「 Bab 15 : Strategi Natsuki 」
"Untungnya masih semlat dapat semuanya tepat waktu~"
"Itu salahmu karena tiba-tiba menangis di depan konbini."
"Hee ... setidaknya aku membantumu mencarikan bahan-bahan yang diminta, 'kan?"
"Ya. Kau mencariku setelah ibuku menelpon untuk cepat."
"Mou, setidaknya aku sudah membantu-!"
"Ya, ya, ya."
Aku mengalihkan pandanganku, mengabaikan Natsuki yang tengah memasang wajah kesal dengan pipinya yang mengembung. Sepintas, terlihat rona merah di pipinya. Mungkin karena panas yang menyengat. Musim panas memang selalu seperti ini.
"Nee, Laki-laki Hujan. Barangnya tidak ada yang tertinggal, 'kan?"
Aku melihat Natsuki sebelum beralih menatap ponselku sendiri. Catatan pesanan dari Mama tertampil, membuatku berpikir kecil dan mengira-ngira barang yang sudah ada di kantung belanjaku dan Natsuki. "Ya ... seharusnya sudah semua."
"Benar, 'kan? Kalau ada yang kurang, tempat membeli sayur-sayuran jauh, loh."
"Tenang saja, aku tidak pernah melupakan apapun."
"Hee, awas saja."
"Awas apa?"
"Awas jatuh hati pada seorang Natsuki~!"
". . . Huh?"
.
.
.
「Himitsu?」
Bab 15 : Strategi Natsuki
by andin
.
.
.
Kami terus mengobrol, hingga tanpa sadar sampai di depan rumahku. Entah sudah berapa banyak topik yang kami bicarakan dari toko sayur Bibi Yamato, konbini, hingga sampai ke rumahku. Sejujurnya, Natsuki lebih banyak berbicara, bahkan mengingatkan ulang tentang posisi kami yang sekarang sudah memiliki status berpasangan, walau berpura-pura.
Perempuan itu banyak menceritakan apa yang harus kulakukan. Entah saat mengirim pesan dan saat bertemu teman-temannya. Tapi obrolan itu tidak bertahan lama, karena Natsuki langsung menceritakan teman-temannya dengan bangga. Padahal ia baru saja bercerita dengan kesal soal teman-temannya.
"Aku pulang." Aku berteriak dengan lesu ketika membuka pintu. Natsuki terlihat perlahan mengikutiku dari belakang dan berbisik permisi. Ia terus bersembunyi di belakangku, tak berniat sekalipun mengambil tindakan lebih dulu. Kenapa juga dia tiba-tiba seperti itu.
"Baru pulang, ya? Padahal Mama suruh cepat membeli bahan-bahannya."
"Mama tidak mengatakan apapun saat menyuruh, jadi aku membelinya dengan santai." Aku tidak menatap Mama yang kini bersandar di dinding, menatapku kesal karena menunggu lama. Aku lebih memilih sibuk melepas sendal dan menggantinya dengan sendal rumah.
"Ini pesanan yang di konbini. Yang sayur-sayuran ada di Kii-chan." Aku menyerahkan kantung belanjaanku dan menunjuk Natsuki yang masih diam di dekat pintu masuk. Ia memasang pose mengangguk dan terlihat canggung.
Mama yang semula memasang wajah menyeramkan, tiba-tiba tersenyum riang dengan tatapan yang cerah setelah melihat sosok Natsuki. Wanita itu dengan semangat melompat, nyaris menerjang ke arah Natsuki. Bahkan tas belanjaan yang kuberikan, Mama lempar ke sembarang arah. Beruntung aku menangkapnya dengan cekatan.
"Oya~ Yuichi tidak bilang jika bawa tamu. Apa kau pacarnya Yuichi? Siapa namamu tadi? Kii-chan, ya? Kii-chan sudah makan? Mama belum memasak apapun, ayo Kii-chan makan di sini. Terima kasih sudah menemani Yuichi berbelanja juga, ya~ ayo masuk!"
"A-anu ...."
Aku hanya menghela nafas. Melihat Natsuki yang diberikan rentetan pertanyaan oleh Mama hingga tak bisa menjawab, membuatku merasa kasihan. Dan lagi, netra brunette itu menatapku dengan tatapan memelas, seolah memintaku untuk menolongnya. Lagi pula, kenapa juga Mama melemparkan pertanyaan seperti itu?
"Ma, keluarkan pertanyaan perlahan saja. Kii-chan tidak akan bisa menjawabnya jika seperti itu."
Mama menoleh padaku sebelum mengangguk setuju. "Ara~ benar juga. Siapa namamu? Kii-chan pasti hanya nama panggilan, 'kan?"
"Ah, aku Natsuki Hanamura. Salam kenal!" Natsuki membungkuk sembari mengenalkan dirinya.
"Wah~ nama yang manis. Cocok dengan Kii-chan yang cerah dan ceria seperti musim panas. Apa kau pacarnya Yuichi?"
"O-oi?! Kami han–"
"Iya, kami berpacaran!"
Aku tersentak, menatap Natsuki yang memotong ucapanku secara tiba-tiba. Kenapa dia malah mengatakan hal itu pada Mama? Hei, apa yang harus kukatakan pada Mama nantinya?
"Syukurlah~ sudah kuduga seperti itu. Yuichi tidak pernah menceritakan apapun soal perempuan, aku sampai khawatir jika dia malah menyukai laki-laki."
"O-oi?!"
"Oya! Karena aku akan memasak sekarang, bagaimana jika Kii-chan ikut makan siang bersama kami?"
Natsuki terlihat menggeleng kuat dan mengibaskan kedua tangannya sebagai tanda menolak. "Tidak perlu, tidak perlu. Aku langsung pulang saja–"
"Hee~ tidak baik menolak, loh. Apalagi Kii-chan sudah membantu Yuichi membeli bahan-bahan. Anggap saja sebagai tanda terima kasih."
"Anu–"
"Yap, tidak ada penolakan~" Mama mengambil tas belanjaan di tangan Natsuki dan berjalan ke arahku. Tas belanjaan di tanganku ikut Mama ambil sembari ia melangkah ke dapur. "Yuichi! Kau dan Kii-chan tunggu saja di ruang keluarga! Aku akan memasak~!"
"Ya."
Dan hening. Hanya suara peralatan masak yang sibuk dengan senandung riang dari Mama di dapur. Aku menatap Natsuki yang masih mematung dan menghela nafas.
"Ayo masuk. Jangan hanya mematung di sana."
"E? Ah, baiklah ...."
Aku menunggu perempuan itu mengekoriku ke ruang keluarga. "Kau ... kenapa kau malah mengatakan jika kita berpacaran pada Mama?"
"Eh? Ah, habis itu cara teraman. Kalau aku bilang teman, pasti akan dicurigai habis-habisan oleh ibumu. Dan aku malah akan lebih sulit menjelaskannya." Natsuki terlihat mengembungkan pipinya, malas berurusan dengan hal yang merepotkan.
". . . Aku tidak menyangka kau berpikir ke arah sana."
"Aku sudah membayangkan apa yang akan terjadi jika begitu. Makanya kukatakan saja kita berpacaran."
"Bukannya itu malah lebih sulit nantinya untuk menjelaskan?"
"Tenanglah~ ini akan lebih mudah. Aku hanya perlu bercerita soal pertama kali bertemu dan pura-pura merangkai adegan kita mulai berpacaran!"
"Yah, terserah padamu saja."
Natsuki terlihat mendengus bangga. Ia bahkan berjalan ke depanku dan berseru dengan riang. "Hal pertama yang akan kulakukan adalah, satu! Membantu ibumu dan bertingkah sebagai calon menantu yang baik~!"
"Huh? Maksudmu?"
"Hehe~" Senyum jahil terlihat dari dirinya sebelum berseru dengan keras. "Bibi~! Aku akan membantumu memasak!"
Aku menatap punggung Natsuki yang meninggalkan ruang keluarga dan melangkah riang ke dapur. Samar-samar dapat ku dengar pembicaraan keduanya dari sini.
"He?! Kii-chan adalah tamu, bagaimana mungkin aku membiarkanmu membantu."
"Hehe, tak apa. Aku ingin membantu Bibi sebagai balasan karena membiarkanku makan siang di sini~"
"Ara~ Kii-chan anak yang baik. Baiklah, ku biarkan membantu. Tapi jangan memanggilku Bibi lagi, ya. Panggil saja Mama~"
"Eeh?! Bagaimana mungkin–"
"Tidak masalah. Aku memang ingin anak perempuan dari dulu. Bahkan membayangkan akan memasak bersama anak perempuanku~"
"Baiklah, kalau begitu. Anu ... Mama?"
"Anak baik~ ayo bantu aku mencuci sayurannya."
"Siap, Mama!"
Aku tercengang. Hei hei, itu yang namanya strategi berperilaku sebagai calon menantu yang baik? Itu bukannya berhasil, bahkan sangat sempurna. Bagaimana bisa Mama dengan mudahnya terpedaya? Natsuki memang betulan penyihir.
Aku menghela nafas dan beranjak pergi ke dapur. Setidaknya aku tidak ingin menjadi anak asli yang tidak berguna, 'kan?
"Aku akan bantu menyusunkan piring!"
≪ °❈° ≫
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro