Prologue
|| p l a y l i s t ||
Moonlight Sonata — Beethoven • on multimedia
•••••
Prolog
•••••
London, September 1956,
GELAK tawa bajingan di atasnya kian melantang, membuat dia meringkuk ngeri. Revolver yang tertodong tepat di ubun-ubun serasa bakal meletup bila ia bergerak barang sekelumit saja. Selagi hawa musim gugur menggigit tulang, dia telah habis daya untuk sekadar melakukan perlawanan kecil.
"Dasar jalang! Kubunuh kau kalau mereka tak datang," damprat si cecunguk. Tungkainya ditendang keras hingga tubuh ringkihnya terjerembab. Pun rambut keritingnya dijambak bengis, sakit hampir-hampir seperti mau rontok.
Dengan kasar, ia diseret lalu dipaksa melihat ke bawah jembatan Thames. Ditatapnya riak air sungai yang bersiap melahap hidup-hidup. Sedikit senggolan maka ia akan tergelincir, mati disantap panik. "Kau lihat itu? Indah, bukan? Berdoa supaya temanmu datang, atau kulempar kau ke sana." Orang sakit jiwa tersebut terkekeh gembira, senang atas ketidakberdayaannya.
Nyaris sebulan dia disekap bak binatang, barangkali sekaranglah puncak penderitaannya. Belum datang pertolongan atau mungkin tak akan ada yang menolong. Pupus sudah tali asanya.
Sedetik. Lima detik. Sepuluh detik, lalu sejumput pendar harapan mengintip. Walau matanya memburam akibat air mata beraduk peluh, ia bisa melihat massa berdatangan. Siluet mereka kabur, namun dia tahu Autumn muncul menerobos kerumunan, membawa serta polisi. Dia ingin berucap sepatah syukur, namun bibir bengkaknya hanya bisa bergetar tersumpal kain kotor.
Telinganya berdenging; tak dapat mendengar apa-apa, kecuali suara samar teriakan juga caci mencaci. Segala sesuatu pekak sebab bising.
Dor! Dentum senjata api menderu, diiringi jeritan pilu. Cairan kental amis muncrat ke wajahnya, entah darah milik siapa. Lambat laun, pening menggerogoti kesadarannya. Usai sudah.
•••••
— continue to chapter 1 —
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro