「 Bab 12 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui 」
Aku berhasil mengajak Natsuki untuk jalan-jalan bersama. Apa ini bisa dibilang sebagai date?
Aku menggeleng keras dan mempercepat langkah. Aku tidak terbiasa berjalan-jalan dengan seorang perempuan, dan mungkin karena ini pertama kalinya, aku bersiap terlalu lama. Entahlah. Aku mencoba berbagai pakaian di dalam lemari, tapi selalu tidak merasa cocok. Atau malah merasa terlalu heboh. Sehingga aku hanya berakhir dengan kaos dan kemeja sebagai luaran. Setidaknya tidak terlalu tebal atau aku akan mati kepanasan karena cuaca ini, 'kan?
Aku juga merapihkan rambutku sedikit. Mengambil krim rambut milik Ayah secara diam-diam dan menata rambutku agar terlihat lebih teratur. Aku tidak menatanya dengan gaya aneh-aneh, karena aku merasa tak cocok dengan gaya lain. Ah, jangan lupakan parfum dan karena semua hal itu, aku cukup terlambat.
Padahal niatku untuk pergi lebih awal dan menunggu Natsuki di depan pusat perbelanjaan. Tapi yang ada, aku malah nyaris terlambat. Setidaknya masih ada 15 menit lagi dan aku sudah masuk ke area yang sangat padat .
Ini akhir pekan dan lagi libur musim panas sudah sampai di pertengahannya. Tentu saja pusat kota dengan banyak toko dan tempat berbelanja ini akan ramai pengunjung. Lautan manusia adalah hal yang dapat kulihat sepanjang jalan.
Aku mencoba menerobos dan sekali-kali mengirim pesan pada Natsuki, mengingat kami sudah bertukar kontak kemarin. Aku mengirimi perempuan itu pesan panjang bahwa aku akan terlambat dan sesekali mengabari jika aku sudah sampai di suatu tempat. Setidaknya aku memberitahukan hal pasti agar Natsuki tidak terlalu lama menunggu.
Tapi, entah kenapa pesannya yang terakhir cukup aneh.
'Jangan kemana-mana. Aku akan ke sana!'
Dia seolah membuatku untuk diam di tempat dan membiarkan dirinya yang datang padaku. Aku dengan cepat juga membalas. Aku sudah sangat tidak baik membuat seorang perempuan menunggu dan akan menjadi lebih tidak baik lagi jika aku membiarkan dia yang menghampiriku ke sini. Laki-laki macam apa aku yang membiarkan hal itu terjadi.
'Jangan, biar aku saja yang menemuimu. Aku sudah membuatmu lama, dimana kau? Apa kau sudah ke toko rotinya?'
Aku terus menunduk dan menunggu balasan darinya, hingga tanpa sadar sudah sampai di tempat penyebrangan jalan. Mobil terlihat beberapa kali lewat, membuatku mendongak. Lampu untuk para pejalan kaki menyebrang masih berwarna merah. Aku, yang menempati posisi paling depan untuk menyebrang, kembali menunduk untuk melihat ponselku.
Ah? Natsuki tidak membalas pesanku. Padahal tanda di sana sudah menunjukkan bahwa pesanku sudah terbaca. Apa layar ponselnya masih menyala dan terbuka di pesanku? Atau sesuatu terjadi padanya? Natsuki baik-baik saja, 'kan?
Aku kembali mengirimi pesan dengan cepat.
'Natsuki? Kau dimana?'
Aku kembali mendongak, lampu masih merah dan mobil masih berlalu-lalang. Kembali kutundukkan kepala dan melihat layar ponselku, berharap satu pesan balasan muncul dari perempuan itu. Tapi lagi-lagi, Natsuki tidak membalas. Apa kutelpon saja?
Aku menekan tombol panggilan dan mendekatkan ponselku ke telinga. Suara dengung telpon terdengar jelas. Detik berikutnya, bukan suara telpon yang kudengar, melainkan suara Natsuki yang berdengung.
Bukan dari telpon.
Suaranya ada di kepalaku.
"Jangan menyebrang!"
Aku tersentak kecil, dengan cepat menoleh ke sekitar. Telponku masih berdering, menandakan belum tersambung pada Natsuki. Tapi entah kenapa aku dapat mendengar suaranya. Apa ia berteriak di sekitarku? Tapi rasanya seperti itu berdengung di kepalaku.
"H-hei, Nak? Kau tak apa-apa?"
"Bangunlah, Nak. Tolong, ada orang pingsan di sini!"
Aku menoleh ke belakang. Hamparan manusia jelas terlihat. Tapi tak jauh di belakangku ada sedikit keributan dan beberapa orang mulai berkerumun. Perasaanku mulai tak enak, membuatku tergerak dan menerobos manusia-manusia ini hanya untuk mencapai sumber keributan.
"Permisi, maaf- maaf, biarkan aku lewat."
Aku terus menerobos, hingga mencapai orang-orang yang berkerumun. Sekali lagi, kucoba untuk maju ke paling depan dan melihat apa yang terjadi.
"Maaf, permisi." Aku terus berucap demikian hingga sampai di bagian depan, bagian dimana aku dapat melihat seorang perempuan dengan rok selutut dan kemeja tengah terbaring di trotoar.
Mataku membelalak ketika mengenali potongan poni dan rambut itu. Rambut panjang yang biasanya terikat ke atas, kini dikepang. Tapi aku dapat mengenalinya. Sontak aku maju, menerobos dua orang yang terlihat membantu perempuan itu.
"Natsuki!"
.
.
.
「Himitsu?」
Bab 12 : Sesuatu yang Tidak Kuketahui
by andin
.
.
.
Aku menautkan jemariku, gugup. Jika ada cermin di sekitar sini, mungkin aku dapat melihat raut wajahku yang menunjukkan kekhawatiran. Bagaimana tidak? Aku menemukan Natsuki terbaring di jalan, dan sekarang tengah tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit tepat di hadapanku.
Setelah menyadari jika itu orang yang kukenal, orang-orang di sekitar mulai membantuku untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku membawa Natsuki di punggungku dan berlari. Seorang Bibi ikut berlari bersamaku, memastikan jika Natsuki tidak terjatuh. Bahkan seorang paman juga membantuku dan ikut berlari. Beliau berteriak pada para pejalan kaki untuk menyingkir dan memberikan jalan padaku.
Aku melakukan sedikit kesalahan. Seharusnya aku menunggu ambulan datang, karena kudengar seseorang memanggilnya. Tapi karena dilanda kekhawatiran, aku justru mengangkat Natsuki dan berlari begitu saja. Beruntunglah rumah sakit memang tidak terlalu jauh. Karena dengan begitu, Natsuki terselamatkan.
Aku mendengar ambulan lewat dan keributan saat berlari ke rumah sakit. Tapi aku tidak mempedulikan hal itu.
"Hahh ...." Helaan nafas berat terdengar dariku. Aku kembali menatap Natsuki yang berbaring. Dokter bilang, Natsuki tidak apa-apa. Dia hanya terkena panas matahari terlalu lama hingga kelelahan dan pingsan. Sebentar lagi akan sadar.
Aku mulai merutuki diri. Apa Natsuki kelelahan karena menungguku? Atau dia memang sudah berlari ke toko roti? Bukannya dia menunggu di depan pusat perbelanjaan? Sepertinya dia benar-benar berlari ke toko roti. Tapi kenapa ia menghampiriku di toko roti? Ah, ini semua salahku.
Pikiran-pikiran aneh mulai menghantuiku, membuatku terus menyalahkan diri sendiri. Aku kembali menghela nafas berat dan menunduk. Sialan, harusnya aku menunggu saja di depan toko roti. Harusnya aku datang lebih awal. Harusnya ... aku tidak pernah mengajak Natsuki untuk pergi bersama.
"Ini bukan salahmu, kok."
Aku tersentak. Kudongakkan kepalaku dengan cepat dan dapat kulihat sosok Natsuki sudah membuka matanya. Perempuan itu tengah memegangi kepalanya dan meringis kesakitan. Aku masih menatap tak percaya, hingga rintihan kecil dari Natsuki yang mencoba bangun membuatku tersadar.
"Jangan terlalu banyak bergerak. Kau baru siuman."
Aku membantu Natsuki untuk duduk dan bersandar, mendapatkan ucapan terima kasih dan senyuman darinya sebagai balasan. Aku kembali duduk di bangkuku dan terdiam. Aku harus meminta maaf, 'kan?
"Ma–"
"Tidak perlu meminta maaf. Semuanya bukan salahmu, kok."
Aku kembali mengatupkan bibir. Baru saja ingin keluar kata-kata dariku tentang kenapa ia yang bisa tahu isi kepalaku, tapi sebuah keributan terjadi di ruang igd tempat kami berada.
"Tolong ada pasien kecelakaan!"
"Dimana kecelakaannya?"
"Di persimpangan jalan. Tempat penyebrangan dekat sini! Ada beberapa korban karena mobil yang rem nya tidak berfungsi."
"Disini ada korban lainnya!"
"Pengemudi terluka parah, tolong segera dibawa!"
Ruangan yang semula sunyi itu kini ramai. Mendengar kecelakaan di penyebrangan jalan dekat sini, membuat aku sedikit meringis. Hei, itu tempatku ingin menyebrang dan menemui Natsuki yang pingsan, 'kan?
Aku baru mau mengomentari hal itu pada Natsuki. Sebelum kulihat wajah gadis itu yang cerah. Bahkan raut tenang seperti terpancar darinya. Ah, aku menyadari satu hal lagi.
Ia tersenyum.
≪ °❈° ≫
Regards, ndin
1141 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro