Bab 17b
Rich sekarang tahu alasan orang tuanya memintanya datang. Bukan hanya untuk makan malam tapi untuk menyambut kedatangan Romeo. Bisa saja mereka mengatakan kalau kepulangan Romeo tanpa rencana sebelumnya. Namun, ia bisa melihat sendiri bagaimana penyambutan kedua orang tuanya dan sandiwara mereka sungguh buruk di matanya. Meski begitu ia memilih untuk tutup mulut dan meneguk anggur di gelas tinggi.
"Mamaa, aku sangat rindu." Romeo berujar dengan suara manja. Mengecup pipi sang mama dengan suara keras. "Di luar negeri aku sangat kesepian."
Rich mendengkus tidak percaya. "Mana mungkin kamu kesepian dengan barisan perempuan yang mengantre untuk tidur denganmu."
"Hah, jangan salahkan pesonaku. Anggap saja aku lebih beruntung, terlahir lebih tampan darimu," debat Romeo tidak mau kalah.
"Wajah tampan tidak menjamin kesuksesan."
"Yeah, kamu memang pekerja kerasa tapi laki-laki kaku tidak akan pernah menikamti hidup."
"Cukup! Apa kalian akan terus bertengkar? Kita sedang berkumpul sekarang!" tegur Martin pada dua anaknya.
Romeo memeluk sang papa dan duduk di sampingnya. Keduanya terlibat pembicaraan tentang perjalanan, dan juga pengalaman dalam penerbangan.
Selesai memeluk dan mencium anak bungsunya, Africa bergegas ke halaman. Memanggil semua pengawal termasuk Athena. Meminta mereka ke teras belakang karena makanan sudah disiapkan. Semua pengawal memenuhi perintah Africa dan ternganga saat banyak makanan tersaji di atas meja panjang.
"Aku sedang gembira sekarang. Kedua anakku berkumpul. Ayo, makan yang banyak!"
Mereka berbaris rapi, mengambil makanan dengan piring lebar dan duduk di kursi yang sudah tersedia. Athena mengambil spageti, dan semur daging lalu duduk di kursi yang tersisa. Posisi kursi menghadap ke dalam dan dari tempatnya ia bisa melihat Rich yang sedang minum anggur. Laki-laki itu menangkap pandangannya. Mengangkat gelas anggur lalu kembali mengarahkan pandangan pada adik dan sang mama yang sedang bercerita dengan heboh. Athena bisa melihat kebosanan pada Rich dan tidak menyalahkannya. Terbiasa bekerja membuat Rich tidak nyaman duduk berlama-lama tanpa melakukan sesuatu. Sikap serius laki-laki itu sangat bertentangan dengan sang adik.
Athena menyantap makanannya dalam diam, memikirkan tentang sikap Romeo yang jelas-jelas meragukan dirinya. Kalau dibiarkan hal ini akan menganggunya. Ia harus menyiapkan satu rencana untuk membungkam laki-laki itu.
"Aku senang kita semua berkumpul. Bagaimana kalau kita mengadakan party, Mama? Sekedar untuk mengumpukan teman dan saudara?"
Saran Romeo diberi anggukan setuju oleh Africa. "Tentu saja, sudah lama rumah ini sepi dari party. Tapi, bisa'kan dilakukan di sini?"
"Tentu, Mama. Kita tidak harus menyewa tempat. Yang terpenting berkumpul di sini." Romeo menatap Rich yang terdiam dan berkata tajam. "Jangan coba-coba untuk menentang rencanaku, brother. Kamu harus datang dan memperkenalkanku pada Savila. Kalian sudah bertunangan dan aku sama sekali belum pernah berkenalan dengan calon kakak iparku."
"Bukannya kalian sudah kenal lama?" tanya Ricth.
"Hanya sepintas, sambil lalu saja, tapi bukan sebagai calon saudara. Lebih baik kamu bawa dia."
Rich tidak mengatakan apa pun, karena kedua orang tuanya juga mendukung acara ini. Setelah cukup lama berbincang, Rich berpamitan pulang. Sebelum pergi, Romeo berteriak keras pada semua pengawal.
"Akan ada party di rumah ini. Kalian semua diundang, bawa pasangan kalau ada. Kalian bisa tetap bekerja sambil berpesta. Semua orang boleh berbahagia asalkan tetap waspada."
Para pengawal termasuk Samel dan anggota tim yang lain mengangguka antusias. Tidak akan menyia-nyiakan untuk datang ke pesta keluarga Moreno. Romeo mendatangi Athena dan secara khusus membisikkan pesan.
"Bawa pasanganmu, Drake. Aku ingin tahu, perempuan macam mana yang menjadi kekasihmu." Melihat Athena tidak bereaksi, Romeo melanjutkan perkataannya. "jangan bilang kamu tidak punya pasangan? Laki-laki setampan kamu pasti banyak yang suka. Kecuali, kekasihmu laki-laki karena kamu perempuan!"
Athena mengepalkan tangan, melihat Romeo terbahak-bahak. Laki-laki itu jelas-jelas sedang mempermainkannya. Tidak masalah, ia akan membuat perhitungan dengannya suatu hari nanti. Waktu itu akan tiba, tapi sekarang yang lebih penting adalah menyelamatkan penyamarannya.
Kegelisahan Athena tercermin di wajahnya yang kaku. Rich memperhatikannya dan berusaha menghibur.
"Drake, tidak usah terpengaruh adikku. Dia biasa seperti itu."
Athena menoleh dari balik kemudi. "Iya, Tuan."
"Romeo dari dulu terbiasa bertindak seenaknya. Selalu dimanja oleh orang tua kami dan, yah, ingin semua keinginannya dituruti. Mengerti bukan maksudku? Soal pesta saja oreang tuaku setuju tanpa banyak kata."
Rich menghela napa panjang, merebahkan kepala dan menatap jalanan yang lengang. Memikirkan tentang rencana pesta, adiknya, dan banyak lagi.
"Tuan akan datang ke pesta itu?"
Rich mengangguk. "Dengan berat hati tapi aku harus datang. Membawa Savila tentu saja." Ia menoleh ke arah Athena. "Kamu juga boleh membawa kekasihmu, Drake. Aku pun penasaran ingin melihatnya."
Athena mengerang dalam hati, perkara membawa pasangan ini adalah mimpi buruk baginya. Siapa yang harus ia ajak ke pesta? Kalau dirinya dalam versi perempuan, mudah saja meminta tolong pada kedua kakaknya atau si kembar untuk menemani. Masalahnya adalah, dirinya seorang laki-laki yang sudah pasti diharapkan membawa berbeda jenis kelamin.
Tiba di rumah, Athena bergegas menelepon Neo dan menceritakan masalahnya. Terutama pertemuannya dengan Romeo yang berakhir dengan dirinya harus membawa pasangan.
"Laki-laki brengsek! Bisa-bisanya dia mengujiku! Dia jelas-jelas tidak mempercayaiku!"
"Dari mana dia tahu kalau kamu perempuan?" tanya Neo.
"Entahlah. Mungkin karena selama ini dia sudah banyak bergaul dengan perempuan dan meniduri mereka."
"Ehm, bisa jadi. Lalu, apa rencanamu?"
Athena terduduk di atas ranjang, mengusap wajah dan rambutnya. Urusan pesta kali ini jauh lebih pelik dari dugaannya. Ia terjebak dalam masalah remeh temeh tentang pasangan dan sebagainya. Semua gara-gara Romeo.
"Entahlah, aku bingung. Apa sebaiknya di hari pesta aku cuti saja?"
"Ssst, bukan ide bagus, Athena. Kamu melarikan diri, mereka akan curiga. Terutama Romeo itu."
"Lalu! Aku harus bagaimana? Bantu aku, Neo."
"Kapan pestanya?"
"Hari Sabtu ini."
"Mepet juga waktunya, tapi nggak apa-apa. Aku akan membantumu."
Wajah Athena semringah seketika. "Waah, terima kasih. Semoga kamu mengirim agen terbaik untuk membantuku."
"Tentu saja. Aku pun tidak ingin penyamaranmu terbuka. Ngomong-ngomong, kamu tahu apa pekerjaan Romeo?"
Athena mengernyit. "Bukannya dia pengangguran? Rich mengatakan adiknya hanya berfoya-foya."
"Ternyata itu salah, aku curiga foya-foya dan pelesiran itu hanya kedok."
"Kalau begitu, apa pekerjaan Romeo?"
"Kolektor barang-barang seni. Gudang dan galerinya ada di Milan, tapi punya cabang di banyak negara. Percayalah Athena, transaksi seni adalah pekerjaan yang bagus untuk menutupi sesuatu."
"Pencucian uang misalnya."
"Kamu benar sekali. Aku akan menyelidiki lebih lanjut tentang laki-laki ini dan untuk sementara aku harap kamu tetap tenang. Kami akan mengirimkan bantuan."
Athena berbaring di ranjang setelah selesai menelepon. Menatap langit-langit kamar dengan nanar. Hatinya dilanda kebingungan, sebenaranya apa yang sedang diselidiki agency-nya dari keluarga Moreno? Sekilas terlihat, Martin tidak melakukan bisnis berbahaya, begitu pula Rich. Kalau untuk Romeo, itu masih harus diselidiki juga.
Bossnya mengatakan kalau Martin terlibat dalam sesuatu yang berbahaya? Tapi apa? Selama di sini, Martin tidak pernah berhubungan dengan orang-orang yang masuk kecurigaannya, dari mulai keluarga Barney sampai perdana menteri. Kalau begitu? Apa yang sudah dilakukan Martin sampai harus diselidiki? Athena bergulat dengan tanda tanya. Sebagai seorang mata-mata, ia hanya bekerja dan dilarang mengajukan banyak pertanyaan. Dalam kasus keluarga Moreno, mau tidak mau ia menyimpulkan sendiri karena menyangkut kematian orang tuanya.
**
Extra
Gordon berdecak, menatap halaman gelap di depannya. Melirik Samel yang sedang merokok.
"Dipikir-pikir, benar juga kata Tuan Romeo tentang Drake."
Samel menoleh. "Kenapa? Kamu juga sangsi kalau Drake itu perempuan?"
Gordon menggeleng. "Bukan soal itu, tapi tentang Drake yang tidak pernah telanjang di depan kita. Padahal, aku juga penasaran bagaimana bentuk tubuhnya."
Samel berjengit dan bergerak menjauh. "Jangan dekat-dekat."
Gordon ternganga. "Apaa? Kamu pikir aku tidak normal? Hanya karena ingin lihat dada Drake?"
Samel mematikan rokok dan bergegas masuk, membuat Gordon frustrasi.
"Brengsek! Aku masih normal. Hanya ingin lihat Drake bertelanjang dada, itu saja!"
.
.
.
.
Terima kasih bagi yang sudah PO. Penyuka ebook bisa membeli di tanggal 17.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro