1-7 | Happy Birthday!
Hai! Mau ngasih tau, kenapa sih di setiap chapter ada keterangan tempat dan waktunya?
Karena Avenir alur awalnya emang cepet banget. Jadi aku minta kalian perhatiin keterangan waktunya biar ga bingung waktu mencerna alurnya.
Selamat menikmati Avenir! Xoxo
*****
The other dimension, unknown date and time.
Dylan masih mencari tahu kemampuan Partikel 201X yang ada di tubuhnya, bagaimana agar ia dapat mengontrol benda kecil itu.
"Well, banyak yang harus kuketahui tentangmu. Kurasa kita harus menjadi teman!"
Mengenal partikel yang ada di tubuhnya bukan perkara mudah. Pemuda itu bahkan baru tahu partikel sejenis ini hadir di dunia. Dylan merasa tidak berguna mempelajari ilmu fisika di sekolah, seharusnya ia berguru pada ayahnya saja sejak dulu. Tentu saja Sean Grayson lebih pintar dari semua guru sains di Kota Moorevale.
Pemuda itu memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, ia menggerakkan tangan dan jarinya untuk pemanasan. Ia berusaha memanggil Partikel 201X, mengalirinya ke seluruh tubuh.
"Come on, Buddy," gumamnya.
Di balik kelopak matanya yang tertutup, ia merasakan cahaya putih kebiruan mulai bersinar, pemuda itu merasakan kehangatan di dalam tubuh, perlahan menjalar ke kedua tangan dan kakinya. Dengan cepat ia membuka kedua netra dan melihat pantulan bayangannya sendiri di jendela rumah.
"Holy shit!" Ia terkejut. "Mataku berwarna biru! Badanku bercahaya seperti Danny Phantom! But wait, aku bukan hantu. Kalau begitu, bercahaya seperti Captain Marvel!" racaunya tanpa henti.
Pemuda itu tertawa, takjub akan tubuhnya yang terlihat seperti tokoh fiksi. Sangat keren! Senyumnya mengembang, ia tidak bisa lagi menyembunyikan kekagumannya atas partikel yang ada di tubuhnya.
Dylan kembali memejamkan kedua netranya. Kini, ia berusaha memusatkan partikel tersebut ke telapak tangannya. Pemuda itu merasakan sesuatu yang hangat menggelitik tubuhnya, secara perlahan berpindah ke kedua telapak tangannya.
Ketika ia kembali mengamati pantulan bayangannya, kedua netranya tidak lagi bercahaya biru, partikel tersebut kini hanya bercahaya di kedua telapak tangannya.
"I did it!" Ia berseru. "Okay, let's do this one more time."
Dengan senyum yang mengembang, ia berniat mengembalikan cahaya putih kebiruan tersebut di kedua netranya, tetapi gagal. Partikel yang ada di kedua telapak tangannya meredup dan perlahan menghilang. Setetes keringat mengalir di pelipis pemuda itu ketika ia berusaha keras untuk memunculkan kembali benda berkilauan yang ada di dalam tubuhnya.
Di satu titik, ia menyerah.
"Not bad untuk permulaan. Sepertinya kita harus saling mengenal lebih jauh lagi."
Pemuda itu terus mengasah kemampuannya. Partikel tersebut dapat menjadi sangat berguna jika Dylan dapat mengendalikannya. Ia yakin, benda kecil yang ada di tubuhnya juga dapat membantunya untuk pulang, dirinya tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir lebih lama.
"Mom, Dad, tunggulah kedatanganku," ucapnya, "I have a dope superpower!"
*****
Moorevale, USA.
20 Februari 2020.
Chloe membuka kedua netra, gadis itu menatap langit-langit kamar yang berwarna hitam putih.
"Good morning and happy birthday, Chloe Wilder!" ucap seseorang.
Gadis itu terkejut, dengan cepat menoleh ke arah kursi belajarnya dan melihat Dylan Grayson sedang duduk di sana. Pemuda itu tersenyum.
"A ghost!" Chloe berteriak, ia melemparkan bantalnya ke arah Dylan, tetapi dengan cepat pemuda itu menangkapnya.
"Whoa, chill out!" ucapnya.
"Huh? Kau ...." Kedua netra gadis itu membulat sempurna. "Kau menangkap bantalku? Kau bukan iblis atau hantu?"
"Of course not." Dylan melemparkan kembali bantal tersebut ke arah Chloe. "Aku manusia, sama sepertimu."
Chloe melirik kalender di meja belajarnya. Rupanya betul, sekarang tanggal 20 Februari yang merupakan hari ulang tahunnya. Chloe Wilder sudah menginjak umur 16 tahun hari ini.
"Bagaimana kau tahu hari ini aku ulang tahun?" tanya Chloe.
"We're connected. Aku tahu segalanya tentangmu," jawab Dylan santai.
"Jadi ...." Chloe menoleh ke sekitarnya. "Dunia hitam dan putih ini bukanlah alam baka? Atau dunia lain untuk hantu yang bergentayangan?"
"Yes, ini alam lain, tapi aku tidak bilang alam untuk para hantu," jawab pemuda itu.
Chloe mengusap-usap kedua matanya. "I don't understand. Mengapa kau selalu menghantuiku kalau kau bukan hantu? Apa tujuanmu sebenarnya?"
"Aku datang untuk menjawab pertanyaanmu." Ia beranjak dari kursi belajar Chloe. "Follow me!"
Gadis itu mengernyit, kemudian beranjak dan mengikuti pemuda misterius itu, tak peduli meskipun ia masih berpiyama dengan rambut yang tak tertata rapi. Dylan mengulurkan tangannya, mengisyaratkan gadis itu untuk meraihnya. Chloe menurut, kini jemari keduanya bertautan.
Ketika kedua netra dan tangan pemuda itu mengeluarkan cahaya putih kebiruan, keadaan di sekitar mereka berubah.
"How can you do that?" tanya Chloe ketika melihat netra pemuda itu berubah menjadi biru.
"I think it's magic!" Pemuda itu mengedipkan salah satu netranya.
Hanya dalam sekejap, pemandangan di kamar tidur Chloe berubah menjadi bangunan besar di perbatasan hutan Kota Moorevale. Dylan seperti membawa gadis itu melalui sebuah portal dunia lain.
"Ini ...." Chloe bergumam. "Tempat aku mengalami kecelakaan di liburan musim panas lalu."
"Yeah, Vortex Laboratory. Laboratorium milik Sean Grayson, ayahku," ucap pemuda itu.
Chloe menoleh ke arah Dylan. "What happened?"
"Aku meledakkan bangunan itu," ucap pemuda itu santai.
"What? Excuse me?" Chloe mengernyit. "Jadi aku celaka karena kau?"
"Y-yeah, kurasa begitu," jawab Dylan kikuk.
"Oh my God! You killed hundreds people!" Chloe berusaha untuk memukul pemuda itu. Dengan cepat Dylan melindungi tubuhnya dengan kedua tangan.
"Hey! Stop!" cicit pemuda itu.
Setelah puas memukul Dylan, Chloe berhenti. "They're all dead! Many people lost their beloved ones!"
"I know." Dylan menunduk. Rona wajahnya berubah sendu. "Mungkin kau selamat, tapi tidak dengan yang lain. I lost my Dad too. Remember?"
Chloe menggigit bibir. Melihat ekspresi Dylan yang telah berubah 180 derajat, gadis itu sedikit merasa bersalah sudah membentaknya.
"Listen." Dylan berbicara serius. "I want to fix this, but I need your help."
"Why me?" tanya Chloe, "aku hanya seorang gadis biasa di kota ini. Tidak ada yang bisa kau harapkan dariku."
"You have no idea." Dylan menjentikan jemarinya. Di atas kedua jarinya, muncul sepercik cahaya putih kebiruan yang sedang menari-nari, persis seperti apa yang Chloe lihat ketika pemuda itu berada di kamarnya.
"Because we're connected, and we have a lot in common," jawab Dylan, "we will meet, as soon as possible. See you!"
Tiba-tiba, Chloe membuka mata. Napas gadis itu memburu, jantungnya berdetak berkali-kali lebih kencang, dengan cepat ia bangun dan menoleh ke arah kursi belajarnya. Kosong, tidak ada figur pemuda yang sering menghantuinya selama ini.
"Dia tidak ada di sana. It's okay, Chloe, itu cuma mimpi," gumam gadis itu sambil menenangkan diri sendiri.
Gadis itu menghela napas lega, ia mengambil cangkir yang berisi air mineral di atas meja belajar, kemudian meminumnya secara perlahan. Chloe menoleh ke arah kalender di sebelah cangkir. Tanggal yang tertera sesuai dengan apa yang ada di mimpinya.
Betul, gadis itu berulang tahun hari ini.
Sudah berbulan-bulan setelah Chloe mendatangi makam Dylan, gadis itu mengira pemuda itu tidak akan lagi menghantuinya di dalam mimpi. Namun, di hari ulang tahunnya, Dylan lagi-lagi datang dan meminta pertolongan.
"Mengapa ia masih ada di dalam kepalaku?" Gadis itu menggerutu.
Kali ini, mereka melakukan kontak fisik dan mengobrol. Berbeda dengan mimpi-mimpi sebelumnya, Dylan cenderung meminta tolong satu arah tanpa adanya interaksi.
"Mungkinkah Dylan Grayson sebenarnya masih hidup? But, how? And where is he?"
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
Aku bener-bener berterima kasih sama kalian yang masih mau bertahan baca sampe chapter ini. Love you to the moon and back🥰
Sampai jumpa di chapter selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro