BAB 8 : Akhir dari Sharaid Nithael La Zenry
Meskipun, selama ini kau tak dapat melihatku. Tetapi, hatiku selalu bersamamu.
Bersama dalam hilangnya kepingan cahaya biru yang terbawa angin, aku akan selalu mengawasimu dari tempatku berada.
†††
Dalam diam, Zenry menatap Sharaid. Bulir bening yang tadi sempat berhenti, kini kembali menetes.
Dengan kasar, Zenry menghapus air matanya, "Aku enggak bermaksud jahat ataupun ingin berpisah lagi dari Nii-san. Tapi ternyata ... apa yang waktu itu dikatakan oleh Jenderal Iblis dan Kepala Pelayan kepercayaan ayahanda, adalah benar."
Zenry sedikit melirik ke arah katana-nya yang terselubungi oleh api biru. Aura berwarna hitam terlihat menguar dari pedangnya, seperti asap yang melayang di udara.
"Walaupun kita memang bersaudara, kita enggak akan pernah bisa memiliki pendapat yang sama. Nii-san pasti tahu itu, kan? Penasihat Kerajaan yang bisa melakukan ramalan sudah mengatakannya, bahwa kita ini sama sekali enggak ada kecocokan.
"Apa pun yang kita pikirkan akan selalu berbanding terbalik, dan nasib kita sendiri pun sangatlah bertolak belakang." Setelahnya, Zenry terdiam cukup lama, bulir bening itu mulai turun kembali. Kepalanya terangkat, menatap netra dengan iris berwarna keemasan milik Sharaid.
Dengan gerakan kasar, Zenry menghapus air matanya. Meskipun saat ini Zenry merasa sangat sedih, dan hatinya terasa sesak sekali, sebisa mungkin, ia tetap harus mengendalikannya.
Padahal, tadi Zenry sempat merasakan kebahagiaan yang memuncak. Di mana, akhirnya ia dapat melihat kakak kandungnya yang masih hidup setelah ratusan tahun lamanya.
Bahagia, karena setelah kejadian malam berdarah 228 tahun lalu saat ingatannya disegel oleh Ratu Iblis, Zenry sering bermimpi dan sangat menginginkan sesosok kakak laki-laki dalam hidupnya. Dan, saat ini ... terkabul! Nyatanya, ia memiliki seorang kakak kandung. Tak seperti khayalannya saja.
Tapi, semua itu sirna begitu saja. Kakak kandungnya, Sharaid, pria berperawakan cukup tinggi itu, tak seperti apa yang dibayangkan oleh Zenry.
Membunuh tanpa rasa bersalah, dan menguasai dunia dengan cara yang menurut Zenry adalah salah besar, membuat Zenry memilih untuk mundur, dan mempertahankan pendiriannya.
Melepaskan Sharaid dengan perasaan sesak yang mendera di hati. Walaupun begitu, untuk saat ini, ia harus segera menyelesaikan masalah yang terjadi, secepat mungkin.
ZRT!
Sebuah serangan yang berbentuk kilatan petir berwarna hitam, tertuju lurus pada Zenry. Netra dengan iris berwarna keemasan itu terbelalak, tangan kirinya segera berputar ke atas hingga ke arah kanan, membentuk sudut 180 derajat. Memunculkan sebuah lingkaran sihir berwarna hitam.
CRAAS!
Dengan mudahnya, kilatan itu hancur sebelum menyentuh lingkaran sihir yang Zenry buat. Tubuhnya segera merendah sedikit ke arah tanah, mempersiapkan posisi bertarungnya.
Sial! Aoi ... tolong jangan memaksaku untuk melakukannya ....
"Jika seperti itu ... bukankah pada akhirnya kita hanya akan mempertahankan apa yang menurut kita benar? Ah ... tak perlu kutanyakan, jawabannya sudah pasti dan sangat pasti sejak 252 tahun lalu, hari di mana ketika kamu dilahirkan ke dunia kegelapan." Sharaid mendongak, menatap langit yang sedikit mendung.
"Ramalan itu langsung muncul di Istana Kerajaan, dan membuat kedua orang tua kita merasa lega. Dengan adanya kehadiranmu, ternyata dapat menghentikanku jika aku menghilangkan keseimbangan antar dua dunia ini." Suara bariton itu kembali bergaung di dalam kepala Zenry.
Dalam sekejap, Sharaid telah menghilang, dan tiba-tiba saja muncul tepat di sebelah kanan Zenry. Tangan kirinya terangkat, memberikan sebuah tekanan yang sangat kuat, hingga tubuh kurus itu terdorong ke arah kiri, trepental jauh, dan menabrak sebuah pagar besi.
DUAGH!
"HOAAKH!" Semburan darah segar kembali keluar dari mulut Zenry. Membasahi baju dan tangannya yang sedang menggenggam katana.
"Ugh ...." Erang Zenry saat ia berusaha untuk berdiri. Namun, belum sempat ia berdiri dengan sempurna, Sharaid kembali muncul di hadapannya. Menampilkan wajah berkulit putih pucat tanpa ekspresi, yang membuat Zenry membelalakkan matanya terkejut.
Dengan amat terpaksa, Zenry menggerakkan tubuhnya secara paksa untuk segera menghindar ke arah kanan. Kemudian memberikan sebuah serangan tipuan, sebelum ia melakukan serangan secara langsung.
KRAAK!
Barrier yang digunakan Sharaid seketika retak dan hancur hingga berkeping-keping. Zenry yang sudah kembali menyiapkan posisinya, segera menyerang maju dengan gerakan secepat kilat, menghilang tepat setelah beberapa kali ia melangkah, dan muncul kembali tepat di hadapan Sharaid.
SRAT!
"UGH!"
Sebuah tebasan katana yang cukup dalam dan panjang terlihat jelas di tubuh Sharaid. Menyerong dari pundak kiri ke bagian perut sebelah kanan. Menimbulkan luka menganga yang mengerikan, ditambah denhan darah segar mengalir dari luka tersebut.
Zenry yang melihat bahwa serangannya berhasil, segera melompat mundur, menjauh dari Sharaid.
"HOAAKH!" Semburan darah segar keluar dari mulut Sharaid. Membuat pria itu tertunduk, menahan rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
Sebisa mungkin, Sharaid mengatur napasnya, kemudian menggunakan sihir penyembuhan. Tapi, sesuatu yang diharapkan, nyatanya tak berbeda.
Sial, itu ... katana Miniro!
"HOAAKH!" Lagi-lagi, semburan darah keluar dari mulut Sharaid, dan langsung membasahi tanah yang berada di bawahnya.
Aura berwarna hitam milik Zenry, perlahan mulai muncul dari bekas tebasan katana tersebut. Menguar keluar begitu saja.
"ARGH!" erang Sharaid. Netra dengan iris berwarna keemasan itu terpejam menahan rasa sakit yang luar biasa di tubuhnya.
Katana yang berada digenggaman tangan kanannya langsung terjatuh. Ia benar-benar sudah tak dapat menggenggamnya sama sekali, tangannya mati rasa! Semakin lama, luka tersebut semakin membuat Sharaid kewalahan.
Keadaannya memburuk, kedua kakinya terasa lemas, hingga membuatnya langsung jatuh berlutut di atas tanah. Napasnya mulai terdengar semakin tak beraturan. Sesak di dada yang sangat menyiksa, tak dapat Sharaid hindari.
"Aoi ...." Panggil Sharaid dengan suara pelan seraya menahan nyeri.
Zenry yang sedang dalam posisi bersiap beberapa meter di depan Sharaid, seketika menurunkan katana-nya secara perlahan.
Netra dengan iris berwarna keemasan itu, tertuju lurus pada tubuh kakaknya yang berlutut tak berdaya.
Bukannya dia punya kekuatan penyembuhan? Tapi, kenapa lukanya enggak mau menutup juga?
Matanya sedikit menyipit, hingga dahinya berkerut. Zenry terus menatap kakaknya, ia sama sekali tak berani untuk mendekat barang sedikit pun. Hanya berdiri dalam diam di tempatnya saat ini.
"Aoi ...." Suara bariton itu kembali terdengar, bergaung di dalam kepala Zenry.
"Ku-mohon ... mendekat-lah," ucap Sharaid penuh harap. Tubuhnya yang mulai melemah, membuatnya langsung terjatuh begitu saja ke atas tanah. Tergeletak tak berdaya, dengan ekspresi menahan rasa sakit.
Zenry yang terpanggil, sama sekali tak berani mendekat, ia terdiam cukup lama di tempatnya, hingga Sharaid kembali berbicara padanya.
"Aoi, a-ku ... ingin menga-takan sesuatu pada-HOAAKH!"
"Nii-san!" Melihat hal itu, Zenry mengesampingkan semua amarahnya. Tubuhnya bergerak sendiri, mendekat ke arah Sharaid yang terbaring di depan sana.
"HOAAKH!!"
"Nii-san!" Buliran bening itu, kembali muncul. Mengalir di pipinya. Ia menangis. Melihat Sharaid seperti ini, membuat dadanya terasa sesak. Entah kenapa, di dalam sana, ada sesuatu yang membuatnya merasa sangat sedih.
"Aoi ... aku-"
"Berhentilah berbicara! Memangnya kau ingin mati, hah?!" bentak Zenry tanpa sadar.
Sharaid terdiam untuk sesaat, netra dengan iris mata berwarna keemasan dan sklera yang berwarna hitam miliknya terbelalak terkejut.
Namun, sedetik kemudian, tatapannya berubah menjadi lunak. Terlihat sangat berbeda dari sebelumnya.
"Kau ... su-dah tumbuh dewasa ... dan menjadi wani-ta yang sangat ... cantik." Hening, Zenry hanya terdiam mendengar ucapan kakaknya ini.
"Sejujurnya, aku ... tak membencimu. Bahkan, aku sangat menyayangimu. Argh!"
"Kumohon, berhentilah berbicara!! " Zenry semakin menangis menjadi-jadi. Rasa sesak memenuhi dadanya.
Sharaid sama sekali tak mendengarkannya, ia memilih untuk melanjutkan ucapannya, "Jika kau tahu ... ada sesuatu yang selama ini kusembunyikan dari-mu. Isi ramalan itu ... tidaklah benar, " Sharaid terdiam untuk sesaat, "ada salah satu bangsawan di Kerajaan Krida, yang ternyata adalah keturunan dari Kerajaan Ibara," lanjut Sharaid.
"Uhuk! Uhuk!! Khhk~"
Tanpa bersuara sedikitpun, Zenry membersihkan darah yang keluar dari bibir Sharaid menggunakan lengan bajunya.
Jujur saja, saat ini ia sedang sangat terkejut. Ucapan Sharaid benar-benar membuatnya lebih baik diam, dan mendengarkannya dengan saksama.
"Takdir kita ... sejujurnya tidak saling bertolak belakang. Demi menyelamatkanmu ... a-ku meminta ... kepada sang Penasihat Kerajaan ... untuk membuat sebuah ramalan palsu."
Zenry semakin menangis tersedu-sedu setelah mendengarnya. "Kenapa? Memangnya kenapa!? Sampai-sampai, Nii-san harus melakukan hal itu?! Kenapa selama ini Nii-san harus berbohong kepadaku!!? Kenapa?!" tanyanya spontan.
Sebuah senyum hangat yang sangat langka, tercipta di bibir Sharaid. "Sudah kukatakan ... itu ... demi menye-lamatkanmu ...."
"AKU TAK MEMINTA UNTUK DISELAMATKAN!! Aku hanya ingin tetap bersama saudara kandungku! Aku hanya ingin kita selalu bersama. Kau selalu ada, dan tersenyum kepadaku! Memangnya itu salah!?!!" Dengan kasar, Zenry menghapus air matanya. Tataoannya tertuju lurus ke arah bola mata Sharaid.
"Aoi ... kamu dapat mengingat kenangan ... masa kecil-mu dahulu, kan?"
Zenry hanya menganggukkan kepalanya. Seraya kembali menghapus air matanya yang terus mengalir.
"Aoi ... mulai di usia ... 10 bu-lan ... kamu dapat ... melakukan hal tersebut. Kamu ... tahu, kenapa? Itu, karena kamu ... sangat-lah isti-mewa ...." Sharaid menatap langit di atas sana. Ia menghirup napas seiiring dengan rasa nyeri yang muncul di dadanya.
"Kenapa ...."
"Kau pasti ... mengingat-nya, ketika du-lu, aku sering ... mengunjungimu di kediaman Ratu ... tanpa sepengetahuan beliau. Aku ... sung-guh ... menikmati ... masa-masa itu." Netra dengan iris berwarna keemasan itu terpejam untuk sesaat.
"Argh!" erang Sharaid tiba-tiba.
Zenry menatap penuh khawatir dengan kondisi kakaknya saat ini. Rasa benci dan amarah yang tadi muncul, kini telah sirna saat ia mendapati kebenaran yang tersembunyi selama ini.
"Kumohon, berhentilah berbicara ...." Lirih Zenry seraya menyentuh tangan yang terasa dingin itu. Sesak di dadanya semakin terasa menjadi-jadi seiring dengan kenyataan yang ia ketahui.
"Jadilah ... dirimu sendiri, Aoi. Kamu ... sangatlah istimewa ... saat ini, kekuatan-mu masihlah ... berada di tahap terendah. Aku ingin ... kamu terus berlatih ... latihlah kekuatanmu hing-ga di titik ... maksimalnya."
Sharaid berhenti, tubuhnya sudah terasa sangat lemah. Bibirnya kelu, dan kelopak matanya terasa berat. Sakit yang ia rasakan pun semakin parah. Membuatnya tak kuasa lagi untuk menahannya.
Netra dengan iris berwarna keemasan itu perlahan terbuka. Menatap mata adiknya yang terlihat sama sepertinya. Dengan paksa, ia mengangkat tangannya yang bergetar dan berlumuran darah.
TUK!
Dua jari tangan kanannya itu, menyentuh dahi Zenry untuk beberapa saat. Sebuah senyum yang sangat hangat, tercetak jelas di bibir Sharaid.
"Dari ... lubuk hatiku ... yang terdalam. Aku ... sangat menyayangimu ... Aoi. Aoi Zadie La Zenry. Taisetsu na imouto."
Dan setelahnya, jari itu mulai terkulai lemas. Perlahan, meluruh, menyentuh hidung Zenry dan terjatuh tepat di pangkuannya. Corengan darah terlihat di dahi hingga hidung Zenry.
Netra dengan iris berwarna keemasan di hadapannya terpejam rapat. Sharaid telah benar-benar pergi untuk selamanya.
"Nii-san ... hey! Bangun ... Nii-san! Kamu kan sudah menjelaskan kebenarannya kepadaku. Hey! Nii-san!" Bulir bening itu semakin deras keluar.
Zenry sudah tak kuat menahan sesak yang amat menyiksanya. Tangisannya semakin menjadi-jadi. "BODOH!! SUDAH KUBILANG BANGUN! KENAPA KAMU MALAH TERUS SAJA DIAM! KAMU SUDAH MENGATAKNNYA KEPADAKU! BUKA MATAMU NII-SAN!!" serunya penuh emosi.
Tangisan itu semakin kencang, memecah suasana kericuhan yang terjadi di lapangan fakultas seni rupa Institut Quillon Jakarta. Zenry meraung-raung tak jelas, seraya berkali-kali memukul lengan Sharaid dengan marah.
"KUKATAKAN SEKALI LAGI, BANGUN! BUKAN MATAMU NII-SAN! SHARAID NITHAEL LA ZENRY!! BODOH! KAU SUNGGUH BODOH!! UNTUK APA AKU HIDUP JIKA KAU MENINGGALKANKU SENDIRIAN DI DUNIA INI?!" Tangisannya yang terdengar bagai ruangan binatang buas, benar-benar menyayat hati.
Perlahan, ujung kaki Sharaid mulai terlihat menghilang. Berubah menjadi kepingan cahaya yang terbang terbawa embusan angin.
"Tu-tunggu! Aku enggak mengizinkanmu pergi! Nii-san!" teriaknya panik. Tangannya terangkat, menangkap kepingan cahaya biru itu dengan wajah yang berlinang air mata.
Nihil, apa yang dilakukannya hanyalah sia-sia. Kepingan cahaya itu, sama sekali tak dapat digenggam olehnya.
Hingga akhirnya, seluruh tubuh tersebut menghilang seutuhnya. Kepingan cahaya berwarna biru yang terlihat melayang di udara, membuat Zenry menggigit bibirnya kencang.
Kepalanya mendongak menatap kepingan cahaya milik Sharaid yang terbang terkena embusan angin. Ia sungguh tak rela jika kakaknya harus pergi seperti ini. "Kumohon, jangan tinggalkan aku lagi ...." Ucapnya dengan lirih.
Dunianya seakan runtuh. "Nii-san tadi bilang ... katanya, Nii-san menikmati hari-hari saat itu. Tapi, kenapa? KENAPA SEKARANG NII-SAN MENINGGALKANKU!!!" jerit Zenry penuh dengan amarah yang meluap-luap.
Tangan kanannya langsung melempar katana miliknya secara sembarangan, dan langsung mencengkeram dadanya dengan erat.
Aku juga sangat menyayangimu, Nii-san. Suatu saat, aku akan mencari bangsawan itu, dan membalaskan dendam ini.
Dan, setelahnya, tiba-tiba saja, netra dengan iris berwarna keemasan itu terpejam rapat. Tubuh yang semula dalam keadaan baik, luruh dengan bebasnya di atas tanah luas itu.
Kegelapan yang sangat membuatnya takut, kini malah menyambutnya dengan tangan terbuka.
.
.
Bersambung.
.
Haloha epliwan!!
Saya balik lagi nih, selamat malam menjelang pagi, para pemirsa setia AoTDKP!
Wkwkwk, ya iyalah, orang ini project belom kelar woey!! 😂
Alhamdulillah, sekarang sudah hari ke-8. Dan, dua hari lagi, project TDWC ini akan selesai!! Yuhu~
Yang suka sama Zenry, dimohon untuk tidak mengamuk ya. 😂🤣 #pedebanget
Yowes, sampai sini aja yow.
Yang penting ....
Matta ashita ne~ 👋🏻👋🏻😊
And, happy reading guys!!
.
Note :
Pict from pinterest
.
Naskah :
Jakarta, 16 Juni 2020
Publish :
Jakarta, 18 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro