Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7 : Insiden Menegangkan

Assalamu'alaikum 🙏

Btw, maaf kalo aku hiatusnya lama. Ini juga bisa update karena tangan udah gatel buat berkarya lagi padahal di RL masih sibuk-sibuknya

Kali ini bukan bab flashback lagi ya.

Happy Reading 🙏😊

🌸🌸🌸🌸🌸

"Nada bicaramu, seperti untaian yang menyentak hati."

🌸🌸🌸🌸🌸

Tiga hari berlalu sejak kejadian di perpustakan waktu itu. Bagi Azura melupakan hal yang tak seharusnya ia saksikan, begitu sulit.

Bibirnya seakan bisu, pikirannya menerawang mengingat-ingat. Ada sesuatu yang menyentak batinnya. Tatapan mata yang tajam walau ia hanya bisa melihat lewat ekor mata, dan ucapan yang menyentak hati itu pun seperti menggetarkan hatinya. Ia seakan-akan pernah berada di posisi perempuan itu.

"Sebagai seorang muslimah tidak seharusnya kamu seperti itu."

"Astagfirullah," ujar Azura pelan. Kembali Azura menyibukkan diri dengan berzikir, ia yakin pasti akan lupa kejadian waktu itu.

Azura menggeleng kala mengingat tatajam tajam nan dingin itu. "Astagfirullah Zura. Sadar, sadar. Tak sepantasnya kamu mengingat seseorang yang bukan mahram kamu."

"Zura."

Panggilan yang berasal dari pintu membuat Azura menolehkan kepalanya pada sosok yang tengah tersenyum padanya.

Nafira yang berdiri dengan membawa keranjang berisi pakaian yang akan ia cuci, membuat Azura paham dan segera bangkit dan membawa pakaian kotor yang sudah ia siapkan pagi tadi.

Hari Ahad merupakan hari bebas, santri dibolehkan melakukan kegiatan. Mencuci, bermain dilapangan, santri yang memenuhi segala penjuru tempat dengan segala aktivitas adalah pemandangan lumrah kalau hari minggu menyapa.

Melewati pintu-pintu asrama sebelum sampai ke tempat pencucian, membuat Azura dan Nafira mengajak teman-temannya untuk mencuci bareng. Lumayan untuk teman ngobrol atau bersenda gurau saat mengucek pakaian nanti.

*****

"Nanas, jambu, timun. Sudah ada. Apalagi yang kurang ya?"

Gadis berkhimar abu-abu mengabsen dan mencentang jika buah yang dimaksud tersedia. Namun, semua menatap gadis yang memimpin acara rujak mereka dengan bingung.

Bahan yang tersedia lumayan lengkap, bahkan royco maupun cabai sudah ada. Dan yang paling terniat pun seperti kacang goreng, gula merah dan ulekan pun sudah ada dihadapan mereka semua. Tentunya mereka mendapatkan bahan itu dari pasar, karena tahu santri akan dibebaskan ke pasar pada Ahad ini, maka dari itu yang tidak ada aktivitas di pesantren akan ke pasar, dan tentunya membeli bahan dengan uang iuran yang mereka kumpulan jauh-jauh hari.

"Aku tahu, aku tahu apa yang kurang. Mangga muda."

Seruan heboh dari Nur membuat Kak Halisa yang mengabsen berbinar. Senyum lebar menghiasi wajahnya karena hal yang mengganjal sedari tadi adalah buah mangga muda.

Mana enak kalau merujak tidak ada mangga muda yang membuat air liur menetes akan rasa asam yang membuat ketagihan.

"Jadi, mana mangga mudanya. Kenapa tidak beli?" tanya Kak Hafiza pada dua gadis berkhimar hitam.

Dua gadis itu saling tatap kemudian salah satu mengangguk kalau alasan yang sudah mereka pikirkan dari awal adalah ide yang bagus.

"Itu Kak... daripada beli, lebih baik yang gratiskan?" Semuanya mengangguk setuju. "Nah, makanya lebih baik kita metik aja mangga yang ada deket belakang asrama putra kak."

Semua tampak berpikir, menimbang-nimbang akan keputusan yang diambil.

"Aku gak setuju. Selain karena mangga itu milik pesantren, lagipula kita dilarang mendekati perbatasan antara wilayah santriwan dan santriwati," ungkap Azura mengusulkan ketidaksetujuannya.

Gadis khimar hitam tadi mengangguk, menyetujui usul dari Azura. Namun, demi mendapatkan mangga muda pasti semuanya akan rela berkorban.

"Aku setuju. Tapi kita bisa ngambil mangga tanpa ketahuan. Lagian kita ada berdelapan di sini. Dua orang diam di sini menjaga bahan-bahan ini sambil ngulek bumbu kacang. Yang lainnya ada yang manjat pohon dan ada yang berjaga-jaga, pasti kita akan aman."

Nur yang memang suka sekali dengan tantangan langsung berseru heboh dan langsung mengajukan diri untuk memanjat pohon. Karena dia yang terkenal tomboy, Nur juga lebih piawai dalam panjat memanjat karena di kampungnya kerjaan Nur tidak jauh dari memanjat pohon mangga depan rumahnya atau pohon mangga tetangga yang selalu berbuah lebat.

Kalah dalam suara, Azura menghela napas pelan. Ingin hati juga dirinya akan tinggal di sini mengulek sambal karena terlalu beresiko untuk ikut mereka mengambil mangga. Tapi apa boleh buat, dua temannya yang pas sekali mager memaksa Azura agar ikut bersama lima teman yang lain untuk melancarkan aksi.

"Astagfirullah, mimpi apa Azura semalam. Kenapa siang ini harus ikut-ikutan mengambil mangga dekat perbatasan."

Teman-temannya yang mendengar ucapan Azura hanya bisa terkekeh. Azura yang malang, ucap temannya.

*******

Azura menatap sekeliling, memastikan tidak ada ustad maupun ustadzah yang akan mencyduk mereka. Gadis berkhimar cokelat terlihat santai sambil menghitung semut yang berada di pagar pembatas.

"Mba. Pengen deh aku main ke asrama cowok. Pasti menyenangkan bisa lihat cogan."

Azura yang merasa diajak berbincang menoleh menatap Risa yang memandang lurus pada bangunan asrama santriwan yang menjulang tinggi.

Azura diam. Tak bisa membalas. Namun, sebagai seseorang yang sudah lama di pesantren ia menegur.

"Hust. Apa sih kamu. Ngelihat cowok sama aja dengan zina mata. Dan bisa merambat ke zina yang lain. Lagian kita punya batasan. Dan batasan itu jangan sampai di lang--"

"SIAPA DI SANA?!"

Azura dan Risa menoleh cepat pada Ustadz yang menatap mereka dari kejauhan. Mata Ustadz tersebut terlihat menyipit mungkin memindai ataupun karena faktor usia jadinya penglihatan berkurang.

"Eh. Mampus, mampus ada Ustadz. Gimana ini, Risa dan Zura kenapa gak bilang. Mana mangga baru dapat satu." Nur yang terlihat panik di atas pohon terlihat bingung untuk turun.

"Duh cepet, cepet kita harus lari. Mumpung Ustadznya belum mengenali kita." Kak Hafiza yang panik berlari membawa satu mangga. Risa yang ingin berlari langsung menggenggam tangan Azura untuk berlari bersama.

Nur yang masih tertinggal berteriak-teriak minta tolong namun tak ada yang berbalik menolongnya maupun menunggunya turun agar bisa berlarian bersama.

"Hey, kalian! Aku belum turun, kenapa kalian tinggalin. Astaga, kalian jahat. Ya Allah ini gimana caranya Nur turun."

*******

Habis baca jangan lupa tinggalkan jejak ya akhi dan ukhty.

Sampai jumpa di update-an selanjutnya. Untuk jadwal, aku update Azura pada hari Minggu, Selasa, dan Jumat.

Kalo aku ada gak up maklumi ya. Aku soalnya lagi persiapan untuk UAS minggu ini dan minggu depan.

Kalau ada yang pengen di komen atau apa. Komen aja biar aku bisa memperbaiki agar cerita ini bisa lebih baik lagi.

Segini aja cuap-cuap kali ini.

Jangan lupa baca Al-Qur'an dan sholat lima waktunya, ya.

Salam
tasyaauliah_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro