10 || Change 🍁
⚠️️Trigger warning⚠️
(Jaga-jaga aja)
-Part ini penuh narasi-
🍁🍁🍁
Terlalu apik, Lian Zhang membatin. Berpikir untuk bunuh diri dari niatnya saja sudah terhalang satpam, Shanghai tidak ada bedanya seperti Beijing.
Benar, selain bersih dari sampah, satu hal yang unik di negaranya ini adalah-setiap jembatan baik di sebrang kiri maupun kanan itu dijaga oleh security. Berhubung tingkat bunuh diri di negara ini tinggi, untuk mencegah tindakan melompatnya orang-orang depresi, mereka mengadakan hal demikian.
Baiklah, tindakan pemerintah yang satu itu berhasil dengan tujuannya. Salah satunya yang tengah dirasakan Lian kali ini, hanya bersepeda di sisi jalan raya demi mencari sesuatu yang entah dengan cara apa bisa ia dapatkan.
Sebuah ketenangan, ketenangan yang didambakan jiwanya yang tengah hilang.
Dia ... Kehilangan arah.
Tidak bisa pungkiri rasa bersalahnya tidak dapat dihilangkan sedikitpun, semuanya malah semakin besar ketika fakta-fakta itu bermunculan. Jika ada program daily complain dalam kehidupan, mungkin yang mendengarnya pun akan kelewat bosan jika yang ada dalam hati dan kepalanya hanya umpatan-umpatan kebodohan serta kalimat penyalahan diri yang tak kunjung ada habisnya.
Jika saja Lian Zhang bisa menganggap hal yang telah berlalu selesai pada titiknya begitu saja, ia pun ingin begitu. Ia ingin lupa, ia ingin memiliki kehidupan normal seperti biasanya tanpa perasaan buruk seperti ini.Setiap hari, jam, menit bahkan detik; ketenangan itu serasa telah direnggut dari hatinya setelah semua hal buruk itu terjadi. Meski orang lain berkata, takdir itu bukan salahnya, tapi pikirannya sendiri selalu dihantui bayang-bayang ketidaktahuannya.
Lian juga merasa dirinya sudah terlalu jauh melibatkan banyak orang terhadap masalahnya. Seperti apa yang dikatakan Fuji, gadis itu benar, ia tidak seharusnya membawa penderitaannya ke pundak orang lain. Ia harus bisa mencoba terlihat tegar, terlihat baik-baik saja, juga terlihat telah mengikhlaskan sesulit apapun caranya.
Ia harus bisa berdamai dengan diri sendiri, tujuannya pergi kemari bisa digunakan untuk merubah diri, menenangkan diri, juga memperbaiki kelemahan diri.
Sehari sebelum kembali ke Beijing. Lian berusaha melewati tempat kecelakaan Fa Jia kala itu, meski dengan kondisi tubuh yang sedikit gemetar, ia mampu melewatinya. Ia tidak ingin menjadi pengecut lagi, langkah awal yang harus ia lakukan saat ini hanyalah melawan sumber traumanya, kemudian mengontrol diri untuk memperlakukan orang-orang disekitar dengan sewajarnya.
Kunci dari semuanya hanyalah ikhlas, 'kan?
Ikhlas terhadap takdir. Kadang jika merenungi soal hal itu, Lian selalu berpikir...
Jika segala hal merupakan sebuah takdir, apa dirinya yang kacau seperti inipun merupakan sebuah takdir?
🍁
Jarum jam merapat pada pukul tiga sore, Fuji serta Zhen sudah lama berbincang dengan orang-orang furniture lewat online meeting, sesuai permintaan dari Lian serta timnya. Mereka ingin menggunakan satu merk untuk dekorasi kali ini, jika memang ada yang tidak lengkap, boleh mencari di instansi lain dengan syarat tidak mengacak. Beruntungnya, brand yang digunakan perusahaan Fuji kali ini sangat lengkap dan banyak variasi.
Sudah tiga hari keduanya berdiam diri di studio Wang Entertainment, mereka berangkat dan pulang langsung ke rumah tanpa mengunjungi perusahaan. Selain jadwal pembersihan tempat-melepas beberapa dekorasi lama-juga penyempurnaan desain, mereka juga mulai mematangkan jadwal agar tepat waktu.
Mereka menyesuaikan jadwal dengan latihan anak-anak trainee. Rencananya bagian lantai atas dulu yang akan di rombak, setelah itu baru bagian bawah.
Sebetulnya tidak ada hambatan dalam pekerjaan ini, tapi Fuji malah terlihat sedikit terganggu dengan pekerjaannya. Seharusnya ia tidak bersikap seperti ini, tapi pikirannya soal sang pengurus tempat yang mengajaknya bekerja sama justru menghilang tanpa alasan yang jelas.
Meskipun ada seorang Kai maupun paman Lian yang sering ikut memeriksa keadaan, tetap saja rasanya tidak lengkap jika sang dominan tidak ikut berdiskusi.
Terkadang ia memergoki pembicaraan Kai serta paman Lian yang terngah berbincang. Katanya, pria itu tidak dapat dihubungi selama beberapa hari terakhir. Berarti terhitung enam hari dia tidak ada di sini.
Fuji menjadi khawatir sendiri, ia khawatir pesan yang pernah ia kirimkan pada Lian menjadi alasan pria itu pergi tiba-tiba dari Beijing. Ia takut pria itu frustrasi terhadap yang ia ucapkan lalu melakukan hal tidak diinginkan.
Untuk bagian ini, Fuji tertampar soal kasus ibunya. Bagaimana jika sebenarnya Lian hanya sedang kesepian seperti yang ibunya rasakan. Bukannya dirangkul seseorang tapi malah dipojokan. Bagaimana jika Lian tidak baik-baik saja akibat perkataannya?
"Fuji...."
"..."
"Fuji Nara." Zhen memanggil gadis dihadapannya dengan nama lengkap.
"Ah, iya?"
"Kau kenapa?" tanya Zhen.
"Aku, tidak apa-apa." Fuji menggelengkan kepalanya.
"Kau melamun begitu lama sampai paman Liu pamit pun kau tidak sadar."
"Maaf, aku sedikit kurang fokus," ujarnya seraya memegang kening.
Suara riuh dari lantai bawah mengalihkan fokus ketiganya, Kai Wen yang mendengar itu langsung bergegas menuruni tangga.
Fuji mendengar beberapa teriakan anak trainee menyebutkan nama yang lama tidak disebutkan. Tiba-tiba saja jantung Fuji memompa darahnya lebih cepat. Ada perasaan lega jika benar pria itu telah kembali, baru saja ia memikirkannya, panjang umur jika pria itu langsung kembali ke tempat ini.
Omelan panjang dari Kai Wen bergema di ujung tangga, suaranya semakin lama semakin mendekat ke arah ruang tamu di lantai atas.
"Berhentilah dengan kata-kata itu, aku masih lelah perjalanan, Kai." Lian Zhang mengucapkan satu kalimat yang langsung membuat Kai Wen terdiam.
Kai meninju pelan lengan pria di hadapannya lalu melanjutkan kembali perkataannya. "Setidaknya beri aku kabar, Bodoh. Setelah berangkat menghilangkan begitu saja. Kukira handphone-mu dirampok."
Fuji tersenyum saat melihat pria itu muncul kembali di hadapannya, senyum yang tidak dapat sembunyikan. Seperti baru saja melihat seorang keluarga dekat pulang.
"Ah, ada tamu ternyata."
"Lama tidak berjumpa," sapa Zhen ramah. Sedangkan Fuji kini hanya terdiam. Senyum yang dari sempat tercetak kembali pudar kala mendengar kata 'tamu' yang diucapkan Lian. Padahal tidak ada yang salah, namun pemilihan katanya terkesan sangat asing jika artikan.
"Aku ke sebelah dulu ya, lanjutkan bisnisnya," ujarnya pada Kai.
Melenggang begitu saja, sapaan Zhen yang tadi pun hanya dibalas senyum singkat. Apa yang salah dengannya, pikir Fuji.
🍁
Sehari setelah kepulangan Lian, Fuji dan Zhen masih bertugas di studio Wang Entertainment seperti biasa. Awalnya Fuji mengira Lian yang kemarin hanya kelelahan dan tidak ingin banyak bicara. Tapi sampai hari ini, pria itu masih terus berbicara dan bertindak secukupnya saja.
"Emm.. Lian, tunggu aku mau-"
"Ah, aku ada urusan lain."
Hanya itulah percakapan yang terjadi antara keduanya saat berpapasan. Lian Zhang menghindari Fuji, Lian Zhang sedikit berubah. Maksudnya, bukan hanya sekedar padanya, tapi juga pada lingkungannya.
Sesekali Fuji mencoba lebih aktif berbicara dalam diskusi jika mereka bertemu dalam rapat membahas dekorasi. Kadang juga Fuji terkesan mengakrabkan diri, tetap saja tidak ada respon antusias seperti awal mereka bekerja sama.
Harusnya, ini bukan masalah
Harusnya, Fuji lebih merasa senang sekarang.
Tapi justru, mengapa sebaliknya?
🍁🍁🍁
Salam Hangat
玫瑰🥀
18/09/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro