Page 3
.
.
.
Ada yang bilang, rasa penasaran akan membunuhmu. Situasi yang Kumiko hadapi saat ini, sangat merepresentasikan kalimat tersebut. Tapi, mau bagaimana lagi, ia adalah sosok yang penuh akan rasa ingin tahu. Membuatnya terjebak, berhadapan dengan sesuatu yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya sendiri.
Manusia dengan telinga dan ekor rubah.
Ternyata, raungan yang didengar olehnya tadi, bukanlah khayalan biasa. Mata sosok asing tersebut menyipit, memberikan tatapan tak suka sekaligus penuh was-was, tetapi juga sendu. Namun, bukan itu yang menjadi kekhawatiran sang gadis. Sekujur badan yang penuh luka dan bunga mawar berwarna ungu yang jatuh dari penutup kaca, berlumuran tanah.
"H-halo? Apa kau baik-baik saja?"
Kumiko mengangkat suara, memecah ketegangan di antara mereka berdua.
Pemuda dengan telinga rubah itu, mendengkus seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain, "Lagi ... ya? Kau bisa melihatku."
"Eh, apa maksudnya?"
Ia mengerjap, kebingungan akan pernyataan tersebut. Apa seharusnya, Kumiko tidak bisa melihat sosoknya? Lantas, ia menggeleng, berusaha menghilangkan pikiran penuh pertanyaan. Bisa-bisa, kalau keterusan, ia akan sibuk dan mengabaikan sekitarnya.
"Urgh."
"Oh, maafkan aku. Aku akan membantuー"
"Mawar ini adalah milikku! Jangan menyentuhnya sembarangan!"
"Maaf, aku tidak bermaksud kasar ... tapi, kau terluka. Apa kau inginー"
"Tidak usah, aku tidak akan ke rumahmu," sanggah lelaki setengah rubah itu. Ia memalingkan wajah dengan rona memerah sembari kembali merapikan barang-barangnya yang berantakan. Ia lalu melanjutkan, "aku kembali ke sini, bukan untuk merepotkanmu ... lagi."
"Meski, melihat wajahmu, sungguh membuatku senang," gumamnya, berbicara kepada diri sendiri.
Kumiko semakin kebingungan dibuatnya. Bagaimana bisa, sosok itu tahu kalau ia akan menawarkannya untuk diobati di rumah? Dan, lagi? Apa sebenarnya, ia sering mengunjungi desa ini? Berbagai pertanyaan segera memenuhi kepalanya.
"Tunggu, apa maksudnya?"
Sosok itu bangkit.
Helaian rambut ungu mudanya diterpa oleh angin, senyum miris diulas di wajah tampannya. Kumiko tertegun, entah mengapa, dadanya terasa sakit. Sebuah perasaan familiar, tetapi ia tak pernah mengingat bahwa mereka pernah bertemu.
Benar, ia sangat yakin, ini adalah pertemuan pertama mereka berdua.
"Namaku, Kafka."
Rubah itu memperkenalkan diri dan lantas menyentuh pipinya dengan lembut, jari-jemari itu terasa hangat. Kafka kembali membuka mulut, "Seperti biasa, di tiap waktu kita bertemu, kau akan selalu membantuku. Tapi, kali ini adalah kesempatan terakhirku. Kau hanya perlu mengingat namaku."
Di tangannya yang lain, terdapat setangkai bunga mawar ungu. Kumiko menyadari, petalnya tinggal sedikit dan mulai layu. Dibawa oleh ombak kebingungan, Kumiko ingin bertanya, tetapi ia terlalu terpana oleh sosok indah di hadapannya.
"Hiduplah dengan baik. Hargai nyawamu. Jangan bertemu denganku, lagi."
Setelah mengatakan hal tersebut, pemuda setengah rubah itu hilang dari hadapannya. Tak sempat Kumiko menahannya dan ia sudah tak terlihat lagi di pandangan. Dahi Kumiko mengerut, "Orang aneh?"
Sungguh aneh.
Kenapa saat ini, air matanya lolos?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro