BAB 2 : Bangkitnya Kekuatan Sang Penguasa
Dunia Manusia, 17 Oktober 2020
Sang Putri Mahkota
Telah Menginjak Usia 21 tahun.
†††
"HEY! KAU INI INGIN MATI YA?!" Sebuah teriakan yang cukup memekakkan telinga terdengar dari arah trotoar tak jauh dari Rapopomart kawasan Tanjung Barat di Jakarta Selatan.
Karyawan di bagian kasir, Aoi Zadie La Zenry yang merupakan gadis berusia 21 tahun itu terlihat sedikit memiringkan kepalanya saat mendengar teriakan tersebut.
"Ada apa lagi sih?" gumamnya pelan seraya mendekat pada dinding kaca yang berada di sebelah kiri. Netra keemasan itu menatap sekumpulan orang yang berada di luar sana.
"Paling yang kayak tadi sore? Haah ... gue enggak ngerti deh semalam tuh habis mimpi apaan. Nih ya, dari pagi sampe sekarang pun banyak banget kejadian yang bikin kepala pusing."
"HEY! SUDAH KUBILANG KAN! KAU TAK MENDENGARNYA!" Tiba-tiba suara teriakan dari luar Rapopomart kembali terdengar hingga ke dalam.
"Masalah bunuh diri lagi?" tanya Zenry yang masih melihat kejadian itu. Namun, beberapa detik kemudian tubuhnya langsung berbalik, dan mendapati rekan kerjanya telah berdiri di depannya dengan tangan yang terlipat di depan dada.
"Memangnya ada lagi selain itu?" tanya wanita dihadapannya, "kalau bukan percobaan bunuh diri, dan pencopetan ... ya paling tabrak lari? Ah udahlah, kenapa jadi serem begini. Gue rasanya mau keluar kerja aja, tapi yang jadi permasalahannya adalah gue lagi kena skors sama orang tua gue. Semua kartu di block, mau makan pakai apa coba kalau enggak kerja?" lanjut rekan kerjanya lagi.
"Ya ampun~ hidup kok begini amat sih?! Padahal, gue ini kan anak dari keluarga berada. Zenry sih enak ya, emak-bapak lo baik banget, sayang banget begitu. Boleh enggak sih, kalau gue jadi saudara lo aja? Tinggal di sana juga dan ikutan ngerasain jadi anak emak lo yang super baik sejagat raya," cerocosnya yang tak berhenti.
Sedangkan Zenry, ia melihat rekan kerjanya dengan tatapan, 'Apaan sih lo, ngoceh melulu kerjaannya'. Ia benar-benar sudah merasa muak mendengar suara wanita ini selama shift kerjanya hari ini.
"Heh, kenalpot motor racing. Tolong berhenti dulu sampai di situ, okay? Kamu tahu enggak? Telingaku sudah panas sejak tadi siang, enggak cuma karena kamu, tapi karena customer. Jadi, jangan ngomporin lagi deh ya," sergah Zenry cepat.
"Ih, Zenry ... Chimo kan cuma mau curhat-"
"STOOP! Ahaha ... Chimo ku yang cantik dan cetar membahana, sekarang sudah jam 11 malam nih. Tugas kita juga sudah selesai, tukeran shift juga sudah, mending kita pulang saja yuk?" ajak Zenry dengan sebuah senyuman yang menghiasi wajahnya.
Ini orang, boleh aku masukin ke dalam got saja enggak sih? Batin Zenry menahan kesal.
"Ah iya! Gue sudah janjian sama si tukang service buat ambil laptop di rumahnya!"
"Jam segini?!" sentak Zenry, hingga mengernyitkan dahi.
"Iya, dia biasa buka sampai jam setengah 12 malam. Yaudah Zen, gue duluan, kuserahkan sisanya padamu, bye! Mbak Endah, gue duluan ya," kata Chimo dengan panjang lebar yang kemudian melarikan diri keluar dari Rapopomart begitu saja.
Chimo memang orang yang paling terniat, aku bahkan enggak lihat kapan dia ambil barang-barangnya.
Seraya terkekeh pelan, Zenry melangkahkan kakinya mendekat pada Mbak Endah yang sedang mengecek ulang uang pemasukan pada shift-nya. "Mbak Endah, semuanya sudah pas dan sesuai seperti yang saya hitung, kan?" tanya Zenry yang kemudian berhenti di dekat Mbak Endah.
"Alhamdulillah, semua uangnya sudah sesuai kok. Kamu mau langsung pulang?" tanya Mbak Endah.
"Iya Mbak."
Tak membutuhkan waktu lama, setelah ia mengganti pakaiannya dan juga mengambil tasnya yang berada di dalam loker, Zenry berjalan keluar dari ruang khusus karyawan wanita.
"Mbak, Mas, saya pulang dulu ya," tegur Zenry sopan pada seniornya yang berjaga di shift 3. Shift yang dimulai dari pukul 11 malam hingga 7 pagi.
"Iya, Zenry hati-hati di jalan ya." Lambaian tangan yang mengantarkan kepergiannya, hanya dijawab dengan sebuah senyum ramah dari Zenry.
Tubuhnya langsung berbalik dan segera melangkah keluar dari Rapopomart.
Jarak Rapopomart dengan rumah Zenry tidak terlalu jauh, cukup ditempuh dalam waktu 15 menit saja ia akan sampai di rumahnya. Kakinya terus melangkah di atas trotoar yang dinaungi lebatnya dedaunan.
"Besok hari minggu, akhirnya bisa istriahat juga. Haah~ dan ... sepertinya senin aku ada kelas sedikit deh," ucapnya seraya terus berjalan dengan tangan kanan yang membuka smartphone. Melihat kembali jadwal kuliahnya di hari senin.
"Jam delapan ... eh? Ada empat kelas? Lah, kok jadi banyak banget gini sih-"
DEG! DEG!
"Aaahh ...." Zenry langsung mencengkeram dadanya yang tiba-tiba saja terasa sakit.
DEG!
Sedangkan tangan kanannya memasukkan smartphone-nya ke dalam saku celana jeans dengan terburu. Entah kenapa, dadanya tiba-tiba terasa sakit, lebih tepatnya pada bagian jantung. Rasanya seperti sedang tertusuk oleh sebuah pedang.
DEG!
Detak jantung yang menjadi lebih keras di dadanya kembali dirasakan oleh Zenry, membuatnya semakin meringis kesakitan. Napasnya bahkan menjadi sedikit sesak, seakan paru-parunya sedang diremas.
"A-apa ini?" ucapnya penuh dengan tanda tanya. Suaranya yang terdengar sedikit parau, membuat Zenry semakin mengernyit kebingungan.
Masih dengan tangan yang mencengkeram bagian dada sebelah kirinya, Zenry memaksakan diri untuk mempercepat langkah kakinya menuju rumah.
Tak berselang lama, akhirnya ia telah sampai di halaman rumah yang ditempati bersama kedua orang tuanya.
Napasnya terdengar menjadi lebih tersengal-sengal dari sebelumnya, sesaat ia menutup daun pintu berukuran cukup besat itu. "Haah ... Zenry ... haah ... pu-lang," katanya dengan suara lemah.
Netra dengan iris berwarna keemasan miliknya menatap ke sekeliling ruangan. Suasana rumah yang terlihat sepi dan beberapa lampu ruangan masih menyala. Kemana perginya semua orang di rumah ini?
Ah, mungkin saja ayahnya masih terjaga dan sedang berkutat bersama segudang pekerjaannya yang belum terselesaikan. Sedangkan ibunya? Biasanya, menunggu Zenry hingga tak sadar jika akhirnya ia tertidur di ruang keluarga.
Langkahnya yang mulai terasa berat, dan tubuh yang terasa lemas, membuatnya berjalan dengan sedikit membungkuk seraya terus berpegangan pada benda apa pun yang ada di dekatnya.
Di tambah dengan rasa sakit yang terasa aneh, detak jantungnya yang menjadi aneh, kini semakin menjadi-jadi. Belum lagi napasnya yang kini terasa semakin sesak.
Sebenarnya, apa yang terjadi padaku?!
Zenry yang sudah merasa ingin segera merebahkan tubuhnya di atas kasur, pada akhirnya berhasil tiba di dalam kamarnya meskipun, tadi sempat beberapa kali hampir terjatuh. Belum selesai menutup pintu dengan rapat, tubuhnya ambruk begitu saja di atas lantai kayu yang dingin.
DEG!
Lagi-lagi, jantungnya bekerja dengan sangat aneh. Detaknya terasa semakin keras, bekerja begitu cepat seperti sedang di buru oleh sesuatu. Dan, itu benar-benar membuat Zenry merasa tersiksa.
DEG! DEG!
"ARGH!!!!" teriakan kesakitan Zenry benar-benar terdengar bagai raungan binatang buas yang sedang merasa amat tersiksa.
Tubuhnya meringkuk tak berdaya di atas lantai kayu, dengan kedua tangan yang mencengkeram dada kirinya.
Sebulir air mata, terlihat di ekor matanya yang terpejam rapat. Sekuat tenaga, Zenry mencoba menahan rasa sakit tersebut, rasa sakit seperti sedang tertusuk oleh pedang panas, ditambah lagi ... napasnya yang sesak membuatnya semakin lemah dan sulit untuk bergerak bebas.
Tanpa Zenry ketahui, sebuah lingkaran sihir berwarna hitam muncul pada lantai kayu di bawah tubuhnya, bergerak memutar secara perlahan. Bersamaan dengan itu, api berwarna biru tiba-tiba saja terlihat dan mulai menyelimuti tubuhnya.
"AARGHH!!!!!!" Zenry kembali berteriak penuh kesakitan, tubuhnya semakin meringkuk menghadap lantai, menekan dadanya sekuat tenaga. Kepalanya tertunduk dalam menekan lantai.
"ZENRY!" Sebuah teriakan dari arah pintu, membuat Zenry langsung membuka sedikit matanya. Dan, hal itu sukses membuat kedua orang yang baru saja datang, membelalakkan matanya terkejut.
Netra dengan iris berwarna keemasan yang sedikit menyala, serta sklera yang terlihat berwarna hitam penuh, menghiasi wajah Zenry.
Matanya telah berubah, begitu pun dengan tatapannya yang kini terlihat lebih tajam, membuat kedua orang yang sudah berjongkok di dekat Zenry, segera bangkit dan mengulurkan tangannya ke arah depan.
Bibir pria itu terlihat bergerak merapalkan sesuatu, dan tak lama setelahnya, sebuah lingkaran sihir berwarna hijau muncul tepat di atas tubuh Zenry.
"Ka-kali-an .... ARGH!!" Zenry semakin meringkuk di atas lantai kayu kamarnya. Rasa terbakar yang amat dahsyat di sekujur tubuhnya membuat Zenry tak dapat berpikir jernih.
Ia tak pernah merasa sesakit ini sebelumnya, rasa seperti terbakar hingga ketulang, benar-benar membuat kesadarannya hampir menghilang.
Di saat terakhirnya, Zenry hanya melihat sebuah api biru yang semakin membesar, hingga membuat dua orang yang sangat ia cintai itupun melangkah mundur dengan tangan yang tak lepas berada diposisinya semula.
Hiks ... ini terasa sungguh menyakitkan. Kumohon ... kumohon, tolonglah aku, siapa pun itu ... aku sudah tak peduli. Siapa pun kau, baik itu manusia, hantu, setan, bahkan iblis dari neraka sekali pun. Aku akan tetap meminta pertolongan kalian supaya aku dapat terbebas dari rasa sakit ini!!!
Rasa sakit yang bercampur menjadi satu, semakin lama terasa semakin berat bagi Zenry, ia sungguh tak kuasa menahan rasa sakit ini sendirian. Rasa sakit yang telah merenggut semua kesadarannya hingga Zenry tak sadarkan diri.
****
Suasana mencekam tercipta di dalam kamar Zenry, dua orang yang merupakan orang tua Zenry, segera melakukan segala cara untuk menyelamatkan anaknya.
Lingkaran sihir berwarna hijau terang yang muncul di atas tubuh Zenry, berusaha menekan api biru yang semakin tak terkendali.
"Sayang, buatlah sebuah barier dengan kekuatan penuh," perintah ayah Zenry dengan tubuh tegap yang berdiri pada posisi bersiap mengeluarkan sihirnya kembali.
"Baiklah." Sebuah Barier berwarna merah, seketika muncul mengelilingi mereka bertiga, tidak hanya itu saja, wanita yang merupakan ibu Zenry ini, juga membuat pertahanan berlapis ganda yang satunya lagi menyelimuti rumah mereka.
"Apakah kau yakin ... ini dapat menekan kekuatannya?" tanya Ibu Zenry sedikit ragu. Langkah pelannya, membawa ia menuju pintu kamar.
"Menurut apa yang sudah di sampaikan ... sepertinya akan berhasil. Tetapi-"
"Yasudah, aku akan mengambil benda itu. Selama aku ke bawah, tolong tekan kekuatannya ya, sayangku." Sebuah senyum tulus terlihat jelas di bibir wanita tersebut.
Ayah Zenry yang melihat hal tersebut, seketika bersemu merah, sebuah senyum tipis tercetak di bibirnya.
Namun, itu hanya berselang beberapa detik saja, pandangannya langsung beralih pada Zenry yang sudah tak sadarkan diri di bawah sana.
Tergeletak tak berdaya dalam selimut api berwarna biru, tepat di bawahnya terdapat sebuah lingkaran sihir berwarna hitam pekat. Aura yang terlihat di lingkaran tersebut terasa amat menyeramkan, melayang ke atas bagaikan sebuah asap yang tebal.
"Kumohon, semoga ini berhasil, dan tolong bertahanlah," ucap ayah Zenry dengan penuh permohonan.
DRAP! DRAP!
"Haah ... ini, haah ... sudah kuambilkan!" seru Ibu Zenry dengan napas yang sedikit tersengal, kakinya melangkah maju dengan terburu.
Dengan cekatan, Ayah Zenry mengarahkan tangannya sedikit ke kiri, memunculkan sebuah lingkaran sihir baru yang ukurannya bahkan lebih kecil dari sebelumnya di sebelah sana, dimana lingkaran tersebut hampir berada dekat dengan lingkaran berwarna hitam yang tercipta cukup besar di bawah tubuh Zenry.
"Cepat, keluarkan benda itu, dan buka sedikit saya yang melindunginya, lalu letakkan di lingkaran sihir khusus itu."
*Saya : Sarung pedang.
Tapi, belum sempat Ibu Zenry menaruhnya, sebuah angin besar tiba-tiba saja muncul dari arah Zenry, menghempas tubuhnya secara kencang hingga menabrak dinding.
BRAK!
"AKH!"
"SAYANG! KAU TAK APA?!" tanya ayah Zenry, giginya saling bertaut. Menahan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya, saat ia melihat istrinya terhempas begitu kencang hingga menabrak dinding di belakang sana.
Karena kejadian tersebut, fokus pria ini menjadi terpecah. Netra dengan iris berwarna hitam itu segera berpaling ke arah Zenry dengan terburu, saat ia merasakan sebuah aura kuat yang sangat menekannya.
Tidak mungkin!
"AH!" Kedua matanya terbelalak, menatap tak percaya pada tubuh Zenry yang kini telah berdiri dengan sempurna, hingga mendorong lingkaran sihir berwarna hijau pekat milik ayah Zenry ke arah atas dengan begitu mudahnya, seakan lingkaran tersebut tak ada di sana.
"Kumohon, tolong jangan lakukan perubahan lagi," gumam ayah Zenry seraya mengangkat tangan kirinya kembali, dan melakukan sebuah ritual untuk menahan kekuatan besar Zenry, dengan sebuah lingkaran sihir yang terbentuk di setiap sisi tubuh gadis tersebut.
.
Bersambung.
.
Halooha!!!
Saya kembali lagi nih. Hihi.
Kira-kira apa yang akan terjadi sama Zenry ya? 😭🤧
Buat yang penasaran, tunggu bab selanjutnya yaw, dan sampai ketemu besok!! 💞👋🏻👋🏻
Kalau ada yang ingin memberikan krisar, silakan ya. Asalkan! Menggunakan bahasa yang baik dan sopan loh yaaw. Maka, akan saya terima dengan senang hati. 💓😉😊
.
Note :
Pict from pinterest
.
Naskah :
Jakarta, 05-06 Juni 2020
Publish :
Jakarta, 12 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro