Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌞6🌞


Ayunda diam saja, ia merasa malas berdebat dengan anak kecil yang kini telah duduk di dekatnya setelah ia mengambil kursi yang tak jauh dari mereka berdua.

"Aku ingin sendiri, tak ingin diganggu dan tak ingin mulutku jadi tak terkontrol saat bicara padamu."

"Aku hanya akan duduk dan diam saja, jika Kakak mau, aku siap jadi pendengar, apapun masalah Kakak, aku melihat Kakak seolah menanggung masalah sendiri dan gak ada tempat curhat."

Ayunda masih diam, ia merasa anak kecil ini terlalu banyak bicara, ia hanya ingin waktu dan saat sendiri yang tak ada gangguan dari apapun dan siapapun.

"Diamlah, bagiku diam adalah hal terbaik dari pada banyak bicara tapi tak ada arti."

"Lebih baik bicara dan kita merasa lega, malah bisa jadi kita menemukan jalan ke luar."

Lagi-lagi Ayunda diam, dan berusaha tersenyum pada waiters saat minuman yang ia pesan datang, secangkir coffee latte, ia sesap perlahan sambil memejamkan matanya. Mencoba meresapi apa yang sebenarnya terjadi dalam hubungannya dengan Davin yang seolah timbul tenggelam tak ada kejelasan. Saat membuka mata ia tak melihat Bagus, namun tak lama kemudian dia datang lagi dengan segelas Apple Mojito dan dua potong  Chesee cake.

"Makanlah Kak, masa cuman minum aja."

Ayunda hanya menggeleng. Ia tak ingin terlalu dekat dengan anak kecil bermulut barbar ini.

"Kakak tahu, bukan kali ini saja aku menyukai wanita yang berusia lebih dia atasku, malah yang dengan sebelumnya aku juga sudah berpacaran cukup lama, tapi ya sejak awal orang tuanya meremehkan aku, dikira aku tak akan sanggup menghidupi putrinya. Dan kekasihku memilih menyerah akhirnya saat ia dijodohkan dengan laki-laki yang lebih tajir. Uang memang segalanya dan wanita selalu silau karena uang 'kan? Seolah hidup ini berhenti berputar jika tak ada uang."

Ayunda menoleh pada anak kecil di sampingnya. Alangkah picik penilaiannya pada wanita, dikira semuanya sama.

"Hei kau anak kecil, jangan kamu generalisasikan, kaumku tidak semuanya seperti itu, aku bukan sombong, aku sejak kecil dibiasakan mengelola uang yang tidak sedikit, sejak SMP aku sudah punya uang bulanan dari mama, jadi tahu bagaimana sulitnya mengatur uang, jadi dalam kepalaku gak pernah ada pikiran silau karena uang, bisa nggak sih kamu bicara yang nyenengin aku?"

Wajah Ayunda tampak semakin lelah, ia ingin menyendiri bukan malah direcoki oleh makhluk dari dimensi lain.

"Maaf kalo aku salah, tapi kebanyakan kan gitu Kak."

"Kebanyakan bukan berarti semua sama, belajarlah menilai apapun pakai otak dan hati."

"Kak bisa nggak sekaliiii aja santai mikir sesuatu Kakak kayak terlalu serius, semuaaaa serius."

Ayunda dia saja, ia sesap lagi minumannya.

"Kau tak tahu rasanya di usia muda harus memegang tanggung jawab yang berat sejak kecil, aku sebenarnya ingin sama seperti yang lain, santai dan menikmati hidup tapi apa daya alur kehidupan yang aku jalani membawaku pada alur yang keras."

"Makanya Kakak cari cara agar santai menghadapi hidup, serius itu penting tapi jika setiap saat serius seolah tak ada celah untuk menikmati hidup sebagai manusia normal. Orang mungkin melihat aku usil, gak serius suka bicara, itu hanya salah satu cara agar aku bahagia menjalani hidup, aku anak pertama, masih punya adik cewek, sedang bapak sudah meninggal, meski mama punya usaha catering kecil-kecilan kan nggak bisa dijadikan penghasilan utama, jadi aku yang membantu mama, adikku sekarang kuliah, aku sama mama berusaha agar hidup terus berjalan, uang bukan segalanya tapi tanpa uang kita beneran gak bisa ngapa-ngapain, makanya aku kerja di sini biar deket mama, dan resign dari perusahaan sebelumnya juga bukan karena aku suka Kakak tapi lebih karena ingin menjaga adik dan mama."

Ayunda menatap Bagus yang baru kali ini bisa ia mengerti arah pembicaraannya. Sama sekali tak ia sangka jika Bagus menjadi tulang punggung keluarga. Ayunda selalu berpikir jika Bagus cowo yang gak mikir masa depan, gak serius dan asal. Ternyata di balik sikap santainya ia berpikir bagaimana caranya agar adik dan mamanya tetap bisa melanjutkan hidup.

"Maaf, mengapa aku selalu beranggapan kamu cowok gak guna karena sejak pertemuan awal kamu ngeselin, masuk kamar sembarangan, gak ada sopan-sopannya sama yang lebih tua, dan kamu sering lupa jika aku bos kamu."

Bagus menghela napas, ia susuri wajah cantik nan serius di depannya. Bagus tahu jika Ayunda bisa didekati dengan cara serius tapi ia ingin Ayunda juga tahu bahwa ia bisa menjalani hidup santai tapi semua pekerjaan beres dan selesai tepat waktu.

"Ok, aku jelaskan lagi Kak, Bagas yang menunjukkan kamarnya, tapi mungkin aku kurang fokus hingga masuk ke kamar kakak, aku laki-laki normal, terus terang kaget dan bersyukur lihat pemandangan bagus, aku nggak mau munafik, badan Kakak seksi ... "

"Ck."

"Beneran, trus jika aku dianggap kurangajar aku juga minta maaf, selanjutnya aku nggak akan mengulangi lagi, artinya usaha aku agar Kakak bisa lebih santai jadi gak berhasil, sekarang sedikit banyak Kakak tahu siapa aku, anak kecil yang suka ngeselin tapi aku juga bisa serius memikirkan hidup mama, adik dan masa depanku. Aku punya tawaran buat Kakak."

Ayunda menatap mata Bagus yang mendadak serius.

"Apa?"

"Kakak mau jadi pacar aku? Aku akan berusaha bikin Kakak gak sedih lagi, gak selalu serius mikir hidup."

.
.
.

"Ayunda!"

"Eh iya Kak!"

"Duuuuh kamu tumben aneh, masa aku cuman manggil aja jadi kaget gitu, dari tadi melamun aja, kayak Bagus kamu, melamun aja, aku jadi kesepian, tumben si Bagus gak usil dan kamu gak jutek, biasanya wajah ditekuk aja, eh ini malah lempeng aja, pake muka datar dan menatap jauh entah kemana."

Ayunda berusaha tersenyum, ia meraih map yang dibawa Verlita dan membukanya. Wajahnya kaget.

"Ini siapa yang ngajuin kerja sama dan mau beli sebanyak ini tiap bulan kebutuhan pokok untuk dipasok ke dua toko?"

"Bacaaa ... baca noooh di bawah tu, tadi staf dia yang ke sini."

Seketika wajah Ayunda berubah saat melihat nama Alex Winata, ia yakin laki-laki itu hanya berusaha mendekatinya lagi.

"Keliatan banget kalo dia cuman pengen deketin aku lagi Kak, di mana jalannya lah dia pengusaha yang bergerak di bidang otomotif kok malah banting setir kerja sama, sama aku kan aneh, nggak ah."

Pintu terbuka lebar saat Bagus masuk menyerahkan laporan keuangan yang diminta Ayunda. Saat akan ke luar ruangan Bagus dimintai pendapat oleh Verlita.

"Ya baguslah, kerja sama selama dua tahun, dalam jumlah banyak lagi."

"Kamu nggak tahu siapa orang yang mau kerja sama itu, dia punya maksud lain sama aku." Ayunda menatap tajam mata Bagus tapi saat Bagus balik menatapnya, Ayunda menoleh ke arah lain, ia masih teringat tawaran Bagus tadi malam. Entah mengapa anak kecil itu hari ini jadi serius, tak bergurau seperti biasanya.

"Bu, ini bisnis, jangan semua dikaitkan dengan masalah pribadi, kalau terus-terusan seperti ini, bisa merugi perusahaan Ibu. Bisnis ya bisnis, urusan perasaan ya selesaikan di lain tempat." Bagus melangkah keluar ruangan Ayunda.

"Tumben tuh anak serius?" Verlita benar-benar terheran-heran.

"Entah, salah makan kali!" sahut Ayunda.

"Atau lagi jatuh cinta tapi gak kesampaian kali."

Ucapan Verlita membuat Ayunda diam saja, tawaran Bagus belum juga ia jawab. Ia tolak, atau entahlah.

"Dan tumben kamu nggak galak sama Bagus?"

"Apa, Kak?"

"Tuh kaaan gak nyimak, ada apaaa kalian berdua yaaa?!"

🌞🌞🌞

7 Februari 2021 (11.07)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro