⸙ it's twelve.
Setelah acara keluarga beberapa hari lalu, dan setelah melaksanakan sesi bicara serius mengenai peraturan dan kebiasaan di apartemen ini, kini [Full Name] sedang sibuk memindahkan baju kotor Iwaizumi Hajime ke mesin cuci.
[Name] telah membuat kesepakatan baru kalau Hajime tidak boleh menggeletakan baju-baju begitu saja, baik yang kotor maupun yang akan dipakai lagi. Hajime harus memisahkan kedua baju tersebut, sehingga laki-laki itu tidak perlu lagi membawa baju-baju yang tergeletakan itu ke tukang laudry apartemen seperti sebelumnya, dan bisa sekalian dicuci sendiri bersama baju miliknya.
Sekarang Iwaizumi Hajime sendiri sedang pergi atas suruhan dari ayahnya ke salah satu perusahaanya. Membiarkan gadis itu di rumah menjalani hari mencucinya dengan tenang.
Ting, tong!
[Name] yang sedang menunggu gilingan lantas berjalan menghampiri pintu. Penasaran siapa yang bertamu tiba-tiba ini. Dan didapatinya dua sosok yang dikenal serta satu sosok asing yang sudah baya.
Gadis itu lalu langsung mempersilahkan mereka masuk dan duduk. Tapi begitu berbincang di ruang tengah, ternyata tujuan mereka ke sini adalah untuk bertemu Iwaizumi Hajime. Dan pria sudah baya ini adalah tamunya.
"Ah, pantas Iwaizumi bilang lagi ada urusan dulu," Salah satu sosok yang [Name] kenali. Hanamaki Takahiro melanjutkan, "ternyata untuk mengunjungi kantor."
"Tumben banget," Sambung satu sosok lainnya, Matsukawa Issei.
"Iya ..." [Name] memandangi ketiga orang tersebut, "mungkin sedang ada urusan darurat."
Iya, mungkin. Karena Hajime tidak biasanya mengunjungi kantor lain selain kantor asuransi.
"Um ... Tapi," [Name] kini malah menatap pria yang sudah tua tersebut, "kalau boleh tau ada urusan apa, ya, Pak?"
Terlihat agak ragu, tapi bapak itu menjawabnya, "Saya mau minta perpanjangan kontrak untuk sebulan lagi, Nak."
"Kontrak?"
"Iya. Sebelumnya saya menandatangani kontrak agar hutang saya lunas bulan ini," Bapak itu menjelaskan, "tapi ... Ternyata ada beberapa masalah pada usaha saya dan uang pengembaliannya juga belum cukup ..."
[Name] mendengarkan dengan saksama bagaimana pria baya dengan suara bergetar tersebut berbicara.
"Katanya saya mungkin bisa dapat perpanjangan kalau bertemu dengan Nak Iwaizumi, jadi saya dibawa ke sini ..." Bapak itu menatap ke bawah, "Saya benar-benar bisa membayarnya kalau saja diberi waktu sedikit lagi ... Jadi saya mau memohon agar tidak menyita tempat usaha dan rumah saya ..."
Dalam keadaan tersebut, manik [Name] melebar kaget. Tak menyangka dengan perjanjian dari kontrak tersebut yang mengancam lapak usaha penghasil ekonominya, dan lebih dari itu bahkan sampai rumah yang menjadi tempat tinggal.
Apalagi [Name] lihat kondisinya, bapak itu sudah tua. Di wajahnya banyak sekali kerutan entah karena faktor umur atau masalah yang ia hadapi, rambutnya sebagian sudah memutih, bahkan suaranya pun sudah bergetar.
[Full Name] yang mudah iba, melihat itu pun jadi menggetarkan hatinya. Bapaknya juga sudah mengatakan bahwa ia bisa membayarnya kalau bisa diberi waktu sedikit lagi, tapi hari ini adalah tenggat kontraknya dan rumah serta lapak usaha Sang Bapak bisa menghilang begitu saja saat ini juga.
***
Piipp. Brak!
[Full Name] yang sedang duduk di sofa sana sambil mencatat sesuatu agak terkaget saat pintu apartemennya dibuka dengan sedikit kencang oleh Iwaizumi Hajime.
Begitu eksistensi laki-laki itu memasuki ruang tengah, [Name] menyapanya, "Kau sudah pulang?"
Tapi yang didapatinya malah wajah Hajime dengan dahi mengkerut. Ia tak menjawab, lalu langsung memasuki kamarnya.
"Aku sudah menyiapkan makan malam, makan dulu!" Tegur [Name]. Namun Hajime tetap tak menyahuti dari kamarnya.
Merasa ada sesuatu yang mengganggu laki-laki tersebut, [Name] menduga, apakah mungkin urusannya di kantor cabang bersama ayahnya itu kurang lancar? Soalnya sekesal-kesalnya Hajime, pasti ia tidak banyak diam seperti ini. Dia masih bisa menjawabnya meski itu sepatah-duapatah, atau bahkan omelan lain yang keluar. Seperti biasanya mereka jika bertengkar.
Tapi beberapa menit kemudian, [Name] dan pikirannya dipecahkan oleh Hajime yang keluar dari kamarnya dan berjalan ke arah dapur. Melihat itu lantas [Name] ikut menghampiri untuk mengahangatkan beberapa makanan sebentar.
Hajime masih bungkam. Dia seperti banyak pikiran dan terlihat kesal. Laki-laki itu hanya duduk diam sambil menatapi satu persatu makanan yang sudah dihangatkan oleh [Name].
Gadis itu sendiri inginnya bertanya. Namun ia selalu takut jika Hajime berada dikondisi kesal seperti ini dan akhirnya hanya diam.
Sebelum Hajime memulai makannya, [Name] tiba-tiba teringat sesuatu, dan akhirnya ia membuka suara, "Oh iya ..."
Hajime menaikkan pandangan ke sumber suara. Sambil membuka sesi makannya dengan minum, Hajime melirik [Name] yang berdiri di samping kursinya, menanti apa yang akan disampaikan dengan diam.
"Tadi, Hanamaki dan Matsukawa ke sini, kaunya tidak ada," Ucap [Name] dia juga memerhatikan Hajime yang mulai menyantap makanannya, "tapi mereka membawa seseorang."
[Name] jeda sejenak, lalu merogoh sakunya dan menyodorkan sesuatu, "Orang itu menitipkan duit ini padaku. Katanya untuk membayar uang pinjaman yang kontraknya habis hari ini."
Sontak, Hajime menghentikan gerak tangannya. Lalu melirik [Name] begitupun dengan uang yang disodorkannya. Sesaat kemudian Hajime menjatuhkan sumpitnya dan menjauhkan piringnya. Dia lalu menghadap [Name].
Entah kenapa, gadis itu tiba-tiba malah merasakan perbedaan suasana. Dapat dikatakan, justru lebih buruk dibanding yang tadi.
"Cukup dengan sikap capermu itu," Ucap Hajime dengan tajam tiba-tiba. Membuat [Name] merasakan kembali takut seperti saat Hajime memarahinya karena membela dua orang yang sedang mengganggunya di pasar waktu lalu.
"Gak ada yang pernah memberitahumu, ya? Kalau jadi orang yang terlalu baik itu terlihat sangat memuakkan," Hajime mengucapkannya penuh penekanan. Sodoran uang dari tangan [Name] pun jatuh perlahan-lahan.
"Lebih memuakkan lagi kalau-kalau sampai berbohong demi ingin jadi baik," Hajime bangkit dari duduknya. Dia menatap rendah [Name] yang kini sudah tertunduk dalam akibat takut tersebut.
"Dengar. Aku juga punya beberapa pengaturan dalam hidupku," Hajime mengeluarkan suara dengan tajam, "salah satunya aku tidak suka orang yang tidak menepati ucapannya. Jadi, kalau mengatakan akan membayar bulan ini, maka harus dibayar."
[Name] dalam keadaan tertunduk tertegun. Dia mengetahui di mana letak kesalahannya.
"Salah satu lainnya," Hajime menggertakan rahangnya, "Aku tidak suka tinggal bersama pembohong."
Dengan ucapan sarkastik tajam seperti itu, Iwaizumi Hajime pergi meninggalkan dapur. Dia berjalan ke kamar, namun beberapa detik kemudian kembali keluar sambil membawa rompinya dan meninggalkan apartemen dengan suara gebrakan pintu yang terdengar lebih keras dari sebelumnya mengiringi kepergiannya. Menyisakan hening, canggung, dan juga sesak dalam ruangan tersebut bersama satu eksistensi.
.
.
.
continue.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro