Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 3 : Kebenaran Yang Tersembunyi

Zenry yang saat ini tengah tak sadarkan diri, terlihat berdiri diam dalam posisi kepala yang tertunduk, tubuhnya berselimutkan oleh api biru yang semakin menggila.

Melihat hal itu, ibu Zenry segera bangkit dan berjalan dengan sedikit tertatih, meskipun ia merasakan sakit, namun, tetap berusaha untuk meletakkan benda yang di bawanya pada lingkaran khusus di depan sana.

Tepat saat Ibu Zenry berada di dekat lingkaran sihir berukuran kecil berwarna hijau itu, Zenry tiba-tiba mengangkat wajahnya, matanya terbuka, menampilkan nerta dengan iris berwarna keemasan dan sklera yang berwarna hitam.

Tatapan tajamnya tertuju lurus pada wanita tersebut, terlihat begitu menyeramkan dan dapat menekan siapa pun yang melihatnya secara langsung.

Zenry terlihat mengangkat tangan kanannya ke depan, dan sebuah cahaya biru yang meluncur bagai kilat ke arah Ibu Zenry, tak dapat dihindari sama sekali.

BOOM!

Sebuah ledakan yang tak pernah di perkirakan oleh mereka berdua, terjadi begitu saja hingga membuat lingkaran sihir dan barier pertahanan yang telah dibuat hancur tak bersisa.

“Ba—bagaimana ini bisa terjadi?!” tanya Ibu Zenry panik, yang kemhdian segera memposisikan tubuhnya untuk duduk menyandar pada dinding yang sedikit hancur dan telah retak di mana-mana.

“Aku juga tak tahu, padahal aku telah mengikuti semua perintah Raja Iblis!” balas ayah Zenry yang tadi sempat terhempas mundur hingga menabrak jendela di belakangnya.

Keduanya melihat ke arah tengah di dalam kepulan asap tipis yang tercipta, Zenry terlihat telah menurunkan tangannya. Tubuhnya masih berdiri di sana dalam selimut api biru yang menyala-nyala, dan tak terlihat adanya tanda-tanda bahwa ia akan berjalan keluar dari lingkaran sihir berwarna hitam itu.

KATANA-NYA! AKU AKAN MELAKUKAN HAL ITU!” seru ayah Zenry seraya berjalan mendekat dan mengarahkan lingkaran sihir dengan formasi khusus berwarna hijau pekat.

Formasi yang berbeda dari sebelumnya, sebuah lingkaran dengan pola, dan tulisan khusus terbentuk secara cepat disertai kilatan listrik yang keluar dari dalam lingkaran tersebut.

Dengan cekatan, Ibu Zenry melempar katana (pedang tradisional Jepang) tersebut pada suaminya secara hati- hati. “Ini!”

TAK!

“Bersiaplah pada posisimu, Hozuki!” ucap ayah Zenry seraya membuka saya (sarung pedang) milik katana yang berada digenggamannya.

Bilah pedang berwarna hitam mengkilap yang sedikit terselimuti oleh api biru, mulai terlihat memancarkan aura pekat berwarna hitam yang terasa amat mengerikan.

“Baik!”

Sebuah barier lima lapis yang berbentuk seperti membrane tipis berwarna merah, mulai terbentuk di sekitar mereka. Lingkaran sihir yang tadi telah dibuat oleh ayah Zenry pun semakin menyala terang, dengan listrik yang mulai merambat secara cepat menuju lingkaran sihir di bawah kaki Zenry.

Cukup lama hal tersebut berlangsung, dan akhirnya berhasil menekan sedikit kekuatan Zenry. Namun, sesuatu yang tak terduga kembali terjadi, sebuah serangan seperti kilat yang meluncur dari arah Zenry, langsung tertuju pada mereka hingga membuat sebuah ledakan yang cukup besar.

BAAM!

****

Suara beberapa kokok ayam terdengar di kejauhan sana. Tak terasa, hari bergulir begitu cepat, lima hari sudah berlalu, dan Zenry masih belum sadarkan diri. Dalam posisi tubuh terbaring dan selimut yang tertata rapih di atas tubuhnya, terdengar dengkuran halus berasal dari bibir Zenry.

Sinar matahari terlihat mulai menyelinap masuk melalui celah gorden yang sedikit terbuka. Menerangi kegelapan yang tercipta di kamar bergaya minimalis itu. Seperti biasa, ketika tidur, Zenry lebih suka untuk mematikan lampu kamarnya. Tetapi, kali ini bukan dia yang melakukannya.

Tiba-tiba saja, tubuh Zenry bergerak dengan gelisah, tangannya semakin mengerat pada selimut yang dikenakannya. Tak hanya itu, bulir-bulir keringat terlihat bercucuran di seluruh tubuh mungil tersebut.

Kulit wajahnya yang semula berwarna putih pucat, kini telah berubah memerah, seraya terus menahan perasaan aneh yang ada di jantungnya. Alisnya saling bertaut, hingga membuat kerutan halus muncul di dahinya.

SREET!

“Haah ... haaah ... haah ....” Zenry tiba-tiba saja terbangun dan langsung bangkit terduduk di atas kasur. Kepalanya terangkat menatap ke sekeliling dengan waspada, dan ... seketika itu juga ia berhenti.

“A—apa yang terjadi dengan ... kenapa penglihatanku berubah menjadi tajam seperti ini?” Tatapannya langsung tertuju pada tangannya, dan melihat hal aneh juga terjadi di sana.

Dengan jantung yang berdetak begitu kencang, Zenry menatap tak percaya pada kedua lengannya. “Apalagi ini?! Warna kulitku tak pernah sepucat ini!” serunya panik seraya bangkit dari kasur dan melangkah terburu ke sudut kamar yang terpasang kaca berukuran full body.

Lagi-lagi, ia dikejutkan oleh apa yang dilihatnya saat ini. Kedua matanya membelalak tak percaya dengan penampilannya yang terpantul di dalam cermin. “Mata ... ku ....” Lirihnya dengan tangan bergetar yang memegang area di sekitar matanya.

Netra dengan iris berwarna keemasan serta sklera yang berwara hitam penuh. Sungguh, ini bukanlah sesuatu yang dapat dimiliki oleh seorang manusia.

“La—lu, rambutku ... bagaimana bisa berubah ... menjadi pu—tih?! Dan, apa-apaan tanduk ini?” Zenry mengarahkan tangannya yang bergetar untuk menyentuh dua buah tanduk berukuran sedang yang muncul di kepalanya.

Napasnya yang mulai terasa menyesakkan dada, membuat tangan kanannya mencengkeram dadanya erat. “Jangan bi—lang jika ....” Dengan rasa penuh ketakutan, ia segera menyingkap rambut pada bagian telinga kanannya.

Dan, apa yang dikhawatirkannya benar-benar terjadi. Daun telinganya bahkan berubah bentuk dan menjadi terlihat sangat aneh. Cuping telinganya lebih runcing dan berbeda dari manusia biasa.

Zenry merasa seluruh tubuhnya bergetar hebat. Tangannya yang terangkat langsung terjatuh begitu saja di sisi tubuhnya.

Perlahan, Zenry melangkah mundur, menjauh dari cermin tersebut seraya masih menatap tak percaya pada pantulan dirinya yang berada di dalam cermin.

Rasa ketakutan yang menyelimuti seluruh tubuhnya semakin bertambah besar, hingga ia bahkan tak dapat berteriak untuk mengekspresikan perasaannya saat ini.

“A—aku ... a—aku ....”

BRAK!

Dengan kasar, Zenry membuka pintunya dan berlari tergesa mencari kedua orang tuanya. “Ayah! Ibu!” seru Zenry dengan raut wajah yang terlihat sangat pucat. Peluh mulai membasahi pelipisnya.

“AYAH! IBU!” seru Zenry lagi seraya terus berlari di lorong menuju ruang keluarga. Rambut panjangnya yang telah berubah menjadi putih itu, berkibar bebas seiring kakinya yang berlari semakin cepat. Hingga tanpa sadar, ia menahan napasnya karena terlalu takut.

“AYAH! IB—”

“Ada apa sayangku?” Sebuah suara lembut yang sangat menenangkan hati, terdengar dari arah belakangnya. Hal itu sukses membuat Zenry langsung menghentikan langkahnya.

Membuat Zenry terdiam di tempat. Tubuhnya berbalik secara perlahan, netra dengan iris berwarna keemasan itu menatap dua orang yang sangat dicintainya tengah berdiri di depan sana.

Hatiku terasa sakit. Nyeri yang amat menyiksa ini ....

Tak kuasa menahannya lagi, buliran air mata terlihat turun membasahi pipi Zenry. Ia menangis, merasa ketakutan dengan apa yang terjadi pada dirinya, hingga membuat tubuhnya bergetar hebat.

Meskipun orang tuanya berada di depan sana, Zenry tak berani untuk mendekat. Beberapa bagian tubuhnya yang berubah menjadi aneh ini ... ia tak berani untuk menyentuh kedua orang tuanya.

Tubuhnya ambruk begitu saja di atas lantai, berlutut dengan tangan yang menutupi wajahnya. Isak tangis yang semula terdengar perlahan, kini begitu lepas, terdengar menyakitkan bagai raungan binatang buas yang menyayat hati.

****

Suasana ruang tamu begitu hening, hanya ada tiga orang yang kini sedang terduduk di atas sofa secara terpisah.

Ayah dan ibu Zenry saling berpandangan kemudian menatap kr arah Zendy yang hanya terdiam menatap satu titik.

Zenry merasa kacau, ia tengah tenggelam dalam dunianya, mencerna semua ingatan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam otaknya secara perlahan.

Ketika kekuatannya telah terbangkitkan, segel ingatan sang Ratu Iblis, telah menghilang, sehingga Zenry dapat mengingat beberapa memori tentang dirinya sewaktu kecil.

Kejadian 228 tahu yang lalu, di mana saat usianya baru menginjak 23 bulan, dan sebuah kudeta yang terjadi. Perang yang tak dapat dihindari hingga akhirnya ia berada di sini bersama kedua orang yang ternyata bawahan setia orang tua kandungnya.

“Zenry. Kami bukanlah orang tua kandungmu. Nama yang kami gunakan adalah nama samaran. Aku adalah Daiki Isaiah, seorang Jenderal Iblis, dan dia adalah Hozuki Zella, Kepala Pelayan di Kerajaan Krida,” ucap ayah angkat Zenry, yang merupakan sang Jenderal Iblis.

“Kamu adalah keturunan dari sepasang iblis sang penguasa dunia kegelapan. Memiliki darah murni Kerajaan Krida,” lanjutnya lagi. Dan, hal itu sukses membuat Zenry semakin terdiam di tempatnya.

“Kami hanyalah seorang bawahan yang sangat dipercayai oleh Raja dan Ratu Iblis untuk merawat dan membesarkan Putri Mahkota sebagaimana permintaan beliau,” timpal Hozuki.

Apanya yang Putri Mahkota .... batin Zenry merasa nyeri.

“Apakah ... mereka semua telah kalah dalam perang tersebut?” tanya Zenry dengan suara kecil. Meskipun secara perlahan ia mulai merasakan ketenangan, tetapi itu tak membuatnya benar-benar tenang.

“Itu ... selama 228 tahun kami tinggal—”

“Daiki!” tegur istrinya yang bernama Hozuki.

Jenderal Iblis yang bernama Daiki ini pun menatap istrinya dengan sebuah senyum tersungging di wajah, seraya mengangkat tangannya sedikit ke depan untuk memberikan isyarat, bahwa tak apa jika memberitahukan hal yang sesungguhnya saat ini kepada Zenry, sang Putri Mahkota.

“Putri Mahkota, selama kami tinggal di dunia manusia, kami tak memiliki koneksi lagi dengan dunia kegelapan. Koneksi tersebut seakan telah sengaja diputus oleh seseorang. Saya bahkan tak mendapatkan informasi tentang Raja dan Ratu seperti yang mereka janjikan,” jelas Daiki.

“Dan, semuanya seperti yang telah dikatakan oleh Raja Iblis. Jika kami tak mendapatkan koneksi, itu artinya bahwa Raja dan Ratu telah—”

“Aku mengerti, tak usah dilanjutkan,” potong Zenry cepat. Penampilannya saat ini masihlah sama seperti ketika ia pertama kali tersadar.

Netra dengan iris berwarna keemasan, juga sklera matanya yang berwarna hitam itu menatap ragu pada telapak tangannya.

“Jadi, artinya adalah, selama ini aku bukanlah seorang manusia ....” Lirih Zenry sedikit tak terima. Semua kenangan hangatku di sini ... apakah akan hilang begitu saja?

“Pada kenyataannya, kami adalah kaum Iblis dari dunia kegelapan. Portal utama yang ada di tengah hutan Provinsi Kalimantan, hingga saat ini tak dapat saya tembus.”

“Ada sebuah portal?” kepala Zenry langsung terangkat, menatap Daiki dengan tatapan sebelah alis terangkat.

“Ya, Putri Mahkota, portal itu adalah portal tak kasatmata yang merupakan sebuah jalan penghubung antara dunia manusia dengan dunia kegelapan. Tetapi ... saya tak dapat menembusnya, di karenakan ada beberapa iblis tingkat tinggi yang berjaga di sana ....”

Zenry terdiam sejenak, menyelami pemikirannya lagi, dan tak mendengarkan apa yang sedang diucapkan oleh Daiki.

Kenyataan ini ... sungguh tak masuk akal. Aku adalah iblis, tetapi ... meskipun begitu, aku tetap ingin menjalani kehidupan normalku ... perasaan aneh yang kemarin kurasakan saat mengalami kebangkitan, terasa amat menyeramkan.

Kegelapaan yang dingin dan penuh rasa kehampaan, ruangan gelap yang tak berujung, itu sangat-sangat menyeramkan dan membuat tubuhku bergetar hebat ketika mengingatnya. Aku tak ingin merasakannya lagi.

“Ini adalah katana milik Anda.”
Zenry yang sedang berkutat pada pemikirannya, seketika mengalihkan pandangannya ke arah depan.

Katana?” tanyanya pelan, kemudian menatap sebuah kotak kayu berwarna cokelat tua berukuran cukup panjang dengan ukiran khusus di atasnya.

Katana ini adalah pedang khusus yang dibuat oleh Raja Iblis saat Putri Mahkota terlahir ke dunia kegelapan, dan telah diberi nama pedang miniro, yang memiliki arti, kebenaran,” jelas Daiki. Tangannya langsung terulur membuka kotak tersebut.

Sebuah katana atau pedang tradisional Jepang, yang pada bagian mata pedangnya dibuat sedikit melengkung, terlihat tergeletak di atas sebuah kain putih dalam kotak kayu tersebut.

Tsuka (gagang pedang) yang berwarna hitam dan sedikit ada warna merah, serta saya (sarung pedang) yang terbuat dari kayu khusus dan diwarnai campuran warna hitam dan biru tua, juga beberapa ukiran khas yang menghiasinya, membuat katana tersebut semakin terasa begitu kuat menarik Zenry. Aura yang terasa samar terikat di dalam katana tersebut dapat Zenry rasakan dengan jelas.

“Putri Mahkota, harap Anda mengingatnya, kegunaan dari seni pedang yang telah saya ajarkan kepada Anda sejak kecil, adalah untuk saat ini. Ketika kekuatan Anda telah terbangkitkan, Anda akan mengalami gejolak kekuatan yang tak stabil untuk beberapa saat. Dan, tidak hanya sampai di situ, ada dua pemicu yang dapat membangkitkan kekuatan penuh Anda tanpa disadari.” Daiki menatap serius pada Zenry yang kini tengah menatapnya balik.

Meskipun, sejujurnya Zenry merasa aneh. Kenapa pula ia harus mengubah panggilannya padaku? Itu terasa sangat tidak nyaman, Anda? Putri Mahkota? Yang benar saja! Aku tak butuh itu!

Alisnya saling bertaut hingga dahinya berkerut penuh akan pertanyaan yang ingin ditanyakan pada Daiki. Tetapi—

“Dua pemicu yang saya maksud di sini adalah, katana dan emosi.”

Dan, hal itu sukses membuat Zenry terdiam seribu bahasa.

.

.

Bersambung

.

.

Naskah :
Jakarta, 06 Juni 2020

Publish :
Jakarta,  13 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro