1-10 | Dad, You Promise?
Wilder Mansion, Moorevale, USA.
5 Maret, 2020. 05.00 PM.
Setelah menikmati seporsi veggie burger dan berdebat perihal alasan kembalinya Dylan Grayson dari kematian, Kelsey mengantar sepupunya pulang. Setibanya di rumah, Chloe melihat Mercedez-Benz hitam mewah, kendaraan yang sudah lama sekali tak dilihatnya. Perlahan, senyumnya mengembang.
"Dad is home!" Chloe berseru.
Gadis itu berlari kecil dan berniat untuk meraih handle pintu, tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara kedua orang tuanya dari dalam rumah.
"Kau baru pulang ke rumah dan kini berniat untuk pergi lagi? Terbang ke Budapest? Jesus, Theo! Apakah bisnismu tidak bisa ditinggal sedetik saja?" ucap Mrs. Wilder dengan nada yang meninggi.
"Aku sudah memberitahumu saat kita akan menikah bahwa aku akan menjadi pewaris tunggal perusahaan ayahku, tentu saja aku akan sangat sibuk, Freya!" Mr. Wilder menjawab, berusaha untuk tidak meninggikan suaranya. "Kau lihat, 'kan, sekarang Stellar Inc. sedang dalam masa kejayaannya, kini aku sedang sibuk memperluas anak perusahaanku. I will do everything to make my father proud. I don't do this because of money, I do this for my family."
"Chloe needs you," lirih Freya, "kau bahkan tidak datang ke rumah sakit saat anak itu mengalami kecelakaan. She could've die because her brain damage!"
Chloe bergeming, ia mengerjap beberapa kali. Gadis itu tahu bahwa kepalanya mengalami benturan keras saat ledakan, ia juga dinyatakan koma selama empat hari. Namun, gadis itu sama sekali tidak tahu bahwa kerusakan di otaknya ternyata sangat serius sehingga berpotensi mengakibatkan kematian.
Gadis itu benar-benar beruntung bisa pulih sangat cepat dan otaknya kini kembali berfungsi normal.
"Aku memberimu banyak uang, remember? Kita membawa Chloe ke rumah sakit terbaik di kota ini dan menyewa dokter terbaik di rumah sakit itu," jawab Theo.
"She doesn't need your money, Theo! Kapan terakhir kali kita berlibur bersama-sama? Kau bahkan lupa hari ulang tahunnya, 'kan? Kini dia berusia 16 tahun dan terakhir kali kita merayakan ulang tahun Chloe bersama-sama adalah saat usianya sepuluh tahun!"
Keheningan panjang meliputi pasangan suami istri Wilder. Chloe masih bergeming di depan pintu.
"Aku tidak pernah mempermasalahkan kesibukanmu sebagai CEO. Tapi, kau harus paham prioritas. Chloe ... she's a teenager. Kau mau gadis itu tumbuh tanpa mengenal ayahnya sendiri?" Pada akhirnya. Freya memecah keheningan.
"Freya," lirih Theo, "aku tidak ingin berkelahi. Setelah pulang dari Budapest, aku akan menghabiskan waktu bersama kalian. I promise."
"Katakan itu pada Chloe."
Chloe tidak ingin kedua orang tuanya bertengkar lebih jauh, ia meraih handle pintu dan membukanya. Gadis itu melangkah menuju ruang keluarga dan menghampiri kedua pasutri Wilder.
Freya beranjak dari sofa, ia menyambut putri kesayangannya dengan senyum lebar yang sedikit dipaksakan.
"Chloe," ucapnya.
"Hi, Mom." Chloe tersenyum, berpura-pura tidak mendengar perdebatan kedua orang tuanya, kemudian menoleh ke arah Theo. "Dad!"
"Chloe, you're home!" Theo membuka lebar-lebar kedua tangannya. "Come here!"
Chloe tersenyum lebar, ia berlari kecil dan melompat ke pangkuan ayahnya.
"Dad, I miss you, sooo much!" Chloe memeluk Theo cukup erat.
"Miss you more, Pumpkin!" Theo melepas pelukannya dan mengelus putri kesayangannya dengan lembut.
"It feels like I didn't see you for ages! Lihatlah, Dad terlihat lebih gemuk!" ujar Chloe.
Theo tertawa kecil. "Sepertinya Dad harus mulai membuat membership di gym. And look at you! Please, don't grow up so fast!"
"Sudah lama tak pulang dan tak melihatku tumbuh dewasa, huh?" Chloe terkekeh, menyiratkan sindiran di perkataannya.
"Ayo makan malam bersama sebelum Dad pergi ke Budapest besok pagi." Theo mengalihkan pembicaraan.
Chloe menekuk wajahnya. "Aw, Dad akan pergi secepat itu?"
"Yeah. Tidak lama, hanya dua minggu. Kita akan bertemu dua minggu lagi, okay?" Theo tersenyum.
"You promise?"
Theo mengangguk. "Promise."
Chloe tersenyum simpul. Another lie. Gadis itu sudah terbiasa menelan bulat-bulat kebohongan ayahnya. Theo tidak pernah kembali tepat waktu jika sudah pergi ke luar negeri. Rasanya ingin sekali mencurahkan kerinduannya lebih dari ini, tetapi percuma, sang ayah memang sibuk. Setelah mengeluarkan keluh kesahnya, ayahnya akan tetap pergi.
*****
Setelah makan malam, Chloe menghampiri Theo di ruang kerja pribadinya. Gadis itu membuka pintu.
"Hi, Dad!" sapa Chloe.
Theo yang sedang menatap layar komputernya mendongak, senyumnya mengembang ketika melihat putri kesayangannya di depan pintu.
"Hi, Pumpkin. Come in!" ucap pria itu.
Chloe berlari kecil ke arah meja kerja ayahnya, kemudian memeluk ayahnya dari belakang.
Theo tertawa kecil dan kembali terfokus pada layar komputernya. "Huh? Ada apa? Tumben putriku bertingkah manja seperti ini."
"Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin memelukmu." Chloe memeluk ayahnya semakin erat. "Bagaimana pekerjaanmu di Dubai kemarin?"
"Great!" Wajah Theo berubah cerah. "Perdana Menteri Uni Emirat Arab akhirnya menyetujui kerja sama perusahaan tambang mereka dengan anak perusahaan kita!"
"Wow! Stellar Inc. siap mendunia! Tidak hanya di bidang teknologi, kita juga bekerjasama dengan perusahaan tambang! Kau sudah bekerja keras, Dad!" puji Chloe.
"Thanks, Pumpkin." Theo tersenyum tipis tanpa memalingkan pandangannya dari layar komputer. Jari-jarinya masih bergerak lincah di atas keyboard. "Suatu saat, kaulah yang akan menggantikanku di Stellar Inc.," ucap Theo lagi.
"Dan menjadi sibuk sepertimu?" celetuk Chloe.
"Oh, believe me. Semua kesibukanmu akan setimpal dengan hasilnya."
Senyum di wajah Chloe perlahan memudar, ia melepas pelukannya. Gadis itu melirik sang ayah yang masih terfokus pada layar komputer. Gadis bersurai merah itu memalingkan pandangan ke layar komputer, menampilkan sebuah dokumen Excel yang tidak dimengertinya. Ayah dan anak itu diliputi keheningan selama beberapa saat.
Gadis itu ingin sekali membuka percakapan dengan ayahnya. Namun, setelah makan malam, Theo kembali ke ruang kerjanya dan hanya terfokus pada komputernya.
Memang, Chloe dan Theo bisa mengobrol sekarang, tetapi, obrolannya pasti tidak jauh dari pekerjaan dan uang. Chloe muak dengan obrolan seperti itu. Ia butuh topik obrolan yang normal dilakukan antara ayah dan anak, seperti bercerita tentang apa saja hal yang ia lalui selama Theo tidak di rumah, bagaimana hari-harinya di sekolah, dan sebagainya.
"Um, Dad— Chloe memecah keheningan.
Sebelum Chloe menyelesaikan kalimatnya, ponsel di atas meja kerja Theo berbunyi. Dengan cepat pria itu mengambil ponselnya dan menjawab telepon yang masuk.
"Hello. Theo Wilder," ucap pria itu, "ya, saya sudah menerima e-mail itu. Saya akan cek lima belas menit lagi."
Theo beranjak dari bangku dan pergi keluar ruang kerjanya. Ia berjalan mondar-mandir di ruang makan sambil berbicara dengan seseorang di seberang telepon. Chloe mengikuti ayahnya dan memperhatikannya dari jauh. Theo sedang berbicara formal dengan seseorang, senyumnya mengembang ketika membicarakan perjalanan bisnisnya ke Budapest.
Chloe menekuk wajahnya, ia melangkah menuju tangga dan naik ke lantai dua, meninggalkan ayahnya sendirian di ruang makan. Terakhir kali ia menyaksikan Theo menelepon, pria itu menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam, bahkan satu jam. Gadis itu melangkah menuju kamarnya dan tidur dengan perasaan kecewa.
*****
Grayson Residence, Moorevale, USA.
11 Maret, 2020. 10.00 AM.
Dylan berbaring di tempat tidur, menatap kosong ke sisi kamarnya yang lain. Tubuhnya meringkuk di dalam selimut, pemuda itu tampak kacau. Janggut dan kumis tipis di wajahnya dibiarkan memanjang, kantung matanya juga mulai terlihat membesar karena Dylan tidak pernah tidur nyenyak sejak kembali ke rumah.
Keributan yang terjadi di depan rumah juga menjadi salah satu alasan mengapa Dylan malas untuk keluar kamar. Sudah hampir seminggu setelah kedatangannya ke dunia nyata, wartawan-wartawan yang haus akan jawaban terus saja mendatangi kediaman Grayson. Sekarang masih jam sepuluh pagi dan mereka sudah mulai datang mengerumuni pagar rumahnya.
"Dylan Grayson! Kami hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan!" teriak salah satu wartawan.
"Kami mohon, keluarlah!" teriak wartawan yang lain.
Dylan meringis, ia menutup kepalanya dengan bantal untuk meredam keributan di luar rumahnya.
"Dylan bukan simpanse di dalam kandang! Apakah kalian tidak punya rasa empati sedikit saja? Anakku sedang berduka! Berhenti meneriakinya dan enyahlah dari rumahku!" Terdengar suara Mrs. Grayson berteriak dari arah luar, disusul oleh suara pintu yang tertutup cukup keras.
Sang ibu membanting pintu tepat di depan wartawan, membuat mereka semua terdiam. Namun, tidak lama kemudian, beberapa wartawan yang ada di depan pagar kembali memanggil Dylan, meskipun tidak seheboh tadi.
Pemuda itu bangkit dan duduk tegak, ia meraih gelas yang ada di meja belajarnya. Benda tersebut kosong karena ia sudah menghabiskan susu cokelatnya kemarin malam. Pemuda itu mengedip, tangan kanan dan kedua iris matanya perlahan mengeluarkan cahaya putih kebiruan. Hanya dalam sekejap, gelas yang ia genggam kembali terisi penuh oleh susu cokelat seperti sedia kala.
"Terjebak di dalam portal bodoh itu tidaklah sepenuhnya buruk." Ia bermonolog sebelum meneguk habis susu cokelatnya.
Dylan tidak pernah keluar kamar ketika Mrs. Grayson terbangun di siang hari. Pemuda itu merasa malu pada dirinya sendiri, ia enggan bertemu sang ibu akibat rasa bersalahnya. Ayahnya tewas akibat kecerobohannya sendiri. Wanita itu hanya meletakkan makanan dan minuman untuk Dylan di depan pintu. Jika makanannya habis, pemuda itu hanya tinggal memakai kekuatannya untuk membuat makanan tersebut menjadi utuh lagi. Secara teknis, Dylan memiliki makanan dan minuman yang tak terbatas!
Ketika Mrs. Grayson tertidur, Dylan keluar kamar untuk mandi ataupun mencuci piring, setelah itu ia akan kembali mengurung diri di kamar. Entah sampai kapan pemuda itu akan terus bermain hide and seek dari sang ibu.
Ketika bosan berdiam diri di kamar dan sudah muak mendengar suara teriakan wartawan, Dylan kembali ke dunia portal. Pemuda itu sudah bisa mengontrol kekuatannya dan dapat kembali ke dunia itu kapan pun yang ia mau.
The other dimension, unknown date and time.
Pemuda itu kembali ke Vortex Laboratory yang masih kokoh berdiri di dalam dunia portal. Ia duduk tegak di meja kerja sang ayah. Pemuda itu berusaha membuka laptop Sean untuk mencari informasi mengenai partikel yang ada di tubuhnya. Nihil, tidak ada apa pun di dalam sana.
Ia meraih sebuah foto berukuran 4R yang dilengkapi oleh bingkai berwarna hitam di salah satu rak kerja milik Sean. Foto tersebut menampilkan Sean yang masih tampak muda sedang berpose bersama dirinya yang sedang memegang sebuah piala. Usianya saat itu mungkin sekitar delapan tahun.
Kilasan masa lalu kembali terputar di otaknya.
"I did it! I won!" seru Dylan kecil.
"Wooohooo! Gimme a hug!" Sean membuka lebar-lebar kedua tangannya, "Kau berhasil memenangkan olimpiade sains dan mengalahkan kompetitor lain yang lebih tua darimu!"
Dylan melompat ke pelukan ayahnya, Sean memeluknya semakin erat. "Ini semua berkatmu, Dad!"
"I'm so proud of you, Kiddo," lirih Sean.
"I wanna be like you someday! The greatest scientist in the world!" Dylan berseru.
"Nah, Albert Einstein dan Isaac Newton masih lebih hebat dariku," jawab Sean.
"Who cares? They're dead, sedangkan kau masih hidup!" Dylan tertawa, ia melepas pelukannya. "Aku ingin belajar lebih banyak lagi, sekarang!"
"Whoa, easy, Jimmy Neutron! Kita masih punya banyak waktu. Cepatlah tumbuh dewasa dan kita lakukan sebuah eksperimen fisika bersama sama!" Sean mengelus lembut pucuk kepala putranya.
"Seperti membuat pesawat luar angkasa dan bertemu alien?" tanya Dylan kecil.
Sean tertawa kecil. "Apakah kita harus mencari satu per satu planet yang ditinggali alien?"
"That's a great idea!"
"That's a stupid idea. But whatever, I'm in!" jawab Sean.
"I love you, Dad."
Sean tersenyum, kemudian mengelus pucuk kepala putranya. "I love you too."
"Kau berjanji akan mengajariku lebih banyak hal lagi, Dad?"
Sean mengangguk. "I promise."
Dylan mengerjap, tersadar dari lamunan. Pemuda itu menggenggam erat pigura yang ada di tangannya.
"Dan kau tidak menepati janjimu ...."
Pemuda itu menunduk, menggenggam foto berpigura tersebut dengan erat. Ia terdiam dalam posisi yang sama untuk waktu yang cukup lama. Ketika mengerjap, kristal bening terjatuh membasahi pigura kaca tersebut.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro