7- Taktik
Happy reading!!
Bel sekolah sudah berbunyi. Berhasil kabur dari Zero ternyata Zoe malah masuk ke kandang singa, yang dimaksud adalah Bu Reta. Guru ekonomi kelasnya yang meminta bantuan untuk mengoreksi ulangan adik kelasnya. Rata-rata jawabannya mereka asal membuat Zoe kesal.
Berarti itu juga yang dirasakan guru selama ini, jika muridnya menjawab dengan asal-asalan. Zoe berada di kelas 11 IPS 3 dengan Bu Reta yang juga masih fokus dengan lembar jawab ulangan itu. Tadi saat Zoe kabur dari Zero tidak sengaja berpapasan dengan Bu Reta di depan ruang guru, kesempatan saja Bu Reta untuk memerintah Zoe untuk membantunya. Karena ulangan ini tidak hanya satu kelas.
"Bu, kok jawabnya pada ngawur gini ya?" Tanya Zoe kepada Bu Reta .
"Ya gitu lah Zoe jadi guru, pas pelajaran ditanya sudah paham, sudah Buu kompak banget kan? Pas ulangan gitu lah," curhat Bu Reta.
Zoe melipat bibirnya, dia juga suka seperti itu. "Saya juga gitu si Bu, tapi emang pas dijelasin tuh paham Bu, emang gitu si Bu," katanya diakhiri cengiran lebar.
"Yahh, saya juga pernah muda, pernah jadi siswa nggak beda jauh sama kalian, tapi harus tanggung jawab buat baca ulang materi, jangan cuma telen mentah-mentah ilmu dari gurunya."
"Iya si Bu, betul banget, ini kalo salah kaprah gini nol aja ya Bu?" Zoe agak kaget melihat jawaban adik kelasnya.
"Iya nol aja. Kalo yang satu itu udah, kamu pulang aja nggak papa Zoe."
Zoe menghitung hasil nilai yang harus dituliskan di sana setelah ketemu langsung saja Zoe menuliskan besar di kanan atas. "Tanggung Bu, ini masih sisa satu."
"Cepat juga ya kamu."
"Hehe, iya dong Bu." Oke kertas terakhir, tetapi sebelum itu Zoe mengecek gawainya yang sudah banyak notifikasi masuk dari Sakya dan lainnya.
Zoe membalas pesan Sakya yang katanya pulang duluan karena akan sparing di lapangan sekolah lain. Jadi Zoe membiarkan saja, dirinya bukan anak manja yang harus diantar pulang pergi, angkutan umum, bus, atau taksi daring banyak.
"Kamu kenal Zero enggak? Pintar dia ya, ganteng juga Zoe." Tiba-tiba saja Bu Reta berkata demikian, yang sudah pasti jantungnya maraton.
"Bu Reta tahu aja yang ganteng."
Memang tidak bisa dimungkiri Zero ganteng, pintar, dewasa, penyabar, penyayang. Oke, terlalu berlebihan. Bisa-bisa misinya gagal.
"Ini Bu, saya udah selesai, saya pamit pulang boleh ya Bu?"
"Boleh dong, bawa sini say." Bu reta memang masih muda dan gaul. "Makasih banyak loh, udah bantuin ibu, kapan-kapan ibu minta bantuan lagu loh."
"Sama-sama Bu, siap deh kalo gitu."
Zoe bergegas ke kelasnya untuk mengambil tas, untung jaraknya tidak terlalu jauh. Kelas sudah sepi, hanya tinggal tasnya yang masih ada di sana.
Zoe sudah berjalan dengan menggendong tasnya, berjalan agak cepat sembari mencari ojek daring. Sampai pada parkiran depan pun, Zoe belum juga mendapatkan ojeknya. Terlalu serius dengan gawai tidak sengaja menabrak tubuh seseorang.
Sadar siapa yang di tabrak tidak sengaja mengeluarkan umpatan. "Sialan." Sudah berjuang untuk menghindar tetap saja dipertemukan.
"Sekarang jadi jago ngumpat?" Zero, cowok itu yang mendengar mengangguk pelan dan bertanya kepada Zoe seolah mereka berdua baik-baik saja. Tetap saja Zoe mengabaikannya.
Bodo amat dengan tanggapannya, Zero meraih tangan Zoe dan membawanya menuju motor gagah miliknya.
"Apa si!" Zoe berusaha melepas genggaman tangan Zero, namun susah karena genggamannya begitu kuat.
"Aku antar pulang, temenmu udah pulang semua," katanya, berjalan sembari menggenggam tangan yang sangat ia rindukan.
"Ojol," jawabnya singkat. Nyaman si, digenggam seperti itu, tapi ya gimana. Zoe tetap Zoe yang mengangkat ego dan gengsinya tinggi.
"Naik, Ji bagi helm lo." Zero menyerobot helm sepupunya yang terkait khusus untuk cewek Ozzy.
Sepupunya hanya memerhatikan dengan tatapan malas. Oke, biarkan dia berjuang lagi. "Ambil dah, semoga berhasil."
"Thanks." Zero menghampiri Zoe yang masih berdiri badmood. Zero jadi teringat masa-masa dulu.
Zero memakaikannya helm, meskipun cewek itu masih diam saja, Zero tetap bergerak menurunkan footstep motornya. Acts of service, romantis bukan? "Ayo." Zero mengulurkan tangan untuk pegangan Zoe menaiki motornya.
Oke, mau tidak mau Zoe menuruti permintaan Zero, kenapa juga kang ojek selalu menolak. Zoe sudah duduk manis di ducati hitam milik Zero, tidak beda dengan Sakya, tapi lebih keren punya Zero.
Zero melirik ke spion memandangi rupawan seseorang yang dirindukannya. Bibirnya tidak bisa menyembunyikan senyum. Kenapa tidak kepikiran dari dulu dengan taktik seperti ini. Basketnya sudah selesai sejak awal, namun Zero mengetahui berita tentang futsal dan Zoe yang dimintai bantuan oleh Bu Reta, akhirnya ia membuat taktik seperti itu.
"Rumahmu masih yang dulu?"
Zoe yang sedang melamun, melirik ke arah spion. "Nggak. Belok kiri, lo ikutin gue aja."
***
Motor hitam Zero sudah bertengger di pelataran rumah Zoe. Ketar-ketir di perjalanan tadi, ternyata kali ini lebih membuat Zoe ketar-ketir. Maminya ada di depan rumah sedang menyiram bunga dan Garvi yang ikut bermain air.
"Beda lagi cowoknya kak?" Maminya mematikan air dari kran. Sedikit menyipitkan mata, maminya mengingat sesuatu. "Zero?"
Zoe menghela napas berbeda dengan Zero yang memberikan senyum manis. "Iya, Mam." Zero mendekat dan menyalami, tak disangka mami Zoe memeluknya.
Sebenarnya dalam hati Zoe mendumel, ternyata maminya dulu yang memeluk Zero, dia ingin tapi tidak mau. Zoe memilih menghampiri adiknya yang menepuk-nepuk genangan air.
"Amamam," ujarnya semangat sembari menyiratkan air.
"Hii Api ngapain ya?"
"Ayaya, iill." Ya, jika orang besar, Garvi itu sedang mengadu bermain air.
"Loh Mam, Zoe udah punya adik?" Zero bertanya pada mami Zoe.
"Kamu pergi kelamaan, sampai nggak tahu mami punya anak lagi. Ayo masuk, udah lama mami nggak ngobrol sama kamu," ujar beliau.
Sudah sedekat itu memang hubungan mereka, layaknya anak sendiri dan tidak ada bedanya antara Zoe dan Zero. Zero melewatkan banyak sesuatu, andai saja dulu dia tidak pergi begitu saja, setidaknya sebelum pergi dia memberi tahu terlebih dahulu.
"Maaf Mi, aku pergi nggak pamit dulu sama mami papi, dan Zoe sampai akhirnya-"
Beliau tersenyum. "Nggak papa, ayo masuk dulu. Garvi kakak nih, udah yuk mandi dulu dingin."
Zoe dari tadi mendengarkan pembicaraan mereka, pura-pura tidak dengar saja.
"Ciee udah punya adik, kamu udah seneng dong ada teman di rumah," ujar Zero senang.
"Sini masuk dulu, kamu nggak kangen sama mami?"
Zoe berdecak kesal, giliran anaknya saja diacuhkan. Zoe berjalan mendahului Zero. Kalau seperti ini bagaimana bisa misinya dapat berjalan dengan lancar.
"Itu Zero diajak masuk kakak ih," tegur maminya saat Zoe berjalan melewatinya.
"Biarin lah, yang sebenarnya anak mami tuh aku apa Zero si?" Tanyanya kesal.
"Bertiga nih anak mami, mbok tolong mandiin Garvi ya, Api mandi sama mbok dulu, mami mau ngobrol sama kak Zero."
Zoe sudah menaiki tangga, Garvi sudah bersama mbok untuk mandi, dan Zero yang selalu melebarkan senyum itu sangat bangga kepada dirinya sendiri, hebat juga dirinya.
"Mau jus jeruk? Mami ambilin ya?"
"Masih inget kesukaan aku ya mi, nggak usah mi, ngobrol sama mami aja aku udah seneng banget." Zero menatap sekeliling ruangan, furniture yang indah dan perpaduan hiasan dinding serta tatanan yang rapi.
"Kok pindah rumah mi? Pantas aja waktu itu aku ke rumah yang dulu udah dihuni orang lain, ternyata pindah ke sini mi."
"Ngerti kan cewek kamu itu kalo minta sesuatu pasti papinya langsung setuju? Ya gini kita pindah rumah, ada hal lain juga sebenarnya, Ro." Mami terkekeh.
"Aku ngelewatin banyak banget ya mi," ujarnya menerawang. Pikirannya jauh menembus langit-langit rumah.
"Mami ngerti, anak mami emang keras kepala, jadi kamu harus sabar ngadepinnya."
"Makasih mi." Zero tersenyum lebar. Meskipun susah mendapat kepercayaan Zoe, setidaknya, Zero masih diberi kesempatan oleh mami Zoe.
Gdkwhwjhs
Full senyum ya Mas Zero, taktiknya sangat oke mas, boleh dicoba tuh. Salah satu tutorial deketin cewek tuh deketin ortunya dulu ygy wkwk
Jangan lupa vote komen!
TBC ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro