9 || Memories 🍁
Beijing, China
Oct, 2018
(Musim gugur tahun lalu)
"Huh,kau menyadariku terlalu cepat," keluh Fa Jia sambil membuang napasnya. Mereka berdua kini tengah ada di sebuah taman, menghabiskan waktu di luar rumah saat akhir pekan.
"Siapa juga yang akan bertingkah seperti itu, Kakakku tidak akan pernah melakukan hal itu," hardik Akira.
"Oh ya? Seperti apa kakakmu ini? Apa dia perempuan yang sangat tegas, manis, berwibawa, misteriu-"
"Yang pasti dia tidak banyak bicara seperti ini." Tidak terlalu sarkas, nada bicaranya hampir normal, hanya ada sedikit penekanan sehingga gadis di depannya bisa merasakan celah emosi yang coba ditahan oleh pria di hadapannya.
"Ah, lagi-lagi aku salah. Sangat tidak pandai menyembunyikan sesuatu ternyata, ya." Fa Jia hanya tersenyum.
"Siapa, kamu, sebenarnya!" tekan Akira, lagi. "Apa yang kamu lakukan pada tubuh kakakku?"
"Tahan dulu, aku ... Juga tidak tahu." Fa Jia hanya menggeleng dan menampakkan wajah sedikit murung.
"Kalau begitu, dimana dia sekarang?"
Bagaimana Fa Jia harus menjawabnya? Sedangkan dia sendiri juga masih kebingungan atas dasar apa dirinya bisa mendapatkan jalan hidup seperti ini.
"Mungkin saja, dia sedang tertidur." Pria di hadapannya hanya menyipit mendengar penjelasan aneh itu.
"Bagaimana caranya kamu bisa ada di sini?"
Bagaimana? Lagi-lagi pertanyaan itu terasa seperti soal hots bagi Fa Jia.
"Aku tidak tahu, aku selalu tiba-tiba terbangun di raga ini."
Akira memerhatikan detail lagi wujud sang kakak, sempat ia berpikir bahwa Fuji hanya sedang bercanda atau berusaha merubah kepribadiannya. Tapi, itu masih terlihat seperti dia, tapi isinya-benar-benar jauh dikatakan seorang Fuji.
"Kau tidak sedang berusaha merubah kepribadian 'kan? Atau hanya mengerjaiku, Jie?"
Orang yang ditanya hanya menunduk pasrah, seakan ucapannya itu tidak dipercayai. Tapi jika dipikir lagi, kejadian ini memang sangat aneh dan mungkin saja hanya terjadi nol koma nol sekian di muka bumi.
"Maaf, tapi aku memang bukan pemilik raga ini yang sesungguhnya, aku bukan kakakmu."
Lagi, kata maaf itu memang bukanlah kata yang mudah diucapkan oleh Fuji. Akira selalu menolak percaya atas teori maupun yang ia lihat dan dengar. Tapi lagi-lagi kenyataan itu selalu menyadarkannya.
"Kau, apa kau monster?" Baiklah, Akira melontarkan pertanyaan yang justru semakin jauh dikatakan masuk akal.
Fa Jia sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. "Hei, apa yang kau katakan?"
"Kau sejenis alter ego, dalam artian kepribadian kakakku yang lain?" tebaknya, masih berusaha meyakinkan kalau yang terjadi sekarang bukan kebenaran.
"Tidak-tidak, aku punya kehidupan sendiri. Aku pernah hidup dalam raga asliku sebelumnya, sangat mirip seperti dia, tapi ternyata, aku bukan dia."
Fakta yang membuat Akira mengetahui Jia adalah sesosok roh adalah pengakuan dari Fa Jia sendiri. Gadis itu menceritakan segala hal yang ia ingat, meskipun belum jelas darimana asal dan siapa dia sebenarnya, selama itu tidak berpengaruh buruk, Akira belum bisa menindaknya.
Akira hanya ingin memastikan kalau Fuji baik-baik saja atas terjadinya kejadian aneh ini.
🍁
Satu bulan berlalu, Akira seperti mendapat hal yang baru, ia seakan memiliki sosok dengan paket lengkap di hidupnya.
"Kemana kau akan pergi setelah lulus sekolah SMA?"
Pertanyaan itu menjadikan awal perkembangan pesat semangat Akira, awalnya ia masih ambang dalam melihat masa depan. Nilai akademisnya tidak terlalu buruk, hanya saja berada standar pada nilai rata-rata, mungkin masih belum cukup jika yang dipilih adalah kampus besar dengan status bergengsi.
Fa Jia memberitahu Akira kalau sebenarnya ia merupakan seorang private teacher murid SMA, dia bisa mengajari Akira kalau dia mau.
"Masih ada waktu dua bulan kurang, kan? Aku akan mengajarimu sebelum tes perguruan tinggi dilaksanakan."
Mendengar hal itu tentu saja membuat Akira mengangguk dengan antusias. Ia bersedia belajar giat jika ada yang mau membantunya. Dan benar saja, Fa Jia sangat ahli dan membuatnya mudah memahami soal-soal yang di ajarkannya.
Tidak hanya soal itu, perubahan juga terjadi di lingkungan rumah-menjadi sedikit terawat dari sebelumnya.
"Kau sangat pandai memasak," puji Fa Jia saat mereka berdua tengah memasak di dapur, Fa Jia tidak pernah menanyakan kemana perginya ibu Akira, rasanya terlalu privasi dan takut menyinggung.
"Kau mau bermain basket? Boleh aku ikut?"
Segala kebiasaan Akira juga mulai dihadiri sesuatu yang baru. Akhir pekan menjadi waktu libur keduanya, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Kadang keluar rumah, ataupun hanya sekedar beraktivitas di dalam rumah, menonton film, contohnya.
"Cerita ini adalah kisah penulis asli loh," sahut Fuji saat bagian akhir film hampir selesai. Keduanya menonton film berjudul You are the Apple of My eyes.
"..."
"Akira?" tanyanya lagi karena pria itu tak kunjung menanggapi ucapannya.
Saat Fa Jia melihat ke arah samping ternyata pria itu tengah menangis pada bagian akhir film kalau ternyata pemeran utama wanita menikah dengan orang lain yang tidak dimunculkan sebelumnya pada bagian cerita, terlebih sang pemeran utama pria juga ikut hadir dan ikut melontarkan senyuman pada pengantin wanita dalam acara pernikahan tersebut.
"Ternyata, kau sangat cengeng ya," ledek Fa Jia.
"Kamu tidak menangis, Jie?"
"Aku di pihak wanita, untuk apa menangis? Kan sudah bahagia." Dengan santainya Fa Jia menjawab demikian.
"Bagian ini kau sama dengan kakakku, tidak punya hati." Akira menghapus jejak air matanya dengan kaus yang ia kenakan.
"Jangan salah paham, sebenarnya akupun akan menangis, hanya saja nanti malam. Biasanya saat hendak tidur."
"Cih, ayo lanjutkan dengan film horor," saran Akira.
Dengan cepat Fa Jia menggeleng. "Tidak mau"
"Ayolah, kau takut?"
"Aku tidak terlalu suka dengan backsound-nya, kurang mengenakan di telinga. Lebih baik film suspense!"
"Kau tidak suka adegan jumpscare dalam film horor tapi suka genre suspense?"
"Ya." Fa Jia mengangguk dengan mantap.
"Bahkan itu lebih mengagetkan dari pada kemunculan hantu."
"Sulit menjelaskannya, tapi-"
"Aku sudah memutuskan untuk memilih film ini, aku tidak meminta pendapatmu soal pilihannya. Aku ingin menghilangkan rasa sakit hati karena film tadi."
Sepanjang film berjalan, Fa Jia sangat terlihat tidak menikmati sama sekali. Berbeda dengan Akira, pria itu sangat fokus dan ikut berekspresi geram saat komplikasi cerita bermunculan.
Fa Jia memeluk lengan Akira kala hantu menampakkan diri dibarengi suara musik latar belakang yang menyeramkan.
"Bisa tolong matikan saja? Kenzi."
"Aku sdng menikmatinya, ini menyenangkan sekaligus mendebarkan."
"Tapi aku benci tampilan hantunya, hanya emosi yang mereka tunjukan pada raut mukanya."
"Kalau begitu tetap seperti itu saja, kau bisa mengintip saat hantunya sudah tidak ada."
Hari itu sudah malam, tanpa sadar Fa Jia tertidur dalam dekapan Akira hingga film selesai. Ada sesuatu yang aneh kala Akira memandang gadis itu, ia hampir sepenuhnya menganggap kalau gadis ini bukan kakaknya hingga lupa soal siapa sebenarnya pemilik tubuh aslinya.
Akira terus memandangi gadis itu hingga tenggelam sendiri bersama pikirnya. Pria itu .erapikan anak rambut yang menghalangi rupa cantik itu kebelakang telinga, pria itu juga mulai mempersingkat jarak wajahnya pada wajah Fa Jia, seakan hendak mendaratkan sebuah kecupan pada pipi sang kakak.
Hingga sebuah dehaman dari arah pintu membuat Akira melonjak kaget.
"Sejak kapan ayah ada di sana?"
🍁
"Lelucon apa itu?" tanya sang ayah kala sesi intograsi empat mata dilakukan. Akira menjelaskan semua tentang Fa Jia, ia sudah menduga ayahnya pun tidak akan semudah itu percaya.
"Dia bukan kakak, sejak pagi itu," jelas Akira lagi. Beberapa kejadian sebulan kebelakang pun ia ceritakan untuk menambah keyakinan Ryuji.
"Jadi, karena alasan itu kau melakukan hal tadi?"
Akira menatap ayahnya,
"Hal apa?"
"Kita sama-sama lelaki, aku mengerti. Tapi dia tetap kakakmu. Jangan gila, Akira."
"Maaf, aku tidak akan mengulangi. Aku hanya...."
"Dia kakakmu, mau bagaimanapun, sejauh apapun, dia tetap kakakmu!"
🍁🍁
Salam Hangat
玫瑰🥀
10/09/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro