Wildest Dream ⭐
[ Hongjoong X Yeosang ]
Kang Yeosang baru menginjak kelas satu SMA ketika ia pertama kali melihat Hongjoong. Awalnya, Yeosang tidak tertarik dengan pria mungil itu. Namun, saat Hongjoong memainkan piano pada pentas seni di sekolah mereka, Yeosang merasakan jantungnya berdebar begitu saja. Aneh.
Sejak saat itu, Yeosang diam-diam menjadi pengagum rahasia seorang Kim Hongjoong. Mereka tidak sekelas, kalaupun iya, Yeosang yakin ia tidak berani untuk mengajak Hongjoong kenalan. Ia hanya mampu melirik Hongjoong ketika pria itu berjalan dikoridor, atau mengintip dari jendela ruang musik saat Hongjoong duduk memainkan piano.
Teman-teman Yeosang tidak ada yang tahu bila si lelaki Kang menyukai Kim Hongjoong, Yeosang juga tidak ingin memberitahu. Untuk apa? Toh, ia dan Hongjoong bukan siapa-siapa.
Sampai akhirnya kenaikan kelas pun tiba, lagi-lagi, Yeosang dan Hongjoong tidak berada dalam satu kelas yang sama. Tetapi, Yeosang menemukan fakta bahwa ia berada dalam satu kelas yang sama dengan Jeon Soyeon, kekasih Hongjoong.
Hidup Yeosang terasa seperti neraka. Kemana saja dirinya? Kenapa ia baru tahu kalau ternyata Hongjoong sudah punya pacar? Yeosang bukan seorang pembenci, tetapi ia membenci dirinya sendiri.
Keadaan menjadi semakin buruk, Hongjoong mulai terang-terangan menunjukkan kontak fisik dengan Soyeon. Tentu saja tidak ada yang melarang, tetapi Yeosang menjadi berang. Cepat atau lambat, ia harus bertindak.
Di suatu hari ketika sekolah sudah usai, Yeosang menyempatkan diri untuk mengunjungi ruang musik. Dan ia menemukan Hongjoong disana. Yeosang sempat ragu, haruskah ia masuk ke dalam lalu mengatakan isi hatinya? Dan Yeosang melakukannya. Tanpa mengetuk, tanpa permisi, ia menerobos masuk ke dalam dan berdiri dihadapan Hongjoong. Kekasih Soyeon itu menatapnya dengan alis menukik dan bibir setengah terbuka.
Yeosang jadi ingin menciumnya.
Sialan, pikiran mesum itu datang disaat yang tidak tepat. Jadi, sebelum pikiran Yeosang berubah semakin liar, ia mengeluarkan amplop putih dari dalam tasnya kemudian Yeosang sodorkan pada Hongjoong. Ketika Hongjoong menerimanya, Yeosang berlalu begitu saja tanpa mengatakan apapun. Tetapi, Hongjoong pasti sudah melihat kedua pipi Yeosang yang memerah.
Sejenak, Yeosang menyesal telah melakukan hal paling konyol dalam sejarah menyatakan perasaan, yaitu dengan surat cinta. Siapa yang menulis surat cinta di era serba modern ini? Benar, Kang Yeosang yang bodoh dan naif.
*****
Keesokan harinya, Yeosang sama sekali tidak keluar dari kelas, sekalipun di saat jam istirahat. Yeosang takut jika ia bertemu dengan Hongjoong, ia akan bertindak di luar batas, seperti kemarin.
Yeosang baru meninggalkan kelas ketika hanya tersisa dirinya seorang, ia cepat-cepat melangkah untuk mencegah kemungkinan terburuk yaitu bertemu Kim Hongjoong.
Tetapi hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginan Yeosang.
Tangannya dengan cepat ditarik hingga Yeosang tersadar bahwa ia sudah berada di dalam gudang dengan Hongjoong berdiri dihadapannya.
"Hai."
Yeosang tidak mampu menjawab, tangannya gemetar dan kedua kakinya mengambil langkah untuk segera pergi.
"Aku sudah membaca surat darimu kemarin." Hongjoong tersenyum, tidak ada gurat marah maupun jijik pada wajahnya.
"Kau tidak seharusnya membaca surat itu."
"Kenapa?"
Yeosang mengumpulkan segenap keberanian untuk menjawab, "Karena itu merupakan sebuah kesalahan. Kita tidak saling mengenal dan aku...aku minta maaf. Anggap saja kita tidak pernah bertemu--"
"Kita pernah bertemu."
Yeosang mendongak, menatap Hongjoong yang masih tersenyum.
"Kita bertemu di ruang musik, kau mengintipku dari ujung jendela ketika aku bermain piano. Dan kau selalu melakukan itu. Aku kira, awalnya kau adalah orang iseng. Tapi ternyata, kau kembali mengintip pada hari-hari berikutnya. Oleh sebab itu, aku selalu pergi ke ruang musik sepulang sekolah. Bukan untuk bermain piano, tetapi untuk menunggu kedatanganmu, Yeosang."
Jadi, selama ini Hongjoong mengetahui keberadaan Yeosang? Hongjoong bahkan mengetahui namanya! Ini luar biasa dan sama sekali tidak Yeosang duga.
Sebelum Yeosang sempat berlari keluar dari gudang, Hongjoong lebih dulu mengambil langkah mendekat dan tubuh Yeosang melemah begitu saja. Hongjoong menciumnya, membingkai wajah Yeosang dengan tangan kanan sementara tangan kirinya menghimpit Yeosang pada dinding.
Seseorang tolong beri Yeosang napas buatan sekarang.
"H..Hongjoong...bagaimana dengan...Soyeon?" Ucap Yeosang tersengal-sengal.
"Don't think about her, just us."
Dan jika seseorang mampu memberi Yeosang napas buatan, orang itu adalah Kim Hongjoong.
*****
Tidak ada yang berubah dari hidup Yeosang, kecuali kebiasaan dirinya yang kini tidak lagi mengintip Hongjoong di ruang musik sepulang sekolah. Karena keduanya punya tempat baru untuk menghabiskan waktu bersama.
Gudang.
Yeosang akan diam-diam masuk ke dalam gudang dan Hongjoong sudah menunggunya terlebih dahulu. Kemudian, lelaki Kim itu akan menghimpit tubuh Yeosang dan menciumnya. Hal itu terjadi setiap hari, setiap pulang sekolah, mereka berdua akan bertemu di dalam gudang dengan bibir Hongjoong yang mencumbu Yeosang.
Berawal dari ciuman, keduanya menginginkan lebih. Dan pertahanan diri Hongjoong runtuh ketika Yeosang secara sukarela memberi Hongjoong seks oral untuk pertama kali. Hongjoong tidak pernah merasakan hal ini dengan Soyeon. Ia merasakan hal baru, seperti melayang dengan bebas di angkasa.
Dosa memang selalu terasa nikmat tiada tara.
Tetapi selain itu, Hongjoong juga turut mengenalkan Yeosang pada hal baru. Ia mengajari Yeosang bermain piano karena kekasih gelapnya itu buta nada, dan ketika Yeosang berhasil menyelesaikan satu lagu sederhana, Hongjoong memberi apresiasi berupa kecupan di pipi.
Yeosang sempat bertanya, apakah Soyeon pernah curiga pada Hongjoong namun pria itu berkata, "No one has to know what we do."
Semuanya terasa begitu indah, dan Hongjoong selalu meyakinkan Soyeon bahwa ia begitu mencintai kekasihnya tersebut. Tetapi di belakang, ia berkata lain. Hongjoong dibutakan oleh cinta, namun manusia yang tengah jatuh cinta sama bodohnya dengan siapapun.
Hari itu, keduanya kembali bertemu. Bukan di gudang, bukan di ruang musik, namun di halaman belakang sekolah. Yeosang yang meminta, dan Hongjoong menyanggupi.
"Aku ingin mengatakan sesuatu." Ada binar kesedihan pada mata Yeosang, namun Hongjoong tidak berkomentar.
"Ayahku akan pindah ke luar kota karena pekerjaannya, dan aku harus ikut. Begitu juga dengan Ibuku. Tetapi bukan itu intinya."
Hongjoong sudah memperkirakan beberapa kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
"Aku ingin kita berhenti. Aku lelah dengan semua ini, hubungan kita yang tidak jelas dan selalu bersembunyi."
"Tapi, aku mencintaimu, Yeosang."
"Dan kau juga mencintai Soyeon," Bibir Yeosang terasa kelu ketika mengucapkannya, "Tahukah dirimu betapa sakitnya melihat kau dengan leluasa mencium Soyeon sementara aku menciummu di dalam gudang?"
Hongjoong maju selangkah tetapi Yeosang mundur dua langkah.
"Ini salahku, aku yang lebih dahulu memulai. Aku yang memberi surat itu padamu. Dan aku yang lebih dulu mencintaimu."
"Tidak," Hongjoong menggelengkan kepalanya, "Jangan salahkan dirimu seperti itu, Yeosang. Kita bisa bicarakan hal ini dengan cara baik-baik."
"Pada akhirnya, aku hanyalah cadangan dalam hidupmu."
"Kau bukan cadangan, Yeosang! Harus berapa kali kukatakan bahwa aku mencintaimu?!"
"Kau punya kekasih, Kim Hongjoong! Kekasih yang menunggumu di ujung sana tanpa mengetahui apa yang terjadi diantara kita!" Wajah Yeosang sudah memerah dengan air mata membanjiri pipinya. "Berhenti mencintaiku, Hongjoong. Kembalilah pada Soyeon."
"Jadi, kau akan pergi begitu saja?"
Yeosang mengangguk, "Aku yang datang ke dalam hidupmu, maka aku yang harus pergi."
Hati Hongjoong remuk, ia memang pecundang. Memainkan dua hati orang yang ia cintai, terlebih lagi memberi harapan pada Yeosang yang sungguh-sungguh menaruh perasaan padanya.
"Yeosang," Hongjoong mendekat, "Even when I have no more words, I'll love you until time stops."
Lelaki Kang itu tersenyum, "Don't be sad when it ends, we both knew it from the start but it was worth all the pain."
Tanpa berpikir panjang, Hongjoong menangkup wajah Yeosang lalu menciumnya. Berbeda dengan ciuman menggebu yang biasa mereka lakukan di dalam gudang, ciuman kali ini begitu lemah, pun terasa begitu hangat.
Hongjoong menyudahi ciuman tersebut, menyatukan dahi Yeosang dengan miliknya. Ia bisa melihat pantulan bayangannya sendiri pada kedua netra Yeosang yang berkaca-kaca.
"You can always comeback when you miss me."
Yeosang tersenyum, "I will."
But it was all lie, Yeosang never comeback.
*****
Hongjoong benci salju dan udara dingin, tetapi malam ini ia harus tampil disalah satu bar lokal di tengah kota Seoul yang padat. Menjadi seorang musisi itu tidak mudah, Hongjoong nyaris tidak tidur semalaman karena ia harus mengerjakan beberapa lagu yang belum selesai. Dan di sore hari, ia sudah harus menyiapkan penampilan terbaik agar dapat menghibur pengunjung yang datang.
Itu semua ia lakukan untuk menyambung hidup, tapi tak apa, Hongjoong menyukai pekerjaannya. Ngomong-ngomong, ia tidak sendiri. Hongjoong turut dibantu oleh Mingi, San, dan Jongho. Kawan-kawannya yang bertalenta ini selalu ada ketika Hongjoong membutuhkan pertolongan dalam bermusik.
"Pengunjung hari ini cukup sedikit, apakah karena sedang badai salju?" Jongho bertanya sambil memutar-mutar micnya.
"Mungkin," Tanggap San yang tengah menenteng botol minum, "Orang-orang lebih memilih berada di dalam rumah ketimbang menonton kita."
"Jangan bicara seperti itu. Lihat, seorang pengunjung baru saja datang!" Ujar Mingi yang membuat mereka semua menoleh ke pintu depan.
Hongjoong membeku, udara di luar memang sangat dingin tetapi dirinya membeku karena seorang pengunjung yang berdiri dipintu depan.
Ia memakai mantel bulu berwarna hitam yang tampak begitu hangat, rambutnya sedikit tertutup salju, dan ketika ia mendongakkan kepala, pandangan keduanya bertemu. Sudah tujuh tahun lamanya, tetapi tak ada yang berubah. Pipi yang bersemu, kedua mata berbinar, dan senyum tipis pada wajahnya.
Tanpa ragu, Hongjoong melangkah turun dari panggung, mendekati sosok lelaki yang dahulu kerap membuat jantungnya berdebar, bahkan sampai detik ini.
Mereka berhadapan, Hongjoong menyunggingkan senyum terbaiknya.
"Kau kembali."
Lelaki itu tersenyum, "Aku sudah berjanji."
Dan ia selalu kembali--pada akhirnya, di tengah-tengah musim dingin. Karena musim dingin itu istimewa, seperti seorang Kang Yeosang.
*****
A/N :
Sebenarnya, ide ini mau aku buat buku sendiri jadi seperti buku JongSang yang Admire. Tapi aku tahu, kalo aku buat buku itu gak tahu kapan bakal dikerjainnya karena bikin buku itu merupakan tanggung jawab yang amat besar buat aku.
Jadinya aku bikin oneshot aja 😁 semoga oneshot panjang ini memuaskan ya 😍
-yeosha
*****
Pertunjukkan Hongjoong dan teman-temannya ditutup dengan sempurna bersamaan dengan berakhirnya badai salju dan pengunjung yang terbilang sedikit. Tapi bagi Hongjoong, itu bukan masalah, karena Kang Yeosang duduk manis menontonnya sejak awal hingga akhir, dan jikalau hanya pria itu yang tersisa, Hongjoong sudah merasa lebih dari cukup.
Ngomong-ngomong, Hongjoong tidak menemukan Yeosang, pria itu menghilang padahal Hongjoong sudah berpesan pada lelaki Kang tersebut untuk menunggu sebentar. Hongjoong buru-buru pamit pada rekan bermusiknya yang lain kemudian melesat keluar dari bar, berharap ia dapat menemukan Yeosang yang belum pergi terlalu jauh. Hongjoong tidak sanggup jika harus kehilangan Yeosang untuk yang kedua kalinya.
Dan Hongjoong menemukannya.
Yeosang berdiri di bawah lampu jalan, tangan kirinya terbuka di udara untuk mengumpulkan titik-titik salju dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
Di mata Hongjoong, Yeosang terlihat begitu indah.
''Aku mencarimu kemana-mana,"
Yeosang menoleh, "Aku kira kau membutuhkan waktu lebih lama dengan teman-temanmu, maka dari itu aku menunggu di luar.'' Kedua kaki Yeosang melangkah lebih dekat, keduanya berhadapan, "Hai, Hongjoong. Sudah lama sekali ya? "
"Tujuh tahun." ujar Hongjoong, "Bagaimana kabarmu?''
"Seperti yang kau lihat, aku baik.''
"Apa yang akan kau lakukan sehabis ini?''
"Entahlah, mungkin pulang ke apartemenku karena malam sudah semakin larut."
Yeosang tersenyum dan Hongjoong berbisik.
"Izinkan aku mengantarmu pulang,'' Hongjoong bersikeras, "Ada banyak hal yang ingin aku katakan.''
Lelaki di depan Hongjoong mengerjap tetapi kemudian ia mengangguk. Dan Yeosang membalikkan tubuhnya untuk melangkah lebih dahulu namun sebelum itu terjadi, Hongjoong telah menggenggam tangan kanannya.
"Yeosang.''
"Ya?''
Hongjoong bukan lagi remaja berumur tujuh belas tahun yang menggebu-gebu, namun ketika melihat senyum Yeosang yang semanis madu, jantungnya dengan cepat berpacu. Tangan kanan Hongjoong membingkai wajah Yeosang, sama seperti yang sering ia lakukan dahulu. "Kali ini, izinkan aku untuk mencintaimu dengan benar."
Bibir Yeosang masih terasa sama lembutnya seperti saat terakhir kali Hongjoong menciumnya, tujuh tahun yang lalu.
----
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro