Be Our Guest
Jujur saja, Rinka pun tak menyangka Norton mau menerima peran itu. Ia pikir pemuda itu akan langsung menolak dan lari. Maksudnya, ayolah, siapa yang pikir Norton akan menerima peran itu, bahakn untuk sekedar berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Ketika nama Norton yang keluar, Rinka pikir mereka harus membujuknya atau bahkan mengundi kembali.
Norton Campbell, ya, harus mulai darimana, ya?
Sosok yang sulit ditebak,dan bisa dibilang misterius. Yang meski terlihat baik, ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya. Sifatnya sulit ditebak, sesaat ia tersenyum dan ramah, detik kemudian ia cemberut dan murung.
Perubahan suasana hati yang begitu cepat.
Kelakuannya yang nyentrik pun sering mendapat selentingan dari murid di Akademi. Mau yang baik atau pun buruk. Tapi ... dia orang baik, Rinka rasa. Buktinya ia bisa berteman dengan anggota klub detektif.
Melihat Norton yang nampak kesusahan, Rinka pun menarik napas, perlahan menghampiri pemuda itu.
"Hai?", sapanya.
Suara itu pelan, dan lembut, namun dapat membuat pemuda yang tengah duduk bersila itu terkejut, kepalanya ia dongakkan, mendapati Rinka sudah menyeka rok untuk duduk disebelahnya.
"Oh, Marionette."
"Marionette? Well, halo, Touchstone."
Mendengarnya membuat Norton mendengus kecil, yang dibalas dengan tawa pelan Rinka. Sungguh, kebiasaan menyematkan alias kepada nama seseorang ini ... siapa sih yang mulai? Tanpa sadar hal ini sudah menjadi semacam tradisi di Akademi Demori.
"Aku tidak menyangka kau akan menerima peran ini?"
"Oh? Apa aku nampak terlalu kasar untuk bermain peran?"
"Yah, sejujurnya? Bukan terlalu kasar, aku hanya tidak mengira kau orang yang tertarik dengan seni seperti ini."
"Hei, kalau seni itu dapat menghasilkan uang untukku suatu saat, kenapa tidak?"
Jawaban itu terdengar lucu di telinganya, membuat Rinka sedikit mengernyitkan kedua alisnya.
Meski keduanya tidak dekat, Rinka tahu betul Norton itu seperti apa. Ia seorang pengamat yang bagus, bukan tanpa alasan ia langsung ditunjuk menjadi ketua klub drama di tahun pertama sekolahnya.
Norton orang yang ... bagaimana ya cara mengatakannya? Hemat, dan oportunis. Ia juga bukan orang yang sepertinya suka sesuatu yang bertahap, jika ia ingin sesuatu, sebisa mungkin ia akan mencari jalan cepat.
Mencoba bersandiwara dengan harapan suatu saat ilmu itu akan menghasilkan uang bukan hal yang akan Norton lakukan.
Alasan lain mengapa Rinka pikir ia tak akan mau ikut acara penggalangan dana ini. Sangat berbanding terbalik dengan sifat Norton yang ia tahu.
Atau mungkin ... pengamatannya salah? Bahwa Norton di kacamatanya bukan yang sesungguhnya?
Menarik.
"Kesulitan dengan peranmu? Aku bisa membantu."
Rinka pun memulai percakapan baru.
"Tidak? Sejujurnya, bermain peran itu ... cukup menyenangkan. Tapi terima kasih atas tawarannya."
Jawab Norton singkat, matanya melirik kepada si gadis kala kata menyenangkan itu terlontar. Yang dibalas dengan senyum singkat dari Rinka, siswi itu membolak-balikkan naskahnya lagi.
Ya, canggung. Keduanya baru sering bertukar kata semenjak mereka memainkan peran. Rinka sebagai Belle, dan Norton sebagai Si Buruk Rupa. Paham? Peran mereka lah yang membuat keduanya seperti membangun hubungan spesial, hubungan antara dua pemeran utama.
Di ujung aula, terdengar sahutan kencang, suara dari William yang tengah mendalami peran Gaston, dengan Mike di sebelahnya yang tengah mencoba kostum LeFou miliknya.
Rinka tertawa pelan melihatnya. Lagi, ia tak menyangka mereka bisa bermain peran. Rinka paham kalau soal Mike, tapi William? Sangat tak terduga.
Melihatnya, Norton juga tertawa. Sebelum siswa itu membuka mulut.
"Tapi aku butuh seseorang untuk diajak bicara soal naskah dan cerita, dan bukankah penikmat seni peran sepertimu adalah orang yang tepat? Jadi, mau temani aku sebentar?"
Pertanyaan itu sontak kembali mendapat reaksi terkejut dari Rinka, namun dengan cepat ia mengangguk. Tanpa ragu menambahkan sedikit candaan ke dalam jawabannya.
"Tentu, kenapa tidak? Lontarkan semuanya. Be Our Guest, atau lebih tepatnya di kondisi begini ... Be My Guest?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro