Story of My Game
“Kotoooooo!!! Lihat apa yang aku dapat??!!!” Aelius berlari sambil mengacungkan ikan salmon yang terikat di tali kayu.
“Grrrr!!! Elllllll!!! Kita dilarang pergi ke Helonia!!! Bagaimana kau bisa pergi kesana?!” omel Kotonoha sambil mengambil sapu kayu. “Allll!!! Ini pasti ulahmu! Keluar kau dari persembunyian!”
“Ahahahahaha!!” Alucard keluar dari balik pohon tak jauh dari tempat Kotonoha berdiri.
“Awas saja kalau aku adukan pada kakek Yarna, kalian akan dihukum!” gerutu Kotonoha.
“Tapi kau tidak akan mengadukan kami kan? Atau kau sudah tidak suka salmon bakar buatanku?” ledek Alucard.
“Wah.. Al.. berarti porsiku lebih besar. Aku yang menangkap mereka semua” seru Aelius bersemangat.
“Tapi, kan aku yang membantumu teleport ke Helonia. Kau hanya lebih pintar memancing daripada aku” Alucard tak terima.
“Dan kau hanya lebih pintar sihir daripada aku” Aelius juga tak mau kalah.
“Oke, kita bagi dua saja” kata Alucard dan Aelius sepakat bersamaan.
“Beraninya kalian mengabaikanku..” Kotonoha memegang sapunya dengan erat.
“BLETAK!!” dua buah pukulan sapu melayang ke kepala Aelius dan Alucard.
“Maafkan kami..” keduanya duduk patuh di depan Kotonoha.
“Sekarang kalian berdua harus menyapu kuil ini sampai bersih” perintah Kotonoha, “Ikan ini aku sita” dia mengambil paksa dari tangan Aelius.
“Baik.. maafkan kami..” jawab Aelius dan Alucard bersamaan.
“Oh sampai lupa. Dilarang menggunakan sihir. Akan aku hukum kalian” tambah Kotonoha senang.
Aelius dan Alucard menyapu halaman kuil dalam diam sementara Kotonoha mengawasi mereka dari beranda kuil sambil sesekali tersenyum melihat polah dua sahabat baiknya.
***
“Kau ingat itu Al?” tanya Kotonoha, dia menatap lelaki di depannya, pemuda kurus dengan sayap kelelawar hitam di berada di punggungnya.
“Koto, aku sangat ingat kejadian ketika kita berumur 12 tahun itu. Tapi sekarang kita sudah besar, kita sudah bisa memilih jalan kita masing-masing. Kita sudah sama-sama berumur 20 tahun, dan aku sudah berubah, aku bukan seperti Al kesayanganmu itu” balas Alucard dingin.
“Aku mohon Al.. jangan pergi..” Kotonoha menahan lengan kanan Alucard dengan putus asa. “Bisakah kita bertemu lagi? aku mohon..”
“Kita lihat saja nanti Koto..” Alucard melepas pegangan Koto dengan lembut sebelum akhirnya dia menghilang menjadi kabut.
Kotonoha sekarang berada sendirian di hutan Cresent. Tepat berada di depan kuil Eidolon berdiri Aelius yang baru saja berteleportasi, dia mendekat perlahan.
“Kau yang memanggilnya lagi?” selidik Aelius.
“A aku.. aku hanya berharap dia kembali mengingat ketika kita bertiga masih bermain bersama,” kata Kotonoha kelu. “Kenapa dia harus berubah seperti itu? Kenapa El?”
Aelius tak segera menjawabnya. Dia memilih untuk menatap hutan Cresent beberapa saat sebelum berbalik menatap Kotonoha. “Aku tak memiliki hak untuk memberitahukan ini kepadamu. Lebih baik kau menanyakannya kepada Uzuriel atau Yarnaros” Jawabnya dingin. lalu Aelius berteleportasi meninggalkan Kotonoha sendirian lagi.
***
“Apa kau menyesal karena memilih cahaya Koto?” tanya Uzuriel.
“Tidak, aku tak pernah menyesalinya,”jawab Kotonoha. “Aku hanya tak tahu, kenapa Alucard memilih kegelapan dan sikapnya berubah dingin kepadaku,”
“Jadi itu yang membuat cahayamu meredup,” gumam Uzuriel, dia membelai rambut Kotonoha dengan lembut. Keduanya terdiam beberapa saat menikmati cahaya bulan di beranda kuil.
“Apa kau masih ingat kenapa kita terpilih menjadi peri penjaga eidolon?” tanya Uzuriel memecah keheningan.
“Karena kita melakukan pengorbanan tertinggi terhadap diri kita demi orang lain” jawab Kotonoha.
“Benar,” jawab Uzuriel. “Dan pengorbanan tertinggi itulah yang memutuskan elemen kita ketika menjadi peri penjaga eidolon, seperti aku yang mendapat elemen angin karena pengorbananku terhadap kedua orang tuaku, menyerahkan kebebasanku demi kebahagiaan mereka. Atau kau yang mendapat elemen cahaya karena kau menyerahkan dirimu sepenuhnya demi kebahagiaan orang banyak.”
“Lalu, apa yang Alucard korbankan sehingga dia harus menjadi kegelapan? Membuatnya menjadi sedingin es. Kenapa dia bisa menjadi peri eidolon?” Kotonoha tetap tak paham.
Uzuriel kembali terdiam sejenak. “Aku akan menceritakannya kepadamu, tapi berjanjilah Koto, kau tak boleh membencinya,” lanjutnya.
“Aku janji,” kata Kotonoha yakin.
“Sebenarnya..” Uzuriel akhirnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Alucard.
***
“Al! kau tak bisa melakukan ini?!” seru Aelius
“Kenapa tidak?! Hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan Koto!” Alucard balas berteriak.
“Tapi tidak dengan cara ini! Apa yang kau harapkan dengan meminta bantuan Reinhart?! Kau hanya menyerahkan nyawamu kepadanya! Kau jangan bodoh!”
“Lebih baik daripada Koto yang mati! Dia sekarat dan jika aku tak bisa menyelamatkannya, lebih baik aku mati bersamanya!”
“Kau tidak boleh berkata seperti itu!”
“Tapi memang itu kenyataannya! Kitsune di dalam tubuhnnya mulai menyerap habis energi kehidupannya. Bahkan kekuatanmu tak bisa menyelamatkannya meskipun kau sudah menjadi peri eidolon. Sementara aku sendiri, aku tak bisa melakukan apa-apa melihatnya sekarat,”
“Kita akan menyelamatkannya bersama, kau belum terpilih menjadi peri, kau bisa mencari jalan yang lebih baik untuk menyelamatkannya”
“Benar, aku bisa mencari jalan yang lebih baik untuk menyelamatkannya,”
“Bagus, ayo kita menemui Kakek Yarna,”
“Tidak, aku akan menemui Reinhart,” sekejap Alucard langsung berteleportasi.
“AL!! sial!” Aelius memukul tembok disebelahnya.
Alucard berteleportasi menemui Reinhart di Kuil Es. Dia bermaksud meminta Reinhart untuk menyelamatkan Kotonoha. Memisahkan Kitsune dari dalam tubuhnya.
“Berani sekali kau meminta bantuanku Alucard,” gertak Reinhart. “Memangnya aku mau menuruti keinginanmu?”
“Aku akan menuruti perintahmu, apa pun itu, meskipun aku harus menyerahkan nyawaku,” tawar Alucard. “Tapi selamatkan Kotonoha,”
“Aku tak butuh nyawamu,” tolak Reinhart. “Tapi aku ingin sesuatu darimu,”
“Apa pun,” kata Alucard tak sabar.
“Aku mau hati dan perasaanmu,” kata Reinhart, “Aku ingin kau merasakan apa yang kurasakan, hatimu berubah menjadi batu.” Alucard terdiam mendengar penawaran Reinhart.
“Kalau kau tak mau juga tidak apa-apa,” tambah Reinhart. “Aku hanya bosan dengan permainan cinta yang selalu mulus. Aku benci hal itu.”
“Baiklah,” jawab Alucard mantap. “Tapi aku harus memastikan dulu kau tidak berbohong. Setelah itu lakukan sesukamu,”
***
“Kenapa dia harus menemui Reinhart? Kenapa dia harus mengorbankan hidupnya demi aku? Kenapa tak membiarkanku mati saja,” tanya Kotonoha, air mata membasahi pipinya.
“Jika Alucard sekarat, aku yakin, kau pasti akan melakukan hal yang sama,” tebak Uzuriel. “Aku benar, kan?” Kotonoha diam tak menyahut.
“Kau tau kenapa Reinhart tidak dibunuh oleh Dewa Aura, dia justru menjadikannya penjaga kuil Es meskipun dia sudah menebarkan banyak teror di dunia,” tanya Uzuriel.
“Aku tak tahu,” jawab Kotonoha.
“Dewa melihat sesuatu di dalam hati Reinhart, sebuah cinta yang sangat suci kepada istrinya, meskipun istrinya telah mati, dia rela menjadi musuh seluruh dunia demi istrinya, dia sangat mencintai istrinya. Dan dewa mengujinya dengan imbalan, suatu ketika istrinya akan dihidupkan kembali. Dia menerimanya tanpa banyak berpikir,” jelas Uzuriel.
“Aku tak pernah tahu itu,” kata Kotonoha.
“Karena itu Koto, yang bisa kau lakukan adalah menerima ujian dari Reinhart atau bagi Reinhart sendiri dia lebih senang menyebutnya permainan,” seru Uzuriel. “Kalau kau bisa menunjukkan kepada Reinhart bahwa kau tulus mencintai Alucard, suatu saat pasti segel hati di dadanya akan terbuka dan Alucard bisa kembali menjadi dirinya yang dulu,”
“Aku tak yakin aku mampu, apa pun yang kulakukan tak bisa merubah hati yang sudah membatu, aku tak tahu harus bagaimana lagi” Kotonoha merasa tak yakin.
“Ingat Koto, sekeras-kerasnya batu, lama kelamaan jika di tetesi air secara terus menerus pasti dia akan retak dan pecah. Kau harus yakin. Kau harus bisa memenangkan permainan cinta yang diciptakan Reinhart kepadamu. Hanya itu yang bisa menyelamatkan Alucard.” Uzuriel memberi semangat.
“Baiklah,” seru Kotonoha. “Terima kasih,” dia memeluk Uzuriel erat.
-The End-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro