Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2-18 | Impostor

"I wish you are here. We can kick his ass together!"

"Terserah." Chloe mengakhiri perdebatannya dengan Dylan. Keduanya tidak saling melontarkan argumen selama beberapa detik. "Jernihkan pikiranmu terlebih dahulu dan kembali padaku setelah kau mendapatkan cara menemukan Quentin tanpa bantuan Davis." Gadis berambut merah itu berbalik badan dan berjalan menjauh dari Dylan, menembus kerumunan manusia di lobi lantai satu.

Di satu titik, ia berhenti berjalan. Chloe menunduk dan mendesah pelan, kemudian mengusap wajah dan menyibakkan helaian rambut merah panjangnya. Gadis itu berbalik badan, mencari presensi Dylan yang rupanya sudah menghilang entah ke mana. 

"Apa sih yang ia pikirkan?" sungutnya, "ia bahkan tidak pergi menyusulku."

Tentu Chloe merasa jengkel setengah mati, tetapi ia merasa emosinya sungguh tidak rasional. Dirinya sendiri yang menyuruh Dylan pergi dan menjernihkan pikiran. Lalu, apa yang ia harapkan sekarang?

Tidak mau terlalu ambil pusing, gadis itu memutuskan untuk kembali ke kamar. Chloe melangkahkan kedua tungkainya menuju lift, kemudian berhenti dan menekan tombol panah yang mengarah ke atas. Ia bersedekap sambil mengetuk-ngetuk kaki kanannya ke lantai. Angka tiga tertera di atas pintu, menandakan lift masih berada dua lantai di atas. Tidak ada cara lain selain sabar menunggu.

Karena bosan, Chloe meneliti pintu lift berlapis cermin di hadapannya. Tanpa sengaja, Chloe menangkap figur seorang pria yang berdiri menghadapnya di antara manusia yang berlalu-lalang, jauh di belakangnya. Ia tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana rupanya dikarenakan bayangan yang terpantul di permukaan pintu mengalami distorsi. Namun, Chloe mengingat sosok itu. Janitor cap dan seragam biru-hitam yang dikenakannya masih sama.

Bulu halus di tengkuknya mendadak berdiri ketika melihat sosok itu berjalan menghampiri. Bunyi 'ting' mengalihkan atensinya, kemudian pintu otomatis terbuka. Gadis itu bergegas masuk ke dalam lift yang kebetulan sedang kosong, kemudian menekan tombol nomor empat. Di kejauhan, petugas kebersihan tersebut masih berjalan menuju ke arahnya, tetapi sama sekali tidak mempercepat langkah hingga pintu otomatis tertutup kembali. Akhirnya, lift membawa Chloe naik ke lantai empat, ia mengembuskan napas lega, rupanya pria misterius tadi tidak bermaksud mendatanginya.

"Mungkin aku terlalu paranoid," gumamnya sambil menyibakkan helaian rambut panjangnya.

Bunyi 'ting' kembali terdengar. Pintu otomatis terbuka, Chloe sampai di lantai empat dan berjalan menelusuri lorong yang cukup panjang. Berdebat dengan Dylan membuatnya haus. Gadis itu berhenti di depan dispenser air minum yang diletakkan di salah satu sisi dinding.

Siapa pun yang memiliki ide meletakkan persediaan air minum di setiap lantai, dirinya pantas mendapatkan penghargaan. Bahkan jika bisa, Chloe ingin mengucapkan terima kasih secara langsung. Berkatnya, gadis itu tidak perlu turun ke kafetaria hanya untuk mengambil minum.

Gadis berambut merah itu mengambil gelas plastik dan mulai menuangkan air mineral ke dalam sana. Ketika sedang minum, pintu lift di kejauhan kembali terbuka. Di tengah lorong yang sepi, terdengar decitan sol karet dari boots yang bergesekan dengan lantai. Chloe menoleh sedikit, mendapati petugas kebersihan yang tadi dilihatnya berjalan mendekat. Cukup aneh, untuk apa pria itu mengikutinya ke lantai yang sama?

Ya, mungkin saja pria itu mendapatkan tugas untuk membersihkan lantai empat.

Sambil minum, Chloe memicingkan mata, mengamati kedua tangan petugas kebersihan itu. Ia tidak membawa pel, ember, ataupun alat-alat kebersihan lainnya. Jantungnya kembali berpacu. Chloe meneguk air mineral secepat mungkin, kemudian melempar gelas plastik ke tempat sampah dan berbalik badan, berjalan cepat menuju kamarnya.

Suara boots yang berdecit semakin terdengar jelas. Sesaat Chloe berpikir, jika petugas kebersihan itu berniat jahat, ia tidak boleh membiarkan pria itu mengetahui di mana kamarnya. Maka, Chloe berbelok ke koridor yang berlawanan arah dengan ruangan tempat tinggalnya, kemudian bersembunyi dengan bersandar pada tembok.

"Dylan," gumamnya pelan. Dengan cepat gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Ia mencari nama pemuda itu di daftar kontak. Namun, sebelum menekan opsi 'call', ia berhenti. "Sial, aku sedang bertengkar dengan Dylan!" umpatnya pelan sambil berbisik.

Chloe memejamkan mata, memutar otak, siapa yang bisa ia mintai pertolongan pada saat-saat seperti ini? Deru napasnya menjadi tak beraturan, debaran jantungnya semakin cepat seiring dengan suara sepasang boots yang kian terdengar jelas.

"Q ...." Chloe mendesah pelan, kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. "I wish you are here. We can kick his ass together!" Gadis itu bermonolog.

Ya, kini Chloe hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Pria itu hanya seorang petugas kebersihan. Chloe pasti bisa menanganinya dengan beberapa jurus taekwondo, 'kan?

Ketika pria itu berbelok, Chloe menerjang tubuh lawan sambil memekik hingga petugas kebersihan tersebut terkunci di tembok seberang. Chloe menempatkan lengan kanannya di leher pria itu, membuat lawannya sedikit tercekik, sedangkan tangan kirinya mencengkeram seragam biru-hitamnya.

Chloe mendesis, "Who are you? And what--ah!" Chloe menghentikan ucapannya ketika petugas kebersihan itu menendang sisi kiri tubuhnya dengan lutut. Paha gadis itu berdenyut, ia berjalan mundur.

Tidak gentar sedikit pun, pria itu berjalan mendekat. Chloe merunduk dan berputar, mengarahkan tendangannya ke kaki lawan, tetapi tidak berhasil membuatnya jatuh. Gadis itu berdiri tegak, lalu mengarahkan tinjunya pada wajah pria itu, tetapi lawannya merunduk dengan gesit. Serangan Chloe meleset.

Chloe mengepalkan kedua tangan dan melakukan double punch, tetapi petugas kebersihan itu berhasil menahan serangannya hanya dengan telapak tangan. Sesaat, Chloe menyesali keputusannya untuk melawan. Seharusnya, ia tidak boleh meremehkan kemampuan bela diri orang lain, bahkan petugas kebersihan sekali pun. Namun, nasi sudah menjadi bubur, ia tidak bisa kalah begitu saja, apalagi kini Chloe berada di ujung koridor, tidak ada tempat untuk kabur.

Kedua tungkai pria itu sangat kuat, itu dibuktikan ketika Chloe melayangkan tendangan. Menyerang perut pun tidak ada gunanya, pria itu selalu melindungi area itu dengan kedua tangan. Kini, gadis itu mengincar rahang atau dagu, titik lemah semua orang. 

Chloe melayangkan tinjunya beberapa kali, tetapi sedikit ke atas. Pria itu merunduk, melindungi wajah dengan lengan yang bersilangan. Di balik janitor cap yang dikenakan lawannya, Chloe melihat sepasang netra monolid dengan iris cokelat tua dan helaian rambut pirang, meskipun sekilas. Tanpa sadar, petugas kebersihan itu terus berjalan mundur ketika Chloe melayangkan serangan. Gadis itu berputar dan melayangkan high kick, buru-buru pria itu menangkisnya.

Chloe menggeram putus asa, sudah mulai kesal dengan kemampuan bela dirinya yang payah. Gadis itu meninju dengan membabi buta hingga tubuhnya berputar dan sedikit limbung, kemudian jatuh tepat di depan tubuh lawannya. Dengan seringai kemenangan, petugas kebersihan itu berhasil mengunci leher Chloe dengan kedua lengan. Chloe yang panik, memukul-mukul lengan berotot yang mencekiknya.

"Aku tidak percaya kita pernah nekat melawan Sean Grayson dengan kemampuan bela dirimu yang seperti ini," ucap petugas kebersihan itu tepat di telinga Chloe.

Kedua netra Chloe membola, merasa familier dengan suara itu. "What?"

Entah dari mana Chloe mendapat ide untuk menyundul dagu pria itu, yang secara kebetulan berhasil membuat lawannya mengerang kesakitan. Ketika cengkeramannya melonggar, Chloe kembali berputar, melayangkan high kick ke arah kepala atas petugas kebersihan itu. Janitor cap-nya terlepas, mengekspos rambut pirang yang agak panjang jika dibandingkan dengan pria kebanyakan. Ia mengerang, kemudian limbung dan jatuh.

Hening untuk beberapa saat. Chloe masih siaga dalam posisi kuda-kuda taekwondo-nya, tetapi petugas kebersihan itu mengangkat telapak tangan, mengisyaratkan gadis itu untuk berhenti menyerang.

Segalanya terjadi begitu lambat dan sulit dicerna. Chloe tidak melepas pandangannya dari sepasang iris cokelat tua itu. Mata sipit itu, ia sangat mengenalnya. Perlahan, pria itu bangkit, kemudian berdiri di hadapan Chloe. Mulut gadis itu menganga, tidak percaya bahwa dirinya baru saja melawan seseorang yang dicarinya sejak kembali dari dunia portal.

Pemuda keturunan Jepang dengan rambut pirang dan janggut tipis itu tersenyum, menampilkan lesung pipi di kedua sisi. "Tapi kurasa aku berhasil melatih refleks bertarungmu."

Selama beberapa detik, Chloe bergeming, mulutnya masih sedikit menganga. Ya, keadaan fisik pemuda itu banyak berubah, terutama rambutnya yang mendadak berganti warna menjadi pirang. Kini, tubuhnya hampir sekekar Davis. Wajar saja Chloe tidak bisa mengenalinya.

"Q?" bisiknya tak percaya.

Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

21 Januari 2022

*****

Hiyahiyahiyaaaa, akhirnya reunian ✨🎉

Yap, dengan terungkapnya siapa janitor yang ngamatin Chloe terus, berakhirlah phase 2 yang cukup panjang ini. Fyuh~

KENAPA BERJANGGUT? KENAPA PIRANG? Tenang, semuanya akan terjawab di phase 3~ Atau mungkin phase-phase selanjutnya, karena aku seneng bikin kalian penasaran *ketawa jahat*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro