3-12 | Desperate Screams
"Oke, itu murni kesalahanku. Tidak seharusnya aku mengajak seorang penyintas seperti Chloe ke zona berbahaya, dan aku minta maaf."
Hari keempat setelah Chloe menghilang, tepatnya sehari setelah mengetahui Davis pergi bersama Chloe melalui tayangan CCTV, Dylan berjalan cepat menghampiri si pelaku yang sedang bekerja. Entakkan kakinya membuat tentara muda yang sedang mengangkut pakaian-pakaian bekas dari dalam truk menoleh padanya.
"You lied to me!" seru Dylan ketika ia sampai di hadapan Davis. Rahangnya mengeras, kedua alisnya bertaut. Pemuda berambut cokelat itu menatap intens kedua mata Davis yang hanya berjarak sekitar tiga puluh sentimeter saja.
Area belakang rumah susun awalnya hening sebelum pemuda berambut cokelat itu datang membawa keributan. Sekitar satu lusin tentara yang sedang mengangkut kotak-kotak berisi barang bekas untuk para penyintas menuju ke pintu belakang menoleh ke sumber suara. Debaran jantung Davis menjadi tidak terkendali, bola matanya melirik kanan kiri, semua orang yang ada di sana menatap ke arahnya, bertanya-tanya mengapa ada bocah yang berani menuduhnya seperti itu? Apa yang Davis lakukan hingga berhasil membuat kesal seorang penyintas?
"Ada keributan apa ini?" tegur salah satu tentara senior.
Davis menoleh pada tentara itu sambil melakukan gestur tangan 'berhenti'. "Biarkan aku yang mengatasinya."
"Kau bilang tidak melihat Chloe seminggu kemarin, tetapi kau pergi bersamanya ke luar gedung!" Tidak menghiraukan peringatan tentara senior tadi, Dylan meremas bisep kanan Davis, mengguncang-guncangnya sambil berucap ketus.
"Ssshhh!" desis Davis sambil menepis cengkeraman Dylan. "Tenangkan dirimu, kita bicara di tempat lain!"
"Jika kau tidak punya salah apa-apa, mengapa tidak jelaskan langsung di sini?" sindir Quentin yang tadi berjalan mengikuti Dylan.
Davis menoleh ke arah pemuda sipit berkulit pucat di sebelah Dylan. Kali ini, Quentin tidak mengenakan seragam petugas kebersihan. Pemuda itu berpakaian kasual layaknya penyintas lain. Hanya saja, ia mengenakan masker medis dan topi agar wajahnya tidak mudah dikenali.
"Who the hell are you?" tanya Davis ketus. Berani sekali orang asing ini menyindirnya seperti tadi?
Quentin tertawa sarkastik. "Apakah itu penting?"
"Bisakah kita kembali fokus pada Chloe?" Dylan memotong.
Davis mendesah kasar, lalu meletakkan kotak berisi makanan beku di samping kakinya. "Oke, berhenti membuat keributan! Kita bicara di tempat lain."
Sial sekali nasib Davis. Dylan adalah orang terakhir yang ingin ditemuinya hari ini. Selain karena rasa bersalahnya telah mencoba mencium Chloe, juga segalanya yang terjadi akhir-akhir ini, suasana hati pemuda itu memburuk. Ia benar-benar ingin pergi dari sini dan menghilang dari semua orang.
Davis berbicara pada salah satu tentara yang lebih senior, meminta mereka untuk memberinya sedikit waktu untuk beristirahat. "Kau tahu masih banyak barang-barang bekas yang harus kita ambil dari pusat dan kita tidak punya waktu untuk disia-siakan?" keluh tentara senior itu pada Davis.
"Saya tahu, tapi beri saya sedikit waktu untuk berbicara dengan bocah itu," pinta Davis.
"Apa hukuman yang kau terima waktu itu tidak membuatmu jera?" desis tentara itu. "Kau banyak melalaikan tugas dan pergi ke sana kemari sesukamu!"
"Hanya sebentar. Bocah itu tidak akan menutup mulutnya sebelum keinginannya terlaksana."
"Whatever. Jika kau ketahuan tidak bekerja dan harus menerima hukuman lagi, aku tidak akan membelamu," tegas tentara itu.
"Yeah, biarkan saja dia," ucap tentara lain yang sedang berjalan melewati mereka berdua sambil mengangkut dus besar. "Mungkin kali ini ia tidak akan menerima hukuman fisik lagi. Dia sudah pernah nyaris dipecat, 'kan?" sindirnya.
Tentara senior itu tertawa sinis, membuat darah Davis berdesir, rahangnya mengeras. Usianya jauh lebih muda dan lebih sulit beradaptasi dibandingkan tentara lain. Namun, bukan berarti semua orang boleh merundungnya seperti ini, 'kan? Sejak dulu, mau bekerja dengan giat ataupun membangkang, tetap saja semua orang menganggap rendah dirinya hanya karena ia enggan menembak mati seekor anjing Pomeranian dalam tugas lapangan pertamanya. Jadi, sekalian saja Davis berlaku sesuka hati, 'kan?
Setelahnya, Davis membawa Dylan dan Quentin ke area taman di luar rumah susun. Di sana cukup sepi, tidak akan ada yang mengganggu mereka. Pepohonan di sana menghalangi paparan sinar matahari secara langsung. Tentara muda itu berdiri membelakangi salah satu pohon, berhadapan dengan Dylan dan pemuda bermasker yang bersamanya. "Oke, sebelumnya, aku minta maaf telah membohongimu."
"Ke mana kau dan Chloe pergi tempo hari lalu?" tanya Dylan tanpa basa-basi.
"Kami pergi ke Moorevale untuk berburu hewan yang bermutasi," jawab Davis sesantai mungkin. Tenang, Davis, Dylan tidak membicarakan ciuman itu atau hal lainnya. Ikuti saja alur pembicaraannya. "Kami berniat mencari hewan yang mengalami mutasi genetik karena atasanku memberi perintah. Chloe lebih tahu segalanya tentang kota itu, jadi aku mengajaknya sebagai penunjuk jalan."
"Kau mengajak Chloe ke tempat yang dipenuhi radiasi nuklir untuk berburu hewan-hewan yang bermutasi?" Dylan menaikkan nada bicara, mulai naik pitam.
"Oke, itu murni kesalahanku. Tidak seharusnya aku mengajak seorang penyintas seperti Chloe ke zona berbahaya, dan aku minta maaf."
"Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?" bentak Dylan.
"Kami memakai hazmat dan setibanya di rumah susun tubuh kami langsung disterilisasi," terang Davis.
"Lalu?" tanya Dylan lagi.
"Hanya itu! Kami langsung pulang!" seru Davis cepat. Setetes keringat mengalir di pelipisnya.
"Jika hanya itu, mengapa kau harus berbohong sebelumnya?" Quentin melipat tangan di dada, bertanya santai.
"Entahlah, aku ...." Davis menggaruk tengkuk lehernya karena gugup. Karena aku melakukan hal yang salah dan aku takut kalian mengetahuinya!
Quentin mengamati tentara muda di hadapannya. Ia merasa ada yang aneh. Ya, lawan bicaranya berbohong, jelas terlihat dari gestur dan raut wajah, dahinya pun sedikit berkeringat. Namun, mengapa tentara yang bernama Davis ini sangat ketakutan ketika Dylan menggertaknya? Dylan hanya seorang bocah berusia delapan belas tahun. Jika mereka harus berduel dengan tangan kosong, tanpa kekuatan super tentunya, tentu Davis akan menang telak.
Ketakutan Davis sungguh tidak rasional, membuat Quentin tidak kuasa menahan tawa di balik masker medisnya. "Dude, kau terlihat seperti seseorang yang sedang diinterogasi karena memiliki hubungan gelap."
"What–no!" cicit Davis. Sial, sial sial! Mengapa aku harus mengelak?
"Davis, aku mohon, jujurlah pada kami!" seru Dylan. Dibanding kemarahan, suaranya lebih mengisyaratkan keputusasaan. "Aku tahu kau peduli pada Chloe. Kami perlu tahu ke mana Chloe pergi setelah itu. Apa ia mengatakan sesuatu padamu? Mungkin menyebutkan tempat yang ingin ia kunjungi?"
"Kamarnya," kata Davis seadanya. "Ia bilang akan pulang ke kamarnya."
"Kamarnya kosong, Davis! Aku tidak tahu apa Chloe memintamu merahasiakannya atau tidak, tapi kumohon katakan yang sejujurnya!" bentak Dylan.
"Aku bersumpah Chloe bilang akan pulang ke kamarnya, ia tidak bicara apa-apa lagi!" Davis balik membentak Dylan.
Dylan tidak membalas lagi. Davis menyandarkan punggungnya pada batang pohon besar sambil bersedekap. Tentara muda itu diam sejenak. Quentin masih mengamati raut wajah dan gestur Davis. Keheningan meliputi ketiganya selama beberapa saat, hanya terdengar gesekan dedaunan yang tertiup angin dan kicauan burung gereja di hamparan kanvas biru di atas kepala mereka.
Lalu, Davis menoleh ke arah Dylan. "Aku tidak tahu apa masalahmu dengan Chloe, atau apa masalah yang sedang Chloe hadapi, tapi itulah yang terjadi."
Dylan menunduk, mengembuskan napas kecewa. Padahal, ia berpikir akan menemukan jawaban setelah berbicara dengan Davis, tetapi tidak, penyelidikan mereka sampai di jalan buntu.
"Dengar, nanti malam aku bisa bertanya pada tentara yang berjaga malam itu. Jika Chloe pergi ke luar rumah susun, seseorang pasti melihatnya. Jadi, tenangkan dirimu dan biarkan aku bekerja terlebih dahulu," ujar Davis.
"Beritahu kami apa pun yang kau temukan, oke?" pinta Dylan. Pemuda itu sudah benar-benar putus asa sampai-sampai ia memohon pada seseorang yang dibencinya setengah mati.
Davis mengangguk. "Tentu saja."
Setelahnya, Dylan dan Quentin yang bermasker kembali ke dalam gedung, meninggalkan Davis sendirian di sana. Tentara muda itu mendesah kasar, ia menyandarkan dahinya ke batang pohon, rahangnya mengeras, pikirannya berkecamuk. Suasana hatinya semakin buruk.
"Sial! Sial! Sial!" geramnya.
Davis tidak ingin berlarut-larut dengan suasana hatinya. Maka, ia beranjak dari tempatnya dan kembali berjalan menuju area belakang rumah susun. Ia berharap dengan kembali bekerja, dirinya bisa melupakan Chloe untuk sejenak.
Sementara itu, Dylan dan Quentin baru saja akan memasuki lobi. Pintu otomatis terbuka ketika keduanya melangkah masuk.
Quentin mencondongkan tubuhnya ke arah Dylan. "Dengar, tentara yang bernama Davis tadi terlihat mengatakan yang sejujurnya, tetapi entah mengapa ada yang aneh dari gelagatnya," bisiknya, "seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan."
"Yeah, memang ada. Dia suka Chloe," jawab Dylan.
"Yeah, aku bisa melihatnya dari caramu memandangnya, tapi kurasa bukan itu. Intinya, kita tidak bisa percaya padanya begitu saja. Mungkin saja ada hal lain yang kita tidak tahu."
*****
Enam jam setelah menghilangnya Chloe
Chloe Wilder membuka kedua mata perlahan, lalu dengan cepat memejamkannya kembali ketika melihat cahaya yang begitu menyilaukan. Matanya kesulitan menyesuaikan cahaya di sekitar. Ia membukanya lagi dengan perlahan, kemudian melihat lampu yang besar di langit-langit ruangan dengan intensitas cahaya yang besar. Ia mengangkat tangan kanan untuk menghalangi pandangan dari cahaya itu. Ketika menyadari sesuatu yang melekat di punggung tangannya, ia berhenti bergerak.
Kedua alisnya bertaut ketika mengamati jarum menancap di punggung tangannya. Benda itu direkatkan oleh plester dan terhubung oleh selang transparan berdiameter kecil. Pandangan gadis itu mengikuti selang tersebut dan menemukan kantong infus di atas kepalanya. Aroma obat-obatan memenuhi indra penciumannya, meskipun tidak menyengat.
"What the hell?" bisiknya.
Panik, Chloe memaksakan diri untuk duduk tegak meskipun secara perlahan. Ia mengerang ketika seluruh tubuhnya terasa berat. Lipatan dalam tangan kirinya berdenyut, Chloe meringis ketika melihat kain kasa dan plester melekat di sana. Lipatan tangan kanannya juga ditempel plester, tetapi tidak menimbulkan rasa nyeri. Lalu, gadis itu mengamati pakaian yang dikenakannya. Ia tidak lagi mengenakan sweater rajut dan jeans, melainkan pakaian pasien rawat inap berwarna biru muda.
Kilasan peristiwa berkelebat di kepalanya. Chloe ingat ketika seseorang menyeretnya kasar, menutup mulutnya dengan kain dan membungkus kepalanya dengan semacam kain berwarna gelap, membuatnya kesulitan untuk berteriak dan melihat. Sekuat apa pun ia mengeluarkan tenaga, menggeliat dan menendang-nendang kakinya ke udara, segalanya sia-sia.
Setelah semua itu berakhir, tubuhnya direbahkan secara kasar, beruntung matras yang mengenai punggungnya cukup empuk. Chloe dengan cepat duduk tegak dan hendak melompat dari ranjang, tetapi beberapa orang menahannya, mengikat tangan dan kakinya di sisi-sisi matras.
Chloe mendengar suara dan pergerakan dari beberapa orang, mungkin sekitar empat atau lima. Salah satunya berucap lirih, "Beri dia Ketamin."
Terdengar suara besi yang saling beradu pelan, seperti seseorang yang sedang mengacak-acak barang, atau justru mencari sesuatu? Setelahnya, Chloe merasakan tekanan yang kuat di lengan kanan atas, seperti ada seseorang yang mengikatnya sangat kencang dengan kain. Lalu, seseorang mengoleskan sesuatu ke lipatan siku tangan Chloe, membuatnya merasakan sensasi sejuk.
Segalanya terjadi begitu cepat, belum selesai Chloe mencerna apa yang sedang terjadi padanya, seseorang menancapkan jarum suntik di siku kanan bagian dalam, membuatnya berteriak, tetapi teredam oleh kain yang menutupi mulutnya.
Chloe semakin berontak, tubuhnya menggeliat, berusaha melepas ikatan. Lama kelamaan, Chloe merasakan sensasi rileks. Tubuhnya seakan memerintahkan gadis itu untuk berhenti bersikap tantrum. Di satu titik, kelopak matanya terasa berat, tenaganya berangsur-angsur habis. Kemudian, semuanya memudar, suara-suara yang didengarnya meredup bagaikan suara televisi yang dikecilkan hingga senyap. Ingatan peristiwa setelah itu seakan menghilang dari kepala Chloe. Gadis itu tidak mengingat apa pun selain infus dan plester di tangannya. Sekeras apa pun Chloe menggali memorinya, semuanya nihil.
Dengan impulsif, Chloe mencabut infus di tangannya. Sedetik kemudian, ia menyesali perbuatannya. Punggung tangannya terasa nyeri luar biasa. Bahkan, berteriak saja tidak cukup untuk meredamnya. Chloe memejamkan mata dan menggertakan gigi, mengucapkan ribuan sumpah serapah dalam hati akibat perbuatan bodohnya dan mengutuk siapa pun yang membawanya ke sini.
Chloe turun dari ranjang, sedikit limbung akibat keseimbangan tubuhnya yang belum baik. Ia berpegangan erat pada sisi-sisi ranjang medis sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Di ruang rawat inap yang hampir keseluruhannya berwarna putih itu hanya terdapat brankar, nakas, serta lemari penyimpanan tinggi di ujung ruangan. Chloe sendirian di sana. Kepalanya terasa nyeri, pandangannya berkunang-kunang, tulang dan otot di tubuhnya seakan melunak sehingga untuk melangkah pun sulit, tetapi ia bersikukuh mencobanya.
Tertatih-tatih, langkah demi langkah Chloe lewati hingga dirinya nyaris sampai di sebuah pintu kaca geser dengan label 'Restricted Area'. Ia menyandarkan tubuh di pintu itu sambil mengatur napas, kemudian berusaha membukanya. Tidak ada gagang pintu di sana, sehingga Chloe hanya bisa membelah pintu itu dengan tangan kosong, berusaha memisahkan sisi kanan dan kiri. Luka bekas suntikan infus di punggung tangannya terasa berdenyut.
Gadis itu berteriak sambil berkata. "Help! Somebody!"
Kedua matanya memburam akibat air mata. Teriakannya berganti menjadi tangisan putus asa. Tenaganya nyaris habis, tubuhnya semakin merosot. Tiba-tiba, pintu kaca otomatis terbuka, membuat Chloe yang semula bersandar terjatuh dalam posisi telungkup.
"Oh my God, Chloe!" lirih seseorang di depan pintu. Sosok itu kemudian berjongkok untuk membantu Chloe berdiri.
Chloe terlalu lemah untuk berdiri, bahkan untuk mendongak pun ia harus berusaha keras. Gadis berambut merah itu senang bukan main. Seseorang yang ada di hadapannya adalah sosok yang begitu familier. Chloe membuka mulut, hendak mengatakan sesuatu, tetapi kelopak matanya terasa semakin berat. Perlahan, segalanya memburam. Suara seseorang yang membantunya pun terasa membingungkan, saling susul menyusul kemudian redup dan hilang. Saat itu pula, semuanya kembali menggelap.
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
5 Mei 2022
Ketamin adalah salah satu jenis obat bius total (anestesi umum) yang diberikan untuk menghilangkan kesadaran pasien yang akan menjalani suatu prosedur medis. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu sinyal di otak yang berperan terhadap kesadaran dan rasa sakit. Dibandingkan obat bius lain, Ketamin memiliki efek yang lumayan cepat.
*****
Maaf banget update-nya super telat, karena dari H-1 lebaran aku bulak-balik ke luar rumah terus dan begitu pulang antara aku kecapekan atau malah migrain (maklum, kalo ketemu banyak orang social energy-nya cepet abis lol, tapi seneng sih), jadi baru nyempetin revisi + update sekarang. Terus harus tunggu-tungguan ilustrasi dulu sama ilustratorku. Spesial bab ini jumlah words-nya 2000++, setara kayak 2 bab kurang dikit. Tadinya mau dijadiin double, tapi ternyata masih bisa digabungin🤗
Semoga vibes lebarannya belum abis. Aku mau minta maaf kalau ada salah kata ataupun perbuatan. Selamat Idulfitri untuk semua pembaca Avenir yang merayakan, mohon maaf lahir batin. Semoga ibadah kita sebulan ke belakang diterima oleh Allah, tetap istiqamah, dan semoga kebaikan selalu menghampiri kita semua . Aamiin🤗❤️🙏
Anyway, judul bab ini berasa judul album band metal ya😩😭 Dan barangkali ada yang lupa soal Davis dan anjing pomeranian, kalian bisa balik lagi ke part 2-7 ya!
Sekalian mau ngasih tau, buat yang kemaren mau peluk Avenir pertama versi cetak, sekarang udah ready di Shopee/Tokped Euphoria Publisher, mereka mulai open order lagi tanggal 6 Mei. Kemaren nyisa 8 eksemplar (nggak tau juga kalo udah berkurang lagi, soalnya kemaren banyak pembaca di IG-ku yang nanyain juga). Buat yang mau ngamanin stock-nya, bisa langsung checkout aja lewat link ini: linktr.ee/NatWinchesterrr
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro