1-8 | My Home is Gone
The other dimension, unknown date and time.
Musim berganti. Salju yang menyelimuti Kota Moorevale mencair, tergantikan oleh bunga-bunga yang bermekaran. Dedaunan di pucuk ranting mulai menampilkan dirinya, menjadikan pepohonan di kota ini kembali rindang.
Dylan sudah terbiasa dengan waktu yang berlaku di dunia dalam portal. Dari perkiraannya, kurang lebih seminggu penuh pemuda itu terjebak di dalam sana, tetapi musim berganti dengan sangat cepat. Bahkan dalam sekejap mata, siang dapat berganti menjadi malam.
Dylan bertekad, begitu ia keluar dari sini, ia akan mencari tahu secara scientific mengenai anomali waktu yang terjadi di dunia dalam portal. Bila jawabannya tidak kunjung ditemukan, ia bersumpah akan menggali kuburan seluruh fisikawan di negeri ini untuk meminta penjelasan.
Pemuda itu tersenyum lebar, menatap kedua tangannya. "Partikel ini sungguh luar biasa! Tidak hanya mengeluarkan kalor, tapi, oh my God! Look at this!"
Dylan memetik sebuah daun, kemudian ia simpan di telapak tangan. Cahaya putih kebiruan muncul, secara perlahan menyelimuti daun tersebut. Hal mengejutkan terjadi, daun yang awal mulanya segar, perlahan berubah layu dan mengering.
Pemuda itu melakukan eksperimennya sekali lagi. Dengan partikel 201X yang keluar dari tubuhnya, ia membuat daun yang awalnya mengering menjadi segar kembali.
"Partikel ini dapat membuat waktu bekerja pada sebuah benda." Dylan menarik kesimpulan. "Dengan partikel ini, waktu yang bekerja pada benda tersebut menjadi lebih cepat, baik ke masa depan maupun masa lalu!"
Dylan mencobanya pada benda lain, seperti lampu penerangan di taman kota. Ketika Dylan menyentuh bola lampu, lama kelamaan benda tersebut kehilangan cahayanya, energi yang tersimpan pun habis. Hal itu lumrah terjadi, Dylan dan partikel 201X hanya mempercepat prosesnya.
"I get it!" Dylan berjalan mondar-mandir. "Sekarang bagaimana caranya agar aku dapat keluar dari dunia yang tidak terikat oleh waktu ini?"
Pemuda itu duduk di rumput, kemudian berbaring dan menggunakan tangan kirinya sebagai bantal. Ia mengacungkan tangan kanannya, bermain-main dengan Partikel 201X yang ada di sana. Setelah berlatih berhari-hari, akhirnya Dylan dapat mengontrol partikel tersebut secara keseluruhan dan mengetahui cara kerjanya.
"Terima kasih sudah mau menjadi temanku. Maaf, aku pernah mengataimu partikel bodoh." Ia bermonolog. "Padahal kau salah satu partikel paling berbahaya di dunia. Um, duniaku, bukan di sini."
Tiba-tiba, ia mendapat ide yang sangat brilian. Pemuda itu bangun, dengan cepat ia beranjak dan berlari menuju laboratorium ayahnya.
*****
Pemuda itu sampai di Vortex Laboratory yang masih kokoh berdiri. Ia menghentikan langkahnya dan merunduk, beristirahat sejenak sambil mengatur napas. Setelah detak jantungnya kembali stabil, ia berlari menuju laboratorium rahasia sang ayah.
Sesampainya di lokasi tujuan, ia berdiri di depan portal yang sudah tidak berfungsi. Pemuda itu menatap gerbang antar dimensi yang dibuat ayahnya, hanya benda inilah harapan satu-satunya.
"Jika aku bisa memperbaiki portal ini, aku bisa pulang!"
Pemuda itu melangkah menuju gerbang antar dimensi itu, kemudian menyentuhnya. Secara perlahan, tangannya bercahaya, Partikel 201X yang ada di tubuhnya menyelimuti gerbang futuristik tersebut. Dylan mencoba memutar balik waktu, membuat benda tersebut kembali berfungsi, tepat sebelum ledakan itu mengacaukan segalanya.
Perlahan, cahaya di tangan pemuda itu meredup. Tidak terjadi apa-apa pada portal tersebut.
"Oh, no." Dylan menarik mundur tangannya, ia menggeleng. "Bagaimana bisa partikel ini tidak bekerja pada portal buatan ayahku?"
Dylan menatap kosong ke arah gerbang antar dimensi itu. Ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai, kemudian berbaring sambil menutup kedua mata dengan lengan.
"Bodohnya aku. Yang rusak itu portal di dunia nyata, bukan di dunia ini. Tentu saja aku tidak bisa memperbaikinya karena gerbang di sini memang tidak pernah rusak sejak awal!"
Pikiran pemuda itu melayang. Di satu titik, kristal bening mengaliri pipinya. Wajah Sean Grayson berputar-putar di kepalanya.
"Dad, I miss you," ucapnya parau, "aku bahkan tidak tahu kau selamat atau tidak setelah aku terlempar ke dalam sini. Jika kau tidak selamat ...." Ia terisak. "Aku, aku ...."
Dylan mengembuskan napas berat, membiarkan air bening membanjiri kedua pipinya. Rasanya sudah lama Dylan tidak menangis seperti ini. Ia benar-benar mencintai ayahnya, pemuda itu merasa bukanlah apa-apa tanpa sang ayah di sampingnya. Buktinya, sekarang ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk keluar dari dalam portal.
Dylan Grayson bukanlah siapa-siapa. Ia hanya seorang remaja pemberontak yang tidak pernah memperhatikan guru Fisikanya di sekolah, sehingga dalam keadaan seperti ini, ia merasa tidak berguna.
Di satu titik, ia menyeka air matanya kasar, kemudian duduk tegak. "Berhentilah untuk bersikap cengeng, Dylan Grayson!"
Pemuda itu menatap kosong ke arah portal sambil terus berpikir.
"Aku punya ide gila. Apakah aku harus membuat waktu bekerja untukku agar aku tumbuh lebih dewasa dan dapat membuat portal buatanku sendiri? Tapi, aku tidak tahu di masa depan akan menjadi apa. Belum tentu aku menjadi ilmuwan seperti ayahku, kan?" Ia menggeleng. "That's a dumbest idea I've ever thought! Bagaimana jika aku menjadi tua selamanya?"
Ia berpikir sekali lagi. Di satu titik, ide brilian terlintas begitu saja di otaknya, ia menjentikkan jarinya.
"Bukan waktu yang bekerja untukku, tapi aku yang bekerja terhadap waktu." Dylan bermonolog. "Dunia dalam portal tidak terikat oleh waktu. I mean, lihatlah semua anomali itu! Namun, jika aku bisa membawa tubuhku menjelajahi waktu, aku bisa kembali ke dunia nyata yang terikat oleh waktu, tidak seperti di sini!"
Dylan berdiri tegak, ia mengusap kedua telapak tangannya dan menarik napas panjang. Ia tidak pernah mencoba untuk membuat tubuhnya bekerja akan waktu. Tentu saja ia khawatir dengan efek yang akan ditimbulkan. Namun, ia tetap harus mencobanya, 'kan?
"Okay, Buddy. Bawa aku keluar dari sini!"
Pemuda itu memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ia berkonsentrasi untuk menyebarkan partikel tersebut ke seluruh tubuhnya. Dylan memikirkan hal-hal yang ada di dunia nyata, seperti sinyal ponsel, corgi yang tinggal di sebelah rumah, fish n chips buatan ibunya, dan yang terpenting, ayahnya yang sangat ia cintai. Dylan berusaha membawa tubuhnya pergi ke sana.
Perlahan, tubuh pemuda itu kembali bercahaya. Ia merasakan partikel itu bekerja untuknya. Hanya dalam hitungan detik, partikel tersebut meredup, Dylan membuka kedua netranya secara perlahan.
Moorevale City Park, Moorevale, USA.
4 Maret, 2020. 04.00 PM.
Ia berdiri di taman kota Moorevale. Pemuda itu mendengar suara kicauan burung, tawa orang-orang yang sedang berkerumun di taman, merasakan sinar matahari sore hari, dan yang terpenting, ia tidak sendirian lagi kali ini.
"I did it!" Dylan bersorak gembira.
Pemuda itu melangkah menuju tepi danau. Perlahan, kedua netranya yang bercahaya biru meredup. Ia dapat melihat bayangan dirinya yang kini memiliki warna.
Ponsel di sakunya bergetar puluhan kali. Ia meraih benda pipih itu dan melihat tampilan layarnya. Jam yang tertera di sana kembali seperti semula, tak lagi berubah-ubah sesukanya. Sinyal di ponselnya sudah kembali, ia melihat ratusan pesan yang dikirim dari semua orang.
"What the hell." Pemuda itu menggeser tampilan ponselnya dan membaca pesan-pesan tersebut. "'Deep condolence'? 'Rest in peace'? 'We miss you'? What? Semua orang menyangka aku sudah mati? No, no, no, semua orang harus tahu kalau aku belum mati!"
Dylan mendesah pelan, ia membuka aplikasi Uber untuk memesan taksi online. Tujuan pertamanya setelah kembali ke dunia nyata adalah rumah, bertemu ibu dan ayahnya.
*****
Setelah sampai di depan rumah, ia mengetuk pintu dan membunyikan bel. Nihil, sudah beberapa menit ia di sana, tetapi tidak ada seorang pun yang menjawab.
"Damnit, tak ada jawaban!" Pemuda itu menggerutu. "Apakah Mom dan Dad pindah rumah?"
"Dylan?" ucap seorang wanita di belakangnya.
Dengan cepat, Dylan menoleh ke belakang, tepatnya ke arah bawah tangga rumahnya. Ia melihat wanita paruh baya dengan kedua netra yang membulat sempurna. Paper bag yang wanita itu bawa terjatuh, beberapa bahan makanan seperti roti baguette, kaleng sarden, dan kotak susu berjatuhan.
"Mom?" ucap Dylan tak percaya, "Mom, it's me, Dylan!"
"No way." Wanita itu menggeleng. "Kau sudah tewas berbulan-bulan yang lalu."
"What?" Dylan mengernyit. "Aku hanya pergi selama seminggu! Aku masih hidup!"
"Ke mana saja kau selama ini? I'm worried sick!" Mrs. Grayson menaikkan nada bicaranya.
"Doesn't matter. Now I'm here, I'm not dead." Dengan cepat Dylan melangkah menuruni tangga, berdiri tepat di depan Mrs. Grayson dan bertanya, "Mom, bulan apa ini?"
"Maret 2020," ucap Mrs. Grayson parau. Ia memeluk putranya erat. "Dylan? Is that really you? Semua orang menyangka bahwa kau sudah tewas dalam ledakan itu! Ledakan di laboratorium ayahmu, bulan Juli tahun lalu!"
Pemuda itu nyaris gila. Bahkan waktu di dunia nyata dan dunia portal juga berbeda? Ia yakin hanya tinggal di sana selama satu minggu, tetapi ia kembali ke dunia nyata setelah berbulan-bulan? Apakah ia mengambil waktu yang salah ketika pulang ke sini?
"No, Mom. I'm alive!" Pemuda itu melepas pelukan ibunya dan tersenyum. "Where's Dad?"
Perlahan, senyum di wajah Mrs. Grayson memudar. Kedua netra wanita itu memburam karena air mata.
"Mom! Where is Dad?" Dylan mengguncang tubuh ibunya.
"He's gone," lirih Mrs. Grayson parau.
"No way!" Dylan menggeleng secara perlahan. "Dad ada bersamaku saat ledakan itu. Seharusnya ia—"
"Semua orang yang ada di gedung itu tewas, Dylan," ucap Mrs. Grayson parau, "ahli forensik dan tim SAR sudah memastikan mereka semua tewas."
Dylan menggeleng, tangisnya pecah. Pemuda itu merasakan dunianya runtuh saat itu juga. Motivasi terbesarnya adalah melihat sosok sang ayah di dunia nyata. Namun, orang yang ingin sekali ia temui sudah meninggalkannya untuk selamanya.
Perlahan, kristal bening menjatuhi pipi pemuda itu. Ia menunduk dan sekuat tenaga menahan tangisnya, tetapi percuma. Emosinya meledak saat itu juga.
Sean Grayson, ayahnya, tewas tertimpa reruntuhan. Semua ini terjadi karena kecerobohan dirinya.
"What have I done?" lirihnya.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro