Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Awal Kehidupan Baru

Ruang ICU Yokohama City Minato Red Cross Hospital nampak lebih mencekam dari biasanya. Tentu saja mencekam, kepala keluarga Dazai baru saja meninggal dunia.

Disana ada Dazai Osamu, Dazai Yuko dan Nakahara Chūya. Mereka bertiga teringat kata-kata dari kepala keluarga Dazai....

Flashback

"Osamu, jika aku mati dalam waktu dekat, kumohon nikahkan Yuko dengan Chūya..."

"Tapi -san, apa kau yakin dengan keputusanmu? Chūya ini kan temanku sendiri, mana mungkin kunikahkan dia dengan adikku?"
- Dazai

"Chūya anak dari temanku, dia juga temanmu. Karna kau sudah mengenal Chūya dengan baik, kuyakin kau juga mengerti kenapa aku menikahkannya dengan Yuko."

"Tak apa Onii-chan, akan kuterima."
- Yuko

Flashback off

"Yuko, kau yakin dengan keputusanmu waktu itu?"
- Dazai

"Tentu saja ku yakin Nii-chan."
- Yuko

"Baiklah, kau akan kunikahkan secepatnya."
- Dazai

"Tak usah terburu-buru, Dazai. Sekarang kita urus dulu pemakaman ayahmu."
- Chūya

Skip....

Jenazah kepala keluarga Dazai pun dibawa ke rumah keluarga Dazai. Proses pemakaman pun di laksanakan. Setelah itu, jenazah ayah mereka pun dibawa ke TPU terdekat. Semua yang hadir mulai berpulangan satu persatu, tinggallah Dazai, Yuko dan Chūya.

"-san, akan kulakukan pesanmu secepatnya, tenanglah di alam sana."
- Dazai.

.

Sebulan setelah kepergian Ayah Osamu dan Yuko, Dazai menikahkan Yuko dengan Chūya. Setelah prosesi pernikahan selesai, Chūya membawa Yuko ke rumah baru mereka. Sesampainya di rumah, Chūya mempersilahkan Yuko untuk masuk dan menunjukkan kamar mereka.

"Kalau mau mandi, mandi saja dulu, aku akan menunggu di ruang tv."
- Chūya

"Hai', arigatou ne, Chūya-nii."
- Yuko

"Ooh, iya, biasakanlah jangan memanggilku dengan nii, panggil Chūya saja."
- Chūya

"Tapi tak enak rasanya memanggil Chūya-nii seperti itu."
- Chūya

"Tapi aku inginnya kau memanggilku Chūya-kun, kalau kau belum siap memanggilku seperti itu tak apa. Sekarang mandilah dulu, aku akan menunggu di ruang tv."
- Chūya

"Ha-hai', e-etto, bagaimana dengan pakaianku?"
- Yuko

"Hhmm, kau bisa memakai pakaianku malam ini, besok kita ambil pakaianmu."
- Chūya

"Hai', kalau begitu aku mandi dulu."
- Yuko

Chūya pun keluar dari kamar.

Beberapa menit kemudian, Yuko muncul di belakang Chūya yang sedang menonton tv.

"Tak apa kan aku memakai kaosmu?"
- Yuko

"Tak apa, selagi kau masih memakai baju tak masalah denganku."
Chūya menyunggingkan senyumannya sambil mengusap kepala Yuko.

Spontan saja wajah Yuko semerah tomat karna perkataan Chūya. Chūya dengan santainya berjalan ke kamar. Selagi menunggui Chūya, Yuko menyiapkan makan malam.

Setelah selesai masak Yuko ke kamar dan mendapati Chūya di atas tempat tidur.

"Ne, Chūya-nii, ayo makan dulu setelah itu tidur, tak baik tidur dalam keadaan perut kosong."

"Hhhmmmmm......"

"Chūya- nii...."

"Hhhmmmm......."

"Chūya-kun, jika kau makan kau juga boleh memakanku malam ini...."

Chūya langsung bangkit dari tidurnya
"Hontoni? Kalau begitu ayo kita makan."

"Dasar mesum."
- Gumam Yuko

"Apa?"

"Tidak ada apa-apa kok."

Setelah makan Yuko langsung mencuci piring dan Chūya dengan santainya melihati Yuko dengan senyuman yang sulit diartikan.

"Daripada Chūya-nii senyum-senyum tak jelas seperti itu, lebih baik Chūya-nii membantuku"

"Memangnya salah ya melihat istri sendiri? Dan juga ku lebih suka kau memanggilku seperti tadi."

"Seperti tadi?"

"Iya, 'Chūya-kun' dan kau memanggilku tepat di telingaku, aahhh rasanya sangat--"

"Hentikanlah pemikiranmu itu dan mulailah membantuku."

"Iya, iya..."

Setelah selesai mereka langsung ke kamar dan dengan ragu-ragu Yuko menepati janjinya tadi.

.

Yuko terbangun dan langsung melihat jam..
"Ya ampun, sudah jam 10 dan aku baru bangun?? Ini semua karna si pendek ini. Uugh, aku bahkan tak bisa berdiri,"  batin Yuko

"Hhhmmm, kau sudah bangun Yuko? Apa masih sakit?"

"Tentu saja, ini pertama kalinya aku melakukannya."

"Hai', hai', aku akan membantumu mandi lalu kita pergi mengambil baju-bajumu."

.

Sesampainya di depan pintu rumah yang sekarang menjadi tempat tinggal Dazai, Chūya langsung saja masuk ke rumah seolah-olah itu rumahnya.

"Ohayo Makarel, ku datang untuk mengambil baju Yuko."

"OI kalau bicara yang sopan pendek, aku ini sekarang kakak iparmu."

"Terserahku, kau sendiri dua bulan lebih muda dariku, mana mau ku memanggilmu kakak."

Selama perdebatan kecil mereka, Yuko menyiapkan baju-bajunya.

"Sudah berdebatnya?"
Chūya dan Dazai melihat ke arah Yuko dan disampingnya sudah ada koper besar yang mereka yakini berisi pakaian Yuko.

Mereka pulang saat hari mulai senja. Dan memang saat yang ditunggu-tunggu Chūya adalah malam hari.

"Kalau begitu kami pulang ne, Onii-chan...."

"Hai', hati-hati di jalan ne, Chūya kalau sampai adikku kenapa-napa kau akan ku cari walau sampai ke ujung dunia sekalipun."

"Iya, iya, aku tau kok...."

Skip.....

Setiap harinya Yuko diantar oleh Chūya dengan motor, Yuko sampai di sekolahnya 40 menit sebelum bel berbunyi.

Dan sekarang sudah dua bulan setelah pernikahan mereka. Itu artinya dua bulan lagi Yuko akan menjalani Ujian Nasional.

"Ne, Yuko. Kalau ada pelajaran yang kau kurang mengerti tanya saja padaku..."

"Hai, hai, wakattada yo..."

"Tapi kulihat-lihat kau tak pernah belajar..."

"Itu karna Chūya pulang saat aku sudah selesai belajar..."

"Heheh, gomen, gomen...."

"Gurumu tak ada yang tau tentang pernikahan kita?"

"Iie.."

"Tidak atau tidak tau?"

"Tidak..."

"Haahh, yokatta"

"....?"

"Aku kan dulu sekolah disitu juga, guru-guru disitu sangat mengenalku dan kakakmu."

"Hhmmm, famous kah?"

"Yah begitulah... Ku sudah baik, tampan, rajin, suka menolong, dan multitalent. Siapa yang tak kenal denganku..."

"........?"

"Yah kecuali kau sih... Wajar saja bagimu tak mengenalku sebelum aku datang ke rumahmu untuk kerja kelompok dengan kakakmu. Kau kan memang kurang pergaulan..."

Bukk, tinjuan Yuko tepat mengenai perut Chūya..

"Dasar sombong.."

"Aku bukannya sombong, tapi kan memang benar..."

"Haaahhh, terserahmu sajalah, aku mau tidur..."

"Kok langsung tidur?"

"Memangnya mau ngapain lagi."

"Masa kau lupa..."

"Ku tak mau melakukannya malam ini, anggap saja hukuman bagimu."

"Ja-jangan begitu Yuko..."

"Aku ini masih SMA, jadi kurangi kegiatan malam..."

"Ha-hai, terserahmu sajalah... Ku ikut saja.."

Esok harinya Yuko merasa kurang enak badan, tapi tetap saja dia paksakan untuk sekolah karna tak mungkin dia tak datang disaat genting seperti ini, jika dia tak datang bisa saja ada pengumuman penting, atau bahkan akan diadakan Try Out.

Dan seperti biasa, Chūya mengantarkan Yuko dengan motornya. Dan kebetulan hari ini ulang tahun Chūya, sepanjang perjalanan Yuko memikirkan apa yang akan diberikannya pada Chūya.

'Hhmm, bagaimana jika membuatkannya Black forest? Seingatku dia suka black forest... Ahh, pulang nanti beli bahan-bahannya, kuharap dia suka,' batin Yuko.

"Ne Yuko, nanti aku jemput atau kau pulang sendiri?"

"Aku pulang sendiri saja, oh iya Chūya-kun, kau nanti pulang jam berapa?"

"Mm, hari ini aku pulang agak cepat, jam delapan mungkin aku sudah ada di rumah."

Yuko sudah sampai di sekolahnya, Chūya pun mengecup keningnya sebentar, tentu saja wajah Yuko memerah, walau mereka sudah pernah melakukan yang lebih dari itu tapi tetap saja Yuko masih bersemu karna dia masih anak remaja yang labil.

"Ka-kalau begitu ce-cepat pulang, a-aku akan menunggumu di rumah," Yuko tergagap karna menstabilkan detak jantungnya. Yuko pun masuk ke sekolahnya setengah berlari.

'Aaaaghhh, Kamisama kenapa kau menciptakan makhluk semanis dirinya..... Sabar Chūya, kau bisa melakukannya malam hari...' batin Chūya.

.

Yuko pun berbelanja bahan-bahan untuk membuat kue. Setelah semuanya sudah dibeli, dia pun langsung pulang dan membuat kue untuk Chūya.

Semua selesai, tinggal menunggu matang, sembari menunggu Yuko mencuci peralatan.

Ting, kue pun sudah matang. Yuko menghiasnya seadanya karna Chūya tak suka cream di kue, dia biasanya memisahkan cream dengan kue yang dimakannya.

"Tadaima~~"

"Okaeri, Chū-kun," Yuko menghampiri Chūya yang baru saja melepas mantel dan topinya, Yuko pun mengambil topi dan mantel Chūya untuk disimpan.

Chūya berjalan ke dapur (ruang makan dan dapur satu tempat) dan menemukan kue yang sudah dihias dan ditambah tak ada cream yang membalut kue itu.

"Waaahhh, kau yang membuat ini?" Chūya berbalik dan mendapati Yuko tersenyum padanya.

"Hari ini kan ulang tahun Chūya, jadi kubuat black forest untukmu."

"Aahhh, arigatō, kita makan bersama saja, tak mungkin bisa ku makan sendiri...."

"Hai, arigatō Chū-kun."

.

Esoknya Yuko masih merasa tak enak badan, Chūya yang mengetahui hal itu membujuk Yuko untuk pergi ke rumah sakit.

"Yuko, sebaiknya kita periksa saja ke dokter ya? Percuma juga kalau kau ke sekolah tapi kau sakit."

"Ya-yasudah, ku telpon dulu wali kelasku..." Yuko pun menelpon wali kelasnya.

Lalu mereka pergi ke rumah sakit terdekat. Dan dokter menyarankan untuk ke dokter kandungan. Dengan ragu-ragu, Yuko dan Chūya pergi ke ruangan dokter kandungan. Hasilnya sangat mengejutkan Yuko.

"Selamat, Nakahara-san... Istri anda tengah mengandung dua minggu."

"A-apa? Dua minggu?" Yuko berkeringat dingin memikirkan apa jadinya nanti.

Mereka pun pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan Yuko diam saja.

"Yuko, kenapa kau diam saja?"

"Chūya, bagaimana nantinya? Aku putus sekolah atau lanjut saja? Kalau lanjut bagaimana kalau nantinya perutku membesar dan ada yang curiga?"

"Ma-maaf, Yuko, seharusnya aku tak melakukannya sampai kau lulus. Untuk sekarang aku akan meminta kakakmu kesini."

Chūya menelpon Dazai untuk datang ke rumah. Dan disinilah mereka, ruang tamu yang tampak suram.

"Jadi maksudmu adikku mengandung dua minggu!?"
Chūya hanya mengangguk, Dazai tiba-tiba berdiri dan menarik kerah baju Chūya sampai Chūya berdiri.

"Kenapa bisa? Kau tau kan kalau Yuko masih 18 tahun?"

"Kenapa kau menyalahkanku? Kau sendiri yang menikahkanku dengan adikmu. Sudah kubilang nanti saja saat Yuko 20 tahun, tapi kau yang memaksa untuk menikahkan kami!!"

Yuko yang melihat hal itu langsung berdiri dan mencoba memisahkan mereka.

"Sudahlah Nii-chan, Chū-kun. Hentikan, aku baik-baik saja."

Dazai perlahan-lahan melepaskan genggamannya. Osamu mengusap kepala Yuko.

"Yakin tak apa-apa?"

"Iya."

Dazai pun kembali ke rumahnya.

.

Sejak hari itu Yuko mengurangi pekerjaannya. Dan tinggal dua minggu lagi menjelang UN. Yuko tiba-tiba dipanggil ke ruangan BK.

"Bapak memanggil saya?"

"Beberapa guru yang masuk ke kelasmu mengatakan ada yang aneh padamu. Mereka mengatakan kalau kau itu mengandung. Apa benar?"

"E-etto...."

"Jawab dengan benar Yuko."

"Iya Pak."

"Di luar pernikahan?"

"Ti-tidak pak, saya sudah menikah beberapa bulan lalu. Pesan terakhir Ayah saya."

"Pesan terakhir Ayahmu?"

"Iya Pak."

"Dengan siapa?"

"Nakahara Chūya, Pak"

"Oo, Chūya ya. Sudah berapa bulan kandunganmu?"

"Hampir dua bulan Pak."

"Kau bisa menjaga rahasia ini sampai kau lulus?"

"Iya pak."

"Yasudah, jaga baik-baik kandunganmu itu. Tapi benarkan kau sudah menikah?"

"Iya Pak, kalau Bapak mau Bapak bisa menelpon Kakak saya atau Chūya."

"Aahh, tidak perlu, Bapak percaya padamu. Silahkan kembali ke kelasmu."

.

UN pun telah selesai dilaksanakan, Yuko sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya. Kandungannya sekarang sudah genap dua bulan. Tapi semakin besar kandungan Yuko, Chūya semakin menjauhinya. Yuko yang merasa aneh dengan sikap Chūya tiba-tiba bertanya...

"Chūya, kau kenapa sih?"

"Kenapa apanya?"

"Ah tidak, lupakan.."

.

Sekarang usia kandungan Yuko sudah tiga bulan dan Chūya semakin menjauhinya. Sampai suatu saat Chūya pergi selama seminggu, katanya ada pekerjaan di luar kota. Yuko bosan di rumah dan pergi berjalan-jalan. Sampai dia menemukan toko es krim, karna dokter sudah melarangnya memakan es krim terlalu banyak, ia hanya makan ukuran kecil.

Dia duduk di meja yang ada di sudut toko. Dan mungkin hari ini bukanlah hari keberuntungannya. Dia melihat Chūya datang bersama gadis berambut hijau. Yuko awalnya ingin menghampiri mereka, tapi dia urungkan niatnya karna dia masih berpikiran positif, dia masih berpikir kalau gadis itu hanya teman kerjanya.

Chūya dan gadis itu duduk di dekat jendela, jaraknya hanya tiga meja dari tempatnya. Chūya dan gadis itu sesekali tertawa dan tentu saja Yuko berusaha mendengar percakapan mereka. Walau berjarak tiga meja, Yuko bisa mendengar mereka dengan jelas, Yuko dulunya pernah buta sementara sehingga dia melatih pendengarannya.

"Jadi Mizuki, bagaimana selanjutnya?"

"Chūya, kau sudah punya istri kan? Kita sudahi saja hubungan ini."

"Tapi kau sendiri tak ingin berpisah kan? Lagipula aku tak pernah mencintainya, aku selalu mencintaimu Mizuki."
Jleb, perkataan Chūya sukses menyakiti hati Yuko.

"Lalu kenapa kau menikahinya?"

"Itu karna Dazai yang setiap hari memintaku menikahi adiknya."

"Jadi istrimu itu adiknya Dazai?"

"Yaah, begitulah."

"Apa dia tak curiga seminggu ini kau menginap di rumahku?"

"Kurasa tidak, dia itu mudah ditipu."
Cukup sudah, Yuko hampir meneteskan air matanya.

"Kenapa kau tidak menceraikannya saja?"

"Mana bisa, aku berhutang banyak pada keluarga Dazai, kecuali kalau Yuko yang menggugat cerai, itu akan lain lagi."
Ok, semua ini benar-benar menyakiti Yuko. Tak lama kemudian Chūya dan gadis bernama Mizuki itu pergi.

Yuko pun menghabis es krimnya dan pulang ke rumah, awalnya ia tak ingin kembali ke rumah ini, tapi tak mungkin juga ia pergi ke rumah kakaknya. Sesampainya di rumah ia menganggap tak pernah mendengar pembicaraan Chūya tadi. Malam itu Chūya juga pulang ke rumah.

"Tadaima~~"

"Okaeri~ Chūya-kun. Ne, Chūya bagaimana kalau besok kita ke dokter lagi?"

"Untuk apa?"

"Tentu saja memeriksa kandunganku, memangnya untuk apa lagi?"

"Oo, terserahmu saja," Chūya berjalan ke kamar dan langsung merebahkan tubuhnya.

"Kau terlalu lelah ya Chūya," Yuko mendekati Chūya dan duduk di sisi tempat tidur.

"Apa ada yang bisa kubantu?" Yuko benar-benar melupakanku kejadian tadi.

"Tidak."

"Kau mau kubuatkan sesuatu?"

"Tidak usah."

"Jadi?"

"Tidak bisakah kau diam saja? Kau tidak lihat aku sedang lelah? Kau ini sama sekali tidak membantu! Kau menyusahkan saja! Kau sangat berbeda dengan Mizuki!!" Chūya berteriak padanya.

"Oo, siapa Mizuki, kau tak pernah menceritakannya padaku? Pacarmu ya? Kalau begitu kenapa kau menikahiku? Toh ujung-ujungnya tak ada yang bahagia diantara kita. Besok tak usah ke dokter, kita ke pengadilan saja, besok aku akan menggugat cerai. Itukan yang kau inginkan?" Yuko dengan santainya berbicara hal yang seharusnya tidak dibicarakan sekarang.

"Haha, kau gila ya? Dalam keadaan hamil kau mau menceraikanku?"

"Memangnya kenapa? Tadi siang kau pergi dengan pacarmu kan? Oo, tidak, aku lupa, seminggu ini kau menginap di rumahnya kan? Kenapa tak kau katakan saja dari dulu? Tidurlah, besok pagi kita akan pergi."

"Kau benar-benar gila!! Kau mau menceraikanku??"

"Memangnya kenapa? Kau punya hutang budi pada keluargaku? Kalau kau memang tak mau menikahiku sebaiknya dari awal saja kau menolaknya. Aah, sudahlah tidur saja."

"Kau pikir bisa bercerai saat kau hamil?"

"Ya tinggal digugurkan saja kan? Lagipula aku juga tak menginginkan bayi ini."

"Apa yang kau pikirkan hah?"

"Perpisahan. Ooh, kau ingat sungai tempat Nii-chan biasa berendam -bunuh diri-? Bagaimana kalau ku coba besok, sepertinya bagus"

"Bagaimana bisa kau mengatakan itu semua dengan tenang?"

"Yaahh, mudah saja. Kau mengatakan kalau kau tidak mencintaiku, kau mengatakan kalau aku mudah ditipu. Kau mengatakan hal itu dengan mudah. Tentu saja aku mengatakannya dengan mudah juga."

"Kau benar-benar gila!!"

"Hhmm."

"Kau ini!! Jadi selama ini kau menganggapku apa?"

"Bukankah itu seharusnya pertanyaanku ya? Tapi tak masalah, akan kujawab, selama ini aku menanggapmu sebagai kakakku. Puas?"

"Kau ini!!" Chūya menampar pipi Yuko, tapi tentu saja Yuko sama sekali tidak menangis.

"Kan aku benar. Kalau memang tidak suka ya lebih baik pisah kan?" Yuko berdiri dan mengemasi barang-barangnya.

"Kau mau kemana?"

"Pergi."

"Ku tanya kemana!!"

"Kemana saja asalkan tak bertemu denganmu," Yuko pun langsung pergi tak peduli keadaannya sekarang sedang mengandung.

.

Sudah satu bulan Yuko tak pulang ke rumah. Chūya sudah mencoba menelponnya setiap hari, tapi tak pernah sekalipun dijawab. Sampai Dazai tiba-tiba datang ke rumahnya.

"Yo, Chibi. Bagaimana kabar adikku dan calon keponakanku?"

"A-aku tak tau adikmu dimana."

"Apa? Bagaimana bisa?"

"Gomenne, aku menyakiti hatinya."

"Kau benar-benar bodoh Chibi!! Bagaimana kalau dia mencoba bunuh diri lagi?"

"Apa maksudmu?"

"Kau pikir hanya aku yang menderita Borderline Personality Disorder?"

"Jadi dia juga menderita penyakit itu?"

"Bodoh!! Sudah setahun dia tak melakukan hal itu dan kau membuatnya kemungkinan melakukan hal itu!!"

"Ja-jadi bagaimana ini?"

"Kau sudah menghubunginya?"

"Sudah, tapi tak pernah dijawab."

"Huhh, kau ini!" Dazai pun menelpon Yuko, dan langsung diangkat.

"Moshi, moshi. Kenapa Nii-chan menelponku?"

"Kau dimana?"

"Hmm, rumah Naomi, kenapa?"

"Ooh, tak apa. Kau menyakiti dirimu sendiri?"

"Mmm, tidak kok. Aku ke rumah Naomi supaya ada yang menjagaku."

"Oo, perlu dijemput?"

"Nanti aku bisa pulang sendiri kok."

"Oo, ok. Baik-baik aja disana ya..."

"Jadi dia dimana?" Chūya pun angkat suara.

"Tak tau."

"Bukannya tadi kau menelponnya?"

"Dia berbohong. Dia bukan di rumah Naomi."

"Bagaimana kau bisa tau?"

"Tentu saja, dia tak terlalu dekat dengan Naomi. Tak mungkin dia ada disana."

"Jadi bagaimana ini?" Chūya menggaruk kepalanya frustasi.

"Kau masih pacaran dengan Tsujimura?"

"Kemarin iya."

"Kemarin?"

"Tiga hari sejak Yuko pergi dari rumah, aku memutuskannya. Dan sekarang aku tak pernah lagi menghubunginya."

"Itu dia!! Yuko pasti sedang berhadapan dengan Tsujimura!!"

"Apa maksudmu?"

"Kau tau sendirikan kalau pacarmu itu Yandere!!"

"Hah? A-aku tak tau hal itu...."

Seketika Dazai dan Chūya langsung beranjak dari tempat mereka. Chūya langsung masuk ke tempat kemudi dan Dazai duduk disampingnya.

"Kau serius dengan ucapanmu?"

"Tentu saja, Chibi. Kalau aku tak serius tak mungkin aku sepanik ini."

Chūya melajukan mobilnya dengan cepat dan Dazai menjadi petunjuk arah, awalnya Chūya ragu dengan arah Dazai karna arahnya ke pelabuhan, lebih tepatnya ke arah kargo yang tak terpakai.

Dan sampailah mereka disana....
"Onii-chan, aku ada di kargo merah, sebelah selatan dari tempat kalian parkir."
Itu suara teriakan Yuko yang sedikit kecil, bisa di dengar tapi memiliki jarak yang cukup jauh.

Dazai dan Chūya berlari ke sebelah selatan tempat mereka parkir, "Oi, Dazai bagaimana bisa adikmu tau kita disini?"

"Suara mobilmu cukup kuat Chūya dan lagipula Yuko pernah buta saat kecil, jadi dia melatih pendengarannya dan sampai sekarang pendengarannya sangat baik."

Chūya tersadar bagaimana cara Yuko mengetahui semua hal yang menjadi alasannya pergi dari rumah. Saat mereka melihat Yuko, mereka tidak sanggup berkata-kata lagi, Yuko digantungkan dengan tangannya sebagai tumpuan dan darah mengalir dari sela-sela kakinya.

"Apa yang kau lakukan padanya Mizuki?"

"Ooh, sayangku, apa salah kalau aku menjauhkannya darimu? Lagipula kau tersiksa berada didekatnya kan? Aku hanya membantumu."

"Kau gila Mizuki."

"Aku gila? KAU YANG GILA!! KENAPA KAU MEMILIHNYA DARIPADA AKU? APA KURANGNYA AKU, CHŪYA??"

"Karna dia berbeda, dan memang aku yang gila, menyia-nyiakan Yuko hanya untuk gadis sepertimu."

"HAH!!"

Sesaat kemudian pihak kepolisian dan ambulans datang. Tentu saja Dazai yang menelpon polisi, Chūya hanya pengalih perhatian. Yuko segera dibawa ke rumah sakit, tentu saja yang menemani Yuko di ambulans adalah Dazai. Chūya mengendarai mobilnya tepat di belakang mobil ambulans. Dan sesampainya mereka di rumah sakit, Yuko langsung dibawa ke UGD, setelah setengah jam dokter pun keluar.

"Ano, Yosano-sensei bagaimana adik saya?"
Ya, dokter itu adalah kenalan Dazai.

"Tenang saja, dia baik-baik saja."

"Bagaimana dengan darah yang mengalir tadi?"
Kali ini Chūya angkat suara.

"Aahh, tenang saja, dia memang tertusuk, tapi sama sekali tidak mengenai rahimnya. Walau begitu, tetap saja kondisinya selanjutnya yang akan mengkhawatirkan. Dia penderita Borderline Personality Disorder, sebaiknya jika kondisinya sudah pulih kalian secepatnya membawanya pada Mori-sensei, seperti biasa Dazai-kun."

"Hai', wakarimashita sensei, arigatō gozaimass."

"Hai',hai', kalau begitu sampai jumpa nanti. Aku masih ada pasien lain, jaa~"

"Bagaimana bisa kau kenal dengannya?"

"Hhmm, kami kenal dari Mori-sensei, dia psikiater yang sering ku kunjungi, dan begitu pula adikku. Dan Yosano-sensei dulu ada dibawah Mori-sensei. Yosano-sensei juga istri dari detektif yang ada disana," Dazai menunjuk detektif polisi yang mendekati mereka.

"Itu juga kau tau darimana?"

"Kami datang saat pernikahan mereka"

"Yo, Dazai, jadi bagaimana kondisi Yuko?"
- Ranpo

"Dia baik-baik saja sekarang, terima kasih sudah datang kesini."

"Sebenarnya aku ingin melihat Akiko, hanya aku tak tau jalan, jadi aku sekalian saja mengatasi kasus adikmu."

"Mmm, seperti biasa ya...."

"Dan kau, kau ini suaminya Yuko kan?"
- Ranpo

"Ya, kenapa?"

Tiba-tiba saja Ranpo meninju wajah Chūya. Chūya yang masih memegang wajahnya menatap tak terima dan hendak membalasnya, tapi entah kenapa saat ini Ranpo terasa sangat emosional dan bisa menahan Chūya sebelum Chūya membalasnya.

"KAU PIKIR KAU INI SANGAT ISTIMEWA HAH!! ASAL KAU TAU SAJA, SIAPA PUN YANG BERANI MENGANGGU KELUARGAKU AKAN BERHADAPAN DENGANKU, DAN KELUARGA DAZAI SUDAH SEPERTI KELUARGAKU SENDIRI!!!" Ranpo menarik kerah baju Chūya dan berteriak tepat di wajahnya. Chūya yang awalnya ingin melontarkan ketidaksukaannya malah terdiam. 

'Jangan pernah bermain-main dengan orang-orang yang memiliki hubungan dengan Dazai dan Yuko,' itulah pikiran Chūya saat ini.

"Maa, maa, Ranpo-san, lepaskan saja dia~~"

Ranpo pun melepaskan Chūya, Chūya hanya menunduk tak mampu berkata-kata. Setelah Ranpo menjelaskan kalau Tsujimura akan dibawa ke rumah sakit jiwa, Ranpo meninggalkan mereka, mungkin dia ingin mencari istrinya walau dia tau kemungkinan besar dia akan tersesat.

.

Setelah beberapa hari, kondisi Yuko kian membaik. Chūya juga sudah memberanikan dirinya untuk menjenguk Yuko, ya tentu saja dia merasa semua adalah salahnya. Dan disinilah mereka sekarang...

"Yuko, kenapa kau diam saja dari tadi?"

"Memangnya ada yang perlu kukatakan padamu?" Yuko sama sekali tak menatap Chūya, dia sibuk memandangi langit yang terlihat dari jendelanya, tentu saja beberapa rencana bunuh diri terlintas di kepalanya mengingat kamarnya ada di lantai lima.

"Hei, lihat aku kalau bicara."

"Aku bisa mendengarmu."

"Tapi kau tak melihatku."

"Aku tak perlu melihatmu, mendengarmu saja membuatku muak."

"Aku minta maaf karna sudah menyia-nyiakanmu."

"Oooh, baguslah kalau kau sudah sadar."

Chūya sedikit tersentak, Yuko tak pernah memanggilnya 'kau'.

"Yuko........" nada Chūya melirih seperti memohon pengampunan dari Yuko.

"Tenang saja, kau sudah kuampuni. Dan atas permintaan kakakku, aku tak jadi menceraikanmu. Tapi bukan berarti aku akan melupakan apa yang sudah kau dan pacarmu lakukan padaku."

Chūya memang sudah tau kalau Yuko akan mengatakan hal itu. Tapi tetap saja mentalnya tak sanggup menerimanya. Memang benar penyesalan akan datang di akhir, itulah yang sekarang dirasakan Chūya. Ia menyesal pernah menyia-nyiakan Yuko, Ia menyesal karna terlambat menyadari kalau dia mencintai Yuko. Ia merasa sangat bodoh, baru sekarang ia tau perasaannya yang sebenarnya pada Yuko, baru sekarang ia sadar ia mencintai Yuko sejak ia benar-benar mengenal Yuko dari Dazai.

"Aku minta maaf....." lirihnya

"Sudah kubilang aku sudah memaafkanmu"

Entah kenapa Chūya merasa lemah dihadapan Yuko, ia menangis dalam diam.

"Jika kau datang hanya untuk meminta maaf, kuhargai usahamu itu, dan aku sudah memaafkanmu kan? Sekarang aku ingin kau pergi, berada di sekitarmu mengingatkan diriku betapa perihnya dikhianati bahkan setelah kuberikan segalanya. Atau mungkin aku bukan yang 'pertama' untukmu? Bisa saja si Tsujimura Mizuki itu yang 'pertama' bagimu kan?"

"Aku memang berpacaran dengannya, tapi aku tak pernah melakukan 'hal itu' dengannya. Percayalah padaku Yuko."

"Percaya pada pengkhianat sepertimu? Aku akui kakakku memang penjahat wanita, tapi dia hanya merayu wanita, dia tak pernah menjalin hubungan serius dengan wanita manapun sehingga dia tak pernah menyakiti wanita manapun. Dan kau adalah temannya, kupikir kau sama sepertinya, tak akan pernah menyakiti wanita, apalagi mengkhianati."

Kali ini Yuko menatap Chūya dengan mata yang siap meluapkan air mata. Chūya yang melihat hal itu semakin merasa bersalah.

"Yuko, aku minta maaf...."

"Kau tau, banyak pria yang mau menjadikanku pacarnya, dan kalau aku mau aku bisa saja berpacaran dengan mereka, bahkan ada yang sampai melamarku di depan kelas. Ayahnya pemilik perusahaan, semua kebutuhanku akan terpenuhi, masa depanku juga terjamin, dia juga tampan dan jauh lebih tinggi darimu, dia juga jauh lebih pintar darimu. Tapi aku tetap setia padamu, aku tetap bersamamu walau kau hanya pekerja kantoran, walau gajimu hanya segitu-segitu saja, walau kau ini pendek dan tampangmu biasa-biasa saja. Dan walau aku sampai menyerahkan harga diriku padamu, inilah balasanmu pada semua pengorbananku? Kau sama saja menganggapku sebagai pelampiasanmu saja?"

"Yuko, aku tau aku salah, dan aku sama sekali tak menganggapmu sebagai pelampiasan hasrat. Sungguh......"

"Lalu kau anggap apa aku ini? Kau tak akan mungkin sampai tega berpacaran dengan Tsujimura saat cincin pernikahan melingkar di jarimu. Atau selama ini kau tidak memakai cincin pernikahan kita?"

Chūya hanya menatap Yuko yang sudah siap meluapkan semua air mata kekecewaannya.

"Akan kutebus kesalahanku, Yuko."

"Silahkan saja," Yuko kembali memalingkan wajahnya.

Mereka berdua menangis dalam diam, hingga Dazai masuk ke kamar adiknya itu. Mereka berdua pun menghapus jejak air mata yang ada...

"Kenapa kalian berdua ini?" Dazai berbicara dengan wajah tanpa dosanya.

Sisa hari itu diisi dengan candaan Dazai dan sesekali Chūya dan Yuko terkekeh kecil.

Skip~~

Yuko sudah diizinkan untuk pulang ke rumah, tapi tetap saja Yuko tak melunak pada Chūya. Chūya sudah mencoba berbagai cara untuk membuatnya melunak, bahkan dalam waktu yang sangat panjang. Sampai suatu malam Yuko merasakan sakit yang luar biasa, Chūya langsung menelpon Yosano-sensei yang nomornya sempat disimpannya saat di rumah sakit dan tentu saja Chūya juga menelpon Dazai.

Saat Dazai dan Yosano-sensei sudah datang dan melihat kondisi Yuko, Yosano-sensei langsung mengusir Dazai dari kamar dan tetap mengijinkan Chūya berada di dalam kamar, Dazai yang mengerti maksud Yosano-sensei langsung keluar dari kamar.

Dan saat Dazai menunggu di luar, saat-saat menegangkan pun terjadi. Yuko yang saat itu sudah mengandung sembilan bulan ternyata akan melahirkan. Dengan keringat yang menyucur deras di pelipisnya, Yuko tetap berusaha melahirkan anak yang pernah dia katakan tak menginginkan anak itu.

Sampai suara tangis bayi pun terdengar. Yosano-sensei segera membersihkan bayi itu, setelah selesai ia langsung menyerahkan bayi itu pada Yuko dan Chūya yang melihat hal itu hanya tersenyum kecut, membayangkan apa jadinya jika Yuko benar-benar menggugurkan anak itu. Yosano-sensei yang mengerti keadaan mereka langsung keluar dari kamar itu dan mengobrol dengan Dazai.

"Chūya, kenapa kau diam saja?"

"Memangnya apa yang harus kukatakan?"

"Ini kan anakmu juga, kau tidak senang dengan hal ini?"

"Memangnya kau mengijinkanku untuk senang atas kelahiran anak ini?"

"Tentu saja, kau ayahnya. Aku sadar apa yang selama ini aku lakukan salah. Aku hanya ingin melihat bagaimana kau jika aku dingin padamu, kau tak pernah menyerah melunakkanku. Kau bahkan langsung mengurusku tadi. Terima kasih Chūya, kau benar-benar menebus kesalahanmu."

"Jadi....?"

"Jadi kau tunggu apa lagi? Kau tak ingin menggendong anakmu?"

Chūya terdiam sesaat lalu ia terisak, Yuko yang sama sekali tak bisa bangkit hanya bisa melihat Chūya menangis.

"Ne, Fumiya, lihatlah ayahmu menangis saat kau lahir. Menurutmu bagaimana ayahmu ini, hmm."

"Arigatō, Yuko," Chūya pun mendekati istri dan anaknya.

Yuko menyerahkan Fumiya pada Chūya. "Jadi kau memberinya nama Fumiya, kah?"

"Ya, bagus kan. Nakahara Fumiya."

"Ya, nama yang bagus. Nakahara Fumiya."

Dazai dan Yosano hanya menjadi penonton dari akhir drama kisah cinta Nakahara Chūya dan Nakahara Yuko yang memang tak semanis ekspektasi mereka. Chūya dan Yuko yang menyadari kehadiran Dazai dan Yosano hanya tersenyum pada mereka.

"Oi, Chibi, aku juga ingin menggendong keponakanku."

"Teme, jangan memanggilku Chibi, Makarel!"

"Kau sendiri memanggilku Makarel, dasar pendek!"

"Dasar tiang listrik!"

"Topi berjalan!"

"Mumi hidup!"

Yosano dan Yuko hanya terkekeh pelan melihat tingkah mereka yang bahkan jauh dari kata dewasa.








The End

AN: Dazai Yuko saya ambil dari nama Pen Name anak Dazai Osamu, yaitu Tsushima Satoko. Jadi anak dari Dazai Osamu juga seorang penulis dengan Pen Name Tsushima Yuko.

Untuk mencocokkan nama, jadi saya membuat namanya menjadi Dazai Yuko.

Nama Fumiya saya ambil dari nama anak pertama Chūya.

Maaf kalau cerita ini sedikit absurd dan OOC.

So, as usually, thanks for reading.
Please vote and coments.

19 Agustus 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro