Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4 || Carelessness🍁

"Kau pernah membawaku ke psikolog, 'kan? Apa yang mereka katakan?"

Akira terkejut atas serangan pertanyaan dari kakaknya, bukan soal kesehatan Fuji, tapi ia belum siap untuk memberitahukan yang sebenarnya. Bahkan rencananya untuk memunculkan sosok Jia kembali pun belum memiliki tanda-tanda sedikitpun.

"A-anu, itu ...."

"Ah, sudahlah, lupakan apa yang kukatakan barusan. Di mana kau menaruh gula?" Fuji menginterupsi sendiri jawaban yang ia minta.

"Di kantung belanjaan dekat rak, aku belum mengeluarkannya. Tadi baru belanja bulanan ...."

Fuji melenggang dari hadapan Akira, ia pergi ke arah dapur untuk membuat secangkir teh hangat. Entah mengapa dirinya menjadi ragu menanyakan hal itu, jika seandainya ada sesuatu, maka hubungannya dengan Akira akan semakin jauh terlibat. Ia malas jika harus berurusan dengan anggota keluarganya.

Sedangkan di dalam kamar, Akira tengah dilanda kegelisahan. Cara apa yang harus ia gunakan untuk merahasiakan identitas Fa Jia yang kala itu sempat memasuki raga kakaknya. Singkatnya, ia masih punya harapan dari janji yang dinanti wanita misterius itu.

Akira menemukan sebuah ide, ia akan berbohong soal diagnosis sang kakak dari hasil pemeriksaan dokter yang pernah dikunjunginya. Akira memindai kertas rumah sakit yang ia ambil dari laci lalu merubah beberapa bagian isinya dan mencetaknya ulang.

"¹Duibuqie, Jiejie." (¹Maaf, Kak.)

🍁🍁🍁

Beijing, China
Okt 02, 2018

(Beberapa hari setelah kecelakaan Fa Jia)

Pukul tiga dini hari, Akira terbangun dan bergegas ke kamar mandi untuk mengeluarkan sisa cairan metabolismenya. Betapa terkejutnya ia menemukan sang kakak tertidur di atas sofa, saat ia hendak membangunkannya gadis itu justru malah berteriak.

"Lepaskan! Tolong lepaskan aku."

Dengan kondisi tubuh yang bergetar dan mata tertutup rapat, gadis itu mencoba menghindari kontak fisik dari orang yang ada di dekatnya.

"Jie, apa yang terjadi? Ini aku, adikmu."

"Yuhan ²Ge, kumohon hentikan."

(²Gege = panggilan untuk kakak laki-laki.)

"Kak Fuji!" Akira mengguncangkan bahu sang kakak agar gadis itu sadar. Entah mimpi buruk apa yang gadis ini dapatkan tapi Akira baru kali ini melihat Fuji histeris ketakutan seperti itu.

Fa Jia membuka matanya, dengan napas tersengal ia mencoba memahami situasi. Ada seorang lelaki yang kini tengah mengusap bahunya, lelaki di depannya bukanlah orang yang ia dapati pada mimpinya, melainkan adik dari gadis bernama Fuji yang tubuhnya sedang ia tempati sekarang.

"Ada apa, Jie?" tanya pemuda itu. "Kenapa kau tidur di sofa?"

"A-aku memang biasa tidur di sini."

Akira memicingkan kedua matanya, ia merasa keheranan atas jawaban yang ia dapatkan.

"Apa yang mengganggumu?" tanyanya lagi.

"Ah, tidak ada. Aku akan pergi ke kamar sekarang." Fa Jia pun langsung kembali ke kamarnya, sedangkan Akira masih duduk di sana, menatap gamblang gadis yang akhir-akhir ini berubah sikapnya.

Tiba di pagi hari, raut muka Fuji terlihat seperti bukan dirinya. Sepanjang pagi Akira memikirkan keanehan yang dialami kakaknya sejak beberapa hari yang lalu. Ia tidak menemukan air muka ketus yang biasa Fuji tampilkan sepanjang hari. Itu lebih terlihat seperti gadis lain dengan sifat lebih lembut dari kakaknya, juga lebih lemah dari kakaknya.

Akira masih mencoba mengikuti gerak gerik sang kakak. Ia memantau Fuji sebisanya, seperti saat berangkat kerja ataupun pulang kerja. Anehnya, gadis itu berubah pada pagi hari juga malam hari, lalu di tengah-tengah pagi menuju siang hari kadang ia melihat Fuji seperti biasa.

Akira semakin tidak mengerti mengapa perubahan sikap kakaknya naik-turun seperti itu.

Kala itu Fa Jia tengah berjalan di trotoar untuk pergi ke stasiun. Seekor kucing tiba-tiba menyebrang ke tengah jalan, sebuah mobil box tengah melaju dengan kecepatan kencang, sang sopir yang melihat pergerakan kucing tersebut langsung menekan klakson dan menimbulkan suara nyaring.

Bukan terkejut karena suara yang ditimbulkan dari mobil, Akira justru menjatuhkan sepedanya lalu menghampiri sang kakak yang kini tengah terduduk di trotoar sambil menutup kedua telinganya. Belum sempat Akira bertanya ada apa gadis itu sudah ambruk duluan, dengan cepat pemuda itu langsung membawanya ke rumah sakit terdekat.

"Mengapa aku di sini?" tanya Fuji yang kini tengah terbaring di ruang UGD.

"Kau pingsan saat di jalan tadi," jawab Akira yang kini masih mengenakan seragam sekolah.

"Astaga, mengapa tubuh ini merepotkan sekali," gumam Fuji pada diri sendiri.

"Aku sudah menghubungi atasanmu, istirahatlah dulu. Biar yang lain menggantikan pekerjaanmu dulu."

"Bocah sepertimu tahu apa soal dunia kerja, enyahlah." Lihatlah Fuji yang sekarang, perubahan itu benar-benar hampir tidak masuk akal. Akira semakin dibuat bingung oleh segala sikap kakaknya.

"Aku memang tidak tahu seperti apa pentingnya pekerjaanmu. Tapi aku tahu kondisimu tidak baik-baik saja, kau bahkan terlihat aneh beberapa hari ke belakang. Mengapa harus begitu gila kerja?" kata Akira. Ia tahu pertanyaan itu akan menimbulkan amarah bagi kakaknya, tapi kali ini ia benar-benar tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Bahkan hanya karena suara klakson saja, gadis itu malah pingsan tanpa alasan yang jelas.

"Berhentilah berbicara, urus saja urusanmu."

Fuji kembali beraktivitas seperti biasa, begitu juga Akira yang datang terlambat ke satu jam ke sekolah. Lalu malam harinya, saat Akira selesai tanding basket bersama teman-temannya, ternyata Fuji mengirimkan pesan sejak pukul tujuh tadi.

Benar, Akira sempat pulang ke rumah tadi sore untuk menyiapkan makanan, gadis itu memang belum pulang. Padahal biasanya ia pulang lebih awal di hari Jumat. Karena merasa cemas, Akira pun langsung menelpon kakaknya.

"³Nihao," sahut seseorang di ujung sana.

(³Halo)

"Kenapa, Jie?"

"Bisakah kau menjemputku? Ini hampir pukul sembilan malam dan aku terlalu lemas untuk berjalan di sisi jalan raya. Kejadian tadi pagi masih teringat dibenakku."

Tanpa pikir panjang Akira langsung mengakhiri panggilan dan pamit pada teman-temannya. Ia langsung menuju tempat kerja Fuji dengan akses kereta.

Fa Jia hanya duduk di salah satu kafe di sisi kantor perusahaan Fuji. Menunggu seseorang datang untuk menemaninya dalam perjalanan pulang. Kejadian tadi pagi terus terbayang di benaknya, kejadian kala sebuah mobil menghantam keras dirinya dan ia terpental lalu terbaring di atas aspal dingin udara musim gugur. Cucuran hangat darah yang keluar dari kepala dan hidungnya masih tercium jelas di ingatannya.

Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan saat mengingat bahwa mungkin saja dirinya yang asli sudah mati sebelum ia terbangun dalam raga orang lain. Apa ini yang disebut reinkarnasi? Sepertinya tidak. Berharap terlahir kembali dengan situasi yang lebih baik, tapi justru ia malah masuk dalam kehidupan orang lain. Itu harusnya jadi masalah, kan? Bagaimana jika Fa Jia mengacaukan kehidupan gadis ini?

Sejak tiga hari yang lalu Fa Jia telah memahami situasi bahwa dirinya kini masuk dalam raga orang lain. Tapi untuk pemicu dan alasannya, ia belum tahu karena apa dan mengapa. Dia juga belum sepenuhnya mengingat identitasnya dengan jelas; selain wajahnya, namanya, kakaknya juga kejadian terakhir yang ia alami dalam masa hidup sebelumnya dalam ingatan yang baru muncul tadi pagi. Lantas apa alasan dia ada di sini?

Seorang pemuda datang dengan peluh yang bercucuran, dapat Fa Jia pastikan pria itu pasti berlari maraton untuk sampai ke tempat ini. Bahu naik turun itu dapat menggambarkannya.

Fa Jia terkekeh pelan melihat raut muka Akira, sedangkan pemuda dihadapannya hanya memandang takjub momen langka itu. Tanpa menunggu waktu lama keduanya langsung pergi dari tempat itu karena malam sudah hampir larut. Fa Jia juga meminta Akira untuk berjalan disampingnya, Akira hanya menurut saja.

"Terima kasih, ⁴Didi." Fa Jia berkata tulus saat mereka tengah di dalam kereta.
(⁴Didi = panggilan untuk adik laki-laki)

"Hmm?" Akira menatap bingung, wanita itu menjadi ramah seketika. Ia benar-benar khawatir kakaknya mengidap bipolar.

Tapi, wanita ini sangat asing. Bahkan ia sedikit canggung untuk merespon. Meskipun hubungan dirinya dengan Fuji juga bisa dikatakan canggung, tapi bagian ini adalah canggung dengan makna lain.

"Namamu, Akira 'kan?" Fa Jia memecah keheningan saat keduanya tengah berjalan di gang kecil hampir menuju rumah.

"Siapa kamu sebenarnya?" Akira langsung menyerang sang kakak dengan pertanyaan yang hampir membuat kepalanya membutuhkan pereda nyeri.

Fa Jia langsung menegang mendengar pertanyaan itu, kecerobohannya berulah lagi.

"Apa kamu ... Alter ego kakakku?" Akira mempersingkat jarak antara keduanya. Jika itu Fuji, gadis itu pasti akan langsung memukul kepalanya atau meninju perutnya. Tanpa disangka gadis yang di hadapannya kini malah memejamkan mata seraya meremas baju kerjanya, seakan sesuatu mengancam dirinya.

"Dubuqie," ucap Fa Jia pelan.

Kata maaf terlontar dari mulut sang kakak, bukan itu yang jawaban Akira inginkan. Sekarang ia benar-benar mencemaskan Fuji lebih dari apa pun. Pria itu berangsur mundur dan mengusap kasar wajahnya.

"Tolong jangan seperti ini, Jie. Kau benar-benar membuatku khawatir."

"Bisakah kita, bicara di rumah saja?" tawar Fa Jia.

🍁🍁🍁

Multiple personality disorder, Akira meng-scan hasil pemeriksaan normal kakaknya lalu dia ubah dan print ulang.

Ia memikirkan alasan apa yang membuat Fuji mengetuk pintu kamarnya. Mungkinkah ia merasakan keanehan pada dirinya? Ataukah justru Jia kembali dengan adanya pertemuan antara kakaknya dan pria itu.

Akira mengetuk pintu kamar dan menaruh bekal seperti biasa, tapi sebelum itu ia juga menanyakan keadaan sang kakak.

"Jie, apa kau baik-baik saja?"

Pintu terbuka menampilkan Fuji yang sudah rapi dengan kemeja kerjanya.

"⁵Shénme?" (⁵Apa)

"Itu, kenapa semalam bertanya tentang anu-, apa kau?"

"Aku baik-baik saja."

"Kau yakin?"

"Apa yang mau kau bicarakan, Akira. Katakan saja."

"Ini surat hasil pemeriksaannya, aku pikir Jiejie harus tahu."

"Baiklah, aku berangkat."

🍁

Apa-apaan ini?

Fuji tidak dapat fokus dengan pekerjaannya, di dalam studio ia lebih banyak menghindar dari Zhen Biao dan membiarkan pria itu fokus terhadap pekerjaannya sendiri.

Setelah membaca hasil pemeriksaan itu dirinya sedikit percaya dan tidak percaya. Mengingat dirinya kala itu yang tiba-tiba sudah dalam perjalanan menuju kantor, kadang memakai baju yang bukan style-nya, kadang melakukan hal yang tidak biasa ia lakukan, juga Akira serta sang ayah yang lebih terlihat tidak sungkan untuk bicara padanya.

"Emm, Fuji. Apa kau yakin tidak mengenalku, Lian atau orang lain yang ada di sini sebelumnya?" Kai Wen datang sambil membawa sebuah minuman dalam genggamannya untuk diberikan pada Fuji.

"Apa yang kau bicarakan?" tanya gadis itu.

"Maaf lancang, tapi aku dan Lian masih mengira bahwa kau adalah Fa Jia, aku bertanya karena kau sangat mirip dengannya. Jadi ada kemungkinan kalau Fa Jia sebenarnya belum meninggal kala itu, dan kau hanya menyamar sebagai orang lain setelah kecelakaan pertengahan musim gugur tahun lalu."

Fuji menaikan sebelah alisnya, seakan mengejek teori aneh yang dilontarkan pria di depannya. "Astaga, aku adalah diriku sendiri, bahkan saat tanggal yang kau bicarakan aku tengah mengerjakan proyek hotel di pantai utara, yang benar saja aku jadi dua orang yang berbeda sekaligus."

"Tapi, kemarin kau sungguh aneh. Kau mengatakan kalimat yang biasa Fa Jia katakan. Kau hanya hilang ingatan, kan?"

🍁🍁🍁

To be continued ....

🍁🍁🍁

Note :

Multiple Personality Disorder (kepribadian ganda)
Suatu gangguan yang ditandai dengan adanya dua atau lebih status kepribadian yang berbeda. Biasanya merupakan suatu reaksi terhadap trauma sebagai cara untuk membantu seseorang menghindari kenangan buruk.

Bipolar
Suatu gangguan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati mulai dari posisi terendah depresif/tertekan ke tertinggi/manik.

🍁🍁🍁

Salam Hangat
玫瑰🥀

30/07/2021

Happy international friends day ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro