⸙ it's thirteen.
[Full Name] menghirup udara pagi tempat ia biasa bernapas sejak kecil. Iya. Gadis itu kini sedang ada di rumah orang tuanya. Semalam sehabis pertengkaran itu terjadi, dan setelah Iwaizumi Hajime pergi meninggalkannya, [Name] juga langsung merapikan beberapa barang dan meninggalkan apartemen tersebut.
Rasanya ia kecewa, namun kesal juga, dan ada suatu perasaan tak terdefinisi yang membuatnya merasa sedih. Membuat hatinya berdenyut ngilu ketika malam-malam menuntun langkahnya untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Sesampainya di sini pun, [Name] tak menceritakan apapun. Ayah dan ibunya yang mengherankan kedatangannya malam-malam hanya ditutupi oleh alibi kalau anaknya itu sedang rindu rumah. Jadilah pagi hari ia sudah di sini. Dan Iwaizumi Hajime itu entah kembali ke apartemen atau tidak, tapi ia tidak mengabari apapun.
Tentu saja. Memang ada baiknya [Full Name] tak mengharapkan apapun dan membuang semua keresahan ini.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk mengisi hari-harinya di pasar membantu seperti biasa.
***
Di sisi lain, Iwaizumi Hajime sedang berada dalam mobil. Dan hari ini mood-nya benar-benar kelewat jelek. Sebenarnya sudah dari semalam, sejak pertengkaran itu dan sejak pulang-pulang mengetahui bahwa sepatu [Full Name] tak ada di rak apartemennya.
Saat ini, Hajime juga sedang dicekoki perkataan-perkataan yang membuatnya muak. Langsung menyesalah ia karena telah menceritakan permasalahan hutang dan kebohongan [Name] ini pada dua rekannya, Matsukawa Issei dan Hanamaki Takahiro.
"Menurutku, kau seharusnya jangan semarah itu pada [Name]," Ini ucap Hanamaki yang duduk di kursi belakang.
"Ya, apalagi sampai dia kabur seperti ini. Mungkin dia sangat sakit hati sekarang," Tambah Matsukawa yang sejujurnya tidak ingin ikut campur. Apalagi ia duduk di sebelah Hajime dan bisa merasakan dengan jelas atmosfer yang sedang mengililingi rekannya itu.
"Jujur aja," Hanamaki kembali berbicara, "alasan kami membawa pria tua itu untuk bertemu denganmu juga karena bingung dengan kondisi yang dialaminya."
"Kau meminta kami untuk mendapatkan uang darinya dan jika tidak maka kami harus mengeluarkan barang-barang dan menyita rumahnya," Hanamaki menghiraukan kenyataan bahwa Hajime masih terus bungkam dan terus melanjutkan ucapannya, "tapi dia memohon untuk diberikan waktu sedikit lagi agar melunasinya. Jadi kami membawanya padamu supaya kau bisa lebih tegas menentukannya."
Entahlah, Hanamaki hanya ingin mengatakan bahwa ini juga merupakan kesalahan mereka berdua sebagai orang kepercayaan Hajime. Andai saja mungkin mereka bisa bertindak lebih tegas dan tidak membawa klien mereka ke apartemen Hajime, maka [Name] tidak akan menjadi orang yang bersalah di sini.
"Memang salahnya [Name] adalah tidak membicarakan apapun pada kami maupun kau, dan mencoba untuk menyelesaikan hutang pak tua ini dengan menalanginya sendiri," Hanamaki membiarkan maniknya ikut menyapu jalan sebagaimana mobil mereka melaju, "dan hanya itu. Jadi kurasa kau lebih sedang melemparkan kekesalanmu akibat pria tua itu pada [Name]."
Suasana di mobil kemudian jadi sunyi. Hanamaki tak lagi berbicara, Matsukawa pun tak mau menambahkan, dan Hajime tidak merespon sedikitpun.
Hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Yaitu rumah pak tua yang menimbulkan cekcok antara [Name] dan Hajime.
Memang rumahnya hanya rumah sederhana, tapi Hajime tak peduli dengan itu. Dengan Matsukawa dan Hanamaki yang berada di belakangnya, ia lalu mengetuk pintu rumah tersebut.
Begitu pintu rumah dibuka dan menampakkan sosok pria baya, Hajime langsung memerintah, "Bawa keluar semua barangnya."
Tak sempat berkata apapun, pria tua tersebut dikagetkan dengan Matsukawa dan Hanamaki yang memaksa memasuki rumahnya. Begitu disadari, pria baya tersebut langsung bertanya pada Hajime yang hanya berdiri di luar pintu, "K-kenapa barang-barangku ...?"
Mengeluarkan secarik kertas dalam sebuah map file, Hajime berucap, "Sudah lewat sehari sejak kontrak habis. Jadi kami harus mengosongkan rumahmu."
Bapak tua itu langsung panik. Dia mencoba menghalangi Matsukawa yang sedang membawa keluar barang-barangnya. Lalu kembali lagi ke hadapan Hajime dengan muka menahan tangis, "T-tapi b-bukankah sudah d-di bayar? K-kenapa rumahku tetap disita?"
Mendengarnya Hajime mengeratkan rahang, "Jadi kau ternyata ikut bersepakat dengan perjanjian konyol itu?"
Pria tua tersebut langsung memohon, "A-aku mohon, j-jangan sita rumahku. Berikan aku sedikit waktu lagi, Nak ..."
Tapi Hajime bungkam. Dia semakin kesal karena kenyataannya ternyata mereka melakukan kesepakatan berdua. Bukan atas tindakan bodoh [Name] sendiri, melainkan kesepakatan dari orang tua yang tak mampu menepati perkataannya dan memilih untuk menyandar pada orang lain.
"A-apa yang terjadi?! Kakek!"
Tiba-tiba masuk seorang gadis kira-kira seumuran SMA ke dalam kericuhan tersebut.
Menghampiri ayahnya, gadis remaja itu lalu menemukan bahwa barang-barang di rumahnya sedang di keluarkan. Mengerti situasi, gadis itu memohon pada seseorang yang tadi ia lihat ayahnya sedang memohon, Hajime.
"P-pak ... Aku mohon jangan sita rumah k-kami," Pinta gadis itu di hadapan Hajime, "K-kakekku sedang sakit j-jadi kemarin kami membutuhkan duit untuk membeli obat ..."
"Pak ... Saya janji saya yang akan melunaskan hutang itu t-tapi beri kami sedikit waktu lagi ..." Gadis remaja tersebut kembali memohon bersama ayahnya di hadapan Hajime, "S-saya akan memperbanyak waktu part-time saya, jadi saya mohon ..."
Hajime sebenarnya muak mendengar itu semua, tapi ia berucap, "Kalau aku memberikan waktu tambahan pun yang terjadi hanyalah ucapan kalian yang penuh bualan."
"T-tidak! Sa-saya janji kali ini. Jika tidak, m-maka kalian boleh menyita seluruhnya," Bapak tua itu sampai menyatukan kedua tangannya untuk memohon, "Sebelumnya s-saya juga selalu tepat waktu, t-tapi mohon untuk kali ini saja ..."
Menatap wajah penuh kesedihan gadis remaja dan kakeknya tersebut sebenarnya sudah cukup untuk mengetuk hati Hajime. Namun, mungkin karna ia kini sedang diselimuti marah jadi wajah itu masih terpahat dengan keras.
Pasalnya, dengan permasalahan seperti ini, seseorang sampai harus menciptakan kebohongan demi menolong orang lain dan sampai pergi dari rumah. Hanya karena ucapan Iwaizumi Hajime yang katanya tak suka tinggal dengan pembohong.
***
Iwaizumi Hajime memasuki ruang laundry dengan memakai kaos dalamnya. Mencari sebuah baju untuk ia pakai malam ini. Menemukan beberapa baju yang masih tergantung di jemuran, bisa Hajime cium aroma pewangi pakaian saat mendekati pakaian-pakaian tersebut.
Dan harum pewangi pakaian itu adalah harum yang sering menyapa indra penciuman Iwaizumi Hajime dari baju [Full Name] selama ini.
.
.
.
continue.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro