "Yah, begitu-begitu saja. Berlibur ke rumah Nenek, berlibur ke taman hiburan dan sudah. Tidak ada yang begitu menarik, kami sekeluarga selalu melakukan hal yang sama setiap tahun."

"Begitu."

"Rei-kun! Aku juga mau gantungan kuncinya!" Suara nyaring dari salah satu perempuan teman kelasku memecah obrolan kami. Ia terlihat berlari kecil dan mendekati Reiji untuk menagih oleh-oleh darinya.

"Ya, ya. Semu akan kebagian, tenang saja. Apa bisa tanyakan pada Rika? Dia belum kuberikan gantungan kuncinya."

"Eh? Rii-chan? Aku tidak tahu dimana dia sekarang. Yuu-kun, kau tau dimana dia?"

Aku tersentak. Kenapa pula aku dibawa-bawa? "Mana kutahu. Lagi pula, kenapa kalian menanyakan itu padaku? Tidak tanyakan pada Ayaka saja. Dia 'kan teman dekat Rika."

"Kau kan pasangannya." Reiji berceletuk, membuat perempatan siku-siku jelas terlihat di keningku.

"Huh?!"

"Benar, benar. Semua tahu jika Yuu-kun dekat dengan Rii-chan. Bahkan saat musim panas, kalian bertemu, 'kan?" Perempuan ini ikut menimpali, membuatku hilang kata-kata.

"Aku tidak—"

"Sudahlah kawan. Nanti akan kutagih pajak jadianmu."

Aku hanya terdiam, membiarkan pundakku ditepuk pelan oleh Reiji. Beruntung Shota sudah menghilang entah kemana. Jika tidak, ia pasti akan berteriak dan mengejek dengan keras.

. . . Kenapa juga jadi seperti ini?

.

.

.

「Himitsu」
Bab 19 : Surat di Loker
by andin

.

.

.

Dering bel pulang berbunyi dengan panjang. Beberapa hari sudah berlalu, namun seolah tak mempedulikan kami siswa yang mencoba beradaptasi kembali setelah libur panjang, tugas-tugas mulai spontan datang bersamaan. Bahkan jika kutumpuk tugas-tugas itu, bisa menutup meja belajarku sepenuhnya.

Yah, entah kenapa kelas akhir ini makin membuatku sibuk.

"Yuichi! Ayo pergi ke toko ayam goreng yang baru di ujung gang!"

Aku yang tengah merapihkan buku-buku di loker dan tasku, menoleh. Shota sudah melambai di pintu kelas, mengajak untuk berkumpul lagi. Sepertinya kami menjadi sering berkumpul sekarang. Aku jadi tidak ingat, kapan terakhir kali bertemu dengan Natsuki. Sosoknya tidak ada di konbini.

Tak menjawab apapun ajakan Shota, aku hanya menyampirkan tas di bahu dan berjalan mendekati mereka. Detik berikutnya, kami sudah menelusuri lorong sekolah bersama-sama. Obrolan-obrolan terus terdengar, sesekali aku ikut masuk ke dalam obrolan mereka. Hingga tanpa sadar, kami sudah sampai di pintu masuk sekolah.

Aku pergi ke loker sepatuku. "Memangnya tidak bosan ke toko ayam goreng terus?" tanyaku pada Kanzaki yang mengambil sepatu di sebelah lokerku.

"Entahlah. Kau tahu sendiri, Shota terlalu menyukai ayam goreng. Info toko baru ini saja, dia yang tahu. Padahal seharusnya isinya sama saja. Ayam goreng, kentang, ayam goreng, kentang."

"Ahaha, ada benarnya. Setidaknya mereka membuat saus-saus yang berbeda." Aku membuka lokerku dan terdiam sejenak.

Loker yang seharusnya berisi sepatuku, kini ikut terisi dengan amplop putih. Aku mengulurkan tangan dan mengambil amplop itu, mencoba mencari nama pengirimnya. Seharusnya jika mengikuti aturan penulisan untuk amplop, mereka akan menuliskan nama penerima dan pengirim disana, 'kan?

Aku membolak-balik amplop putih itu, nihil. Tidak ada satu namapun yang terlihat. Kanzaki yang sudah mengganti sepatunya, terlihat menatapku dan langsung berfokus pada amplop yang berada di tanganku.

"Apa itu?"

"Entahlah. Ini tiba-tiba ada di dalam lokerku."

"Surat?" Penasaran, Kanzaki mendekat ke arahku.

"Mungkin."

"Apa isinya?"

"Entahlah."

"Aku mau lihat."

"Tidak."

"Kenapa? Memangnya kau tidak penasaran?"

"Aku membukanya nanti saja di rumah." Aku menurunkan tas dan memasukkan amplop aneh itu ke dalam nya, membuat Kanzaki memasang wajah masam, merasa kesal.

"Hei, aku 'kan juga mau melihat isinya."

"Kenapa kau begitu penasaran?"

"Siapa tahu itu pernyataan cinta dan akan menjadi saingan Rika-chan. Wah, benar-benar seperti anime romantis sekolahan."

"O-oi!"

"Siapa yang mendapatkan surat pernyataan cinta?" Shoto langsung melemparkan pertanyaan, ketika melihatku dan Kanzaki yang ribut. Di belakangnya terlihat Reiji dan Tanaka mengekor.

"Yuichi mendapatkannya."

Ah, sialan. Aku terlalu fokus pada siapa yang datang membuatku lupa menutup mulut Kanzaki supaya tidak membeberkannya. Kini aku hanya mengibaskan tangan, memasang pose tidak terima dan berkata 'bukan, bukan' berkali-kali. Tapi yang kudapatkan justru membuatku tersiksa.

Shota mulai memasang senyum jahilnya. Binar matanya terlihat kilat-kilatan senang. Reiji dan Tanaka terlihat tidak peduli, tapi tatapan mereka seolah sudah mengatakan semuanya. Detik berikutnya, suara Shota mulai terdengar menggema. Aku yakin semua anak-anak pasti akan mendengarnya dan kami akan menjadi bahan tontonan.

"Yuichi mendapat surat cinta~?! Wah, wah. Sahabatku sangat populer, ya, dicintai banyak perempuan-perempuan. Apa ini? Seperti kisah romansa di novel dan anime saja." Shota mulai mengeluarkan segala pikirannya dan mendekatiku dengan tatapan yang membuat bulu kudukku merinding.

"Jadi, dimana suratnya~? Bukankah harus kita buka sekarang? Bisa jadi dia menunggumu di bawah pohon, menunggu untuk mengungkapkan cinta. Apa itu Rika-chan, atau kah saingannya? Cinta segitiga sekolahan~"

"O-oi, bisa kau tenang sediki–"

"Dimana suratnya, Yuu-kun~?"

Aku benar-benar merinding.

"Ada di tasnya, ia baru memasukkannya tadi." Sudah kubilang, aku seharusnya menutup mulut Kanzaki dari awal!

"Hee, kejam sekali. Surat itu harus dibaca, loh~"

Aku mengambil ancang-ancang untuk kabur. Tapi sedetik kemudian, Shota langsung mengambil tindakannya. Ia mencoba meraih tasku. Aku bisa saja menghindarinya, tapi Kanzaki tidak akan melepaskanku begitu saja. Dengan begitu, Shota berhasil mengambil tasku dan amplop putih itu ada di tangannya.

Dengan senyum bangga, ia mulai membuka isi amplop tersebut. Aku hanya bisa pasrah, sudah lelah untuk berdebat dan merebutnya kembali.

"Mari kita lihat pernyataan cinta yang memukau ini~ are-?"

Kami berempat memandang Shota kebingungan. Reaksi Shota tidak seperti di bayangan kami. Anak itu terdiam, tertegun di tempatnya dan menatap isi amplop tanpa bersuara.

"Yuichi."

Aku menoleh ketika Shota memanggil namaku.

"Tidak ada apapun di sini, selain stiker hati."

"Huh?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro