Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

⸙ it's epilogue.

Seorang gadis turun dari bus dengan wajah sebal sambil menghentakkan kakinya. Di belakangnya, kemudian turun sepasang kaki lain. Terlihat terburu-buru karena sepertinya sedang mengejar sosok yang turun lebih dulu.

Untuk sejenak mereka berjalan dengan jarak, sebelum akhirnya keduanya melangkahkan kaki memasuki halaman rumah dengan papan nama Terushima bersama-sama.

Kehadiran mereka berdua disambut sang pemilik rumah yang sudah paruh baya.

"Terushima Yuuji dan istrinya sudah datang, Bu," Sapa sang tamu laki-laki, Yuuji dengan awalan aneh. Yang dipanggil ibu olehnya langsung terkekeh kecil. Lalu mempersilakan anaknya dan menantunya, Terushima [Name] untuk masuk.

Sambil berbincang dengan sang mertua, [Name] masih saja terlihat seperti sedang menjaga jarak dengan sang suami. Meskipun begitu, Ibu Yuuji yang menyadarinya tetap tak menyinggung hal tersebut sedikit pun.

Sampai anaknya sendiri bertanya.

"Bu, memang semalu apa, sih, membalas perkataan aku mencintaimu juga pada suami sendiri?"

Nyonya besar Terushima itu menangkap jingkatan kecil dan kedutan alis sang menantunya.

"Hmm ... Entahlah?" Jawab Ibu Yuuji tersebut. Tak ingin membuat seseorang yang mungkin disinggung di sini merasa makin malu.

"Kalau ayah mengatakan itu, ibu membalasnya tidak?" Sang anak Terushima masih bertanya.

Membuat ibunya jadi mendesah, "Kalau ibu mungkin akan balas ..."

"Kok mungkin? Harus dibalas tau, Bu, seorang suami pasti mengharapkan hal itu."

Ibu Yuuji tersenyum maklum. Anaknya itu benar-benar menyindir keras seseorang dengan wajah tanpa dosa. Membuat gadis di sampingnya yang ia duga sebagai objek pembicaraan berekspresi sangat canggung.

Mau mengurangi beban yang diberikan anaknya, Ibu Yuuji itu lantas mengajak sang menantu, "Mau ke kamar kakek sekarang? Sepertinya ia sudah merindukanmu."

Dengan itu, [Name] merasa dapat kesempatan untuk bebas. Namun, ia kembali jengkel ketika Yuuji di sampingnya ikut berdiri.

"Kamu temui ayah sana di belakang. Ayah sudah menunggumu," Ibu Yuuji itu yang akhirnya melarang. Membuat [Name] diam-diam menghela napas, dan Yuuji yang melihat itu menyiniskan tatapan.

Akhirnya dengan agak sebal, Yuuji melangkahkan kakinya ke halaman belakang. Ia jadi gemas sendiri dengan sikap [Name] yang kelewat malu tersebut. Pasalnya, sudah sejak kemarin Yuuji menyatakan bahwa ia mencintai [Name], tapi gadis itu tak terdengar membalas perkataannya tersebut.

Bahkan sepertinya terhitung dari awal Yuuji menyatakan perasaannya beberapa bulan yang lalu. Tak ada satu pun yang terjawab. Gadis itu selalu mengelak.

Tadi di bis pun sama. Seberapa menuntut dan seberapa mengancamnya Yuuji, kalau tidak dielakkan pasti didiamkan seperti ini.

Sudah berapa lama waktu berlalu, interaksi Yuuji dan istrinya setiap hari hanya sebatas itu. Jangankan berhubungan, berciuman saja baru terjadi satu kali. Itu pun karena Yuuji yang terus-terusan menagihnya. Pegangan tangan jarang, berpelukan pun hanya di saat-saat tertentu. Percaya atau tidak, Yuuji tidak pernah memeluk istrinya sendiri saat tidur.

Sekarang, saat Yuuji menginginkan kalimat balasan aku mencintaimu dengan hal serupa, laki-laki itu sampai harus bekerja keras meroasting-nya. Ia memang senang menggoda [Name] tapi sekarang ia menggoda gadis itu bukan hanya untuk iseng belaka, melainkan menuntut jawaban atas pernyataan tersebut.

.

.

[Name] akhirnya berhasil dijauhkan dari suaminya sendiri berkat mertuanya. Rasanya sangat melegakan bagi gadis itu saat ia bisa sendirian di kamar sang kakek dan berbincang damai tanpa adanya intimidasi.

Ibu Yuuji memang tak menyinggung hal apapun atas obrolan konyol Yuuji tadi. Tapi sepertinya beliau sudah paham dan hanya tak ingin ikut campur. Dengan itu, [Name] bisa beristirahat dulu di sini. Sambil memijiti kaki sang kakek dengan minyak pijit.

Kakek Yuuji dari dulu sangat ramah. [Name] seperti merasa punya kakek lain selain dari ayah dan ibunya. Meskipun kakek Yuuji kini sudah tidak terlalu fit dan sering menghabiskan waktu di atas kasur, kesan penyayang tak pernah lepas darinya.

"Nak [Name], apakah Yuuji masih menyusahkanmu?" Celetuk sang kakek setelah cukup lama mereka terdiam.

Tentu saja [Name] menggeleng dan menjawabnya, "Tidak, kok, kek."

"Aku pikir ia masih menyusahkanmu seperti dulu," Ucap sang kakek, sepertinya pikirannya menerawang, "dulu Yuuji sering membuatmu kesal, ya."

[Name] sejujurnya ingin menyetujui ucapan itu. Apalagi untuk saat ini Yuuji selalu memaksanya mengucapkan suatu kalimat.

"Sekarang, aku kurang tau kondisi cucuku itu, tapi, semoga dia selalu baik-baik saja dan tidak merepotkan orang lain ..."

Melukis senyum, [Name] merespon ramah, "Tidak kok, Kek. Yuuji sekarang tidak merepotkan siapapun, dia orang yang tekun."

Mendengarnya dari pasangan cucunya sendiri, membuat sang kakek ikut melukis senyum, "Semoga dia selalu dicintai olehmu, Nak [Name]. Kakek minta tolong jaga dia terus, ya."

[Name] mengangguk. Baru saja ia akan membalasnya lagi, pintu kamar tiba-tiba saja terbuka.

"KAKEKK!"

Bukan sang kakek yang sudah tua, tapi [Name] yang malah terjingkat kaget begitu melihat Yuuji tiba-tiba masuk.

Laki-laki itu lalu langsung mendudukan diri di sisi lain kasur, menyapa kakeknya.

"Kemana saja kamu, Yuuji?"

"Ah, tadi disuruh ke belakang, tapi jadinya gak jelas. Gak tau tuh, kayaknya cuman alesan doang biar ada yang kabur," Yuuji masih berucap penuh sindiran. Maniknya bahkan melirik tajam [Name] yang masih memijiti kaki kakeknya dengan gerakan yang kaku.

Tapi sang kakek yang tidak mengerti konteks langsung bertanya lain, "Gimana kabarmu?"

"Biasanya baik, tapi sekarang sedang kesal karena sesuatu."

Sang kakek tertawa.

Yuuji yang melirik lagi istrinya di sisi seberang lantas tiba-tiba berucap sesuatu, "Kek, aku pijitin juga ya kakinya."

Apa yang dilakukan Yuuji, membuat [Name] gugup. Sekarang laki-laki itu berhadapan dengannya. Yuuji memijiti betis, sementara [Name] masih memijiti telapak kaki.

"Tadi kamu sama kakek ngomongin aku, kan?" Bisik Yuuji pelan pada gadis di hadapannya agar kakeknya itu tidak mendengar.

[Name] membelalak kaget meresponnya. Apakah Yuuji tadi menguping pembicaraannya?

"Apa yang kalian bicarakan, hm?" Ucap Yuuji lagi, sambil mencuri-curi pandang kakeknya yang sedang memejamkan mata menikmati pijitan dua cucunya.

"Kamu mencintaiku, kan? Itu yang tadi kamu bicarakan?" Tembak Yuuji.

"E-engga."

"Huh? Kamu gak mencintaiku?"

"Ya. Engga."

"Jadi yang mana?"

[Name] menggigit bibir. Yuuji yang melihat itu tersenyum usil.

"Kek, istriku ini tidak mau bilang aku mencintaimu padaku. Itu kenapa, ya?"

Setelah terus berdegup kencang, kini jantung [Name] sukses merosot. Wajahnya langsung terbakar. Apalagi begitu ia dapati wajah sang kakek yang melongo. Seperti tak menyangka cucunya akan menyeletuk kalimat seperti itu.

Sangat malu, [Name] lantas buru-buru turun dari kasur, "K-k-kakek, aku b-bantu ibu dulu, y-ya."

Lalu langsung pergi keluar kamar. Meninggalkan sang cucu dengan kakeknya yang kemudian bertatapan.

***

Terushima Yuuji menukikkan alis, wajahnya dibuat marah.

"Kalau kamu gak mau tidur di sampingku, aku akan menuntutmu membalas pernyataanku sampai pagi."

Kini mereka sudah kembali ke rumah. Keduanya memang hanya mampir ke rumah besar Terushima tadi siang. Jadi seperti biasa, [Name] terjebak dengan Yuuji berduaan.

Setelah terdiam beberapa menit dengan wajah yang dibuat marah, Yuuji berhasil membuat [Name] kembali mendekatinya sambil membawa gulungan futon. Gadis itu menggelarnya tepat di samping futon Yuuji kemudian. Membuat laki-laki itu diam-diam menahan senyumnya di balik wajah yang mengerut.

Yuuji diam-diam memperhatikan [Name] yang dengan ragu mulai membaringkan tubuhnya di atas futon sambil menaikan selimut. Begitu tebakannya benar kala gadis itu langsung memunggunginya, Yuuji langsung melepaskan seringai.

Ia pindahkan tubuhnya ke futon [Name]. Membuat gadis di sana menoleh, lalu bergerak ingin bangkit kalau saja Yuuji tidak lebih dulu menahan pinggangnya.

Ya, Terushima Yuuji merengkuh sang istri dari belakang. Menahan tubuh kecil tersebut bergerak.

"Y-yuuji, l-lepas ..."

"Gak mau. Kamu mengabaikan pernyataanku."

"T-tapi gak begini."

"Tapi harus begini sebagai gantinya."

Dengan detak jantungnya yang kacau, [Name] meringis menutup mata. Yuuji rasanya tepat sekali berada di belakang kepalanya. Tangan laki-laki itu yang merengkuh pinggangnya benar-benar membuatnya sulit bergerak.

"Kalau mau dilepas, balas dulu. Kali ini pertanyaan, biar kamu mudah menjawabnya," Ucap Yuuji yang sedang menggelitiki hidungnya dengan aroma rambut istrinya sambil memejamkan mata, "Terushima [Name], kamu mencintaiku atau tidak?"

Yuuji dapati hening selama beberapa saat, sebelum sebuah suara membuatnya sontak membuka mata.

"I-iya," Kecil, pelan, berbisik.

Meskipun begitu Yuuji mendengarnya.

"Iya apa?" Yuuji balas dengan bisikan serupa. Tiba-tiba, bagian tubuhnya yang menempel dengan tubuh [Name] terasa sangat geli.

"A-aku m-mencintaimu."

Tentu saja, bukannya dilepas, Yuuji malah mengeratkan pelukan. Laki-laki itu kini malah mencium tengkuk sang istri, membuat empunya bergerak tak nyaman.

"Jangan bergerak. Malam ini aja."

Deru napas Yuuji yang menggelitik leher bagian belakangnya, membuat [Name] membeku. Gadis itu kini tak kuasa bergerak lagi.

"K-kamu curang ..."

"Iya, besok pukul aku, deh."

Hening menyelimuti mereka, hanya mata Yuuji yang terpejam. Meskipun mulutnya masih bergerak.

"Terushima [Name], aku mencintaimu."

"D-diam, gak usah banyak bicara."

"Kenapa? Lehermu geli?"

"D-diam ..."

"Fuuuhh."

"Ngh Y-yuuji ..."

Terushima Yuuji benar-benar dibuat tak kuat lagi. Melanjuti aktivitas menciumi tengkuk istrinya, laki-laki itu pun bertanya, "Malam ini kamu siap?"

"A-apa?"

Suara kecupan lolos dari bibir Sang Suami pada leher Sang Istri, begitupun suara rendahnya, "Bercinta. Kita, kan, udah saling cinta sekarang."

.

.

.

finish.

beneran udahan. makasih ya yg udah baca sampe sini!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro