Misbehaved
Nb : mpreg + angst sedikit, tapi ini fluff kok 😋
[ Mingi X Hongjoong ]
Terhitung sudah keempat kalinya ponsel Mingi berdering hari ini. Ia sungguh lelah dan memilih untuk mengaktifkan mode pesawat. Bukan tanpa alasan Mingi melakukannya, tapi ini semua karena ulah suaminya, Hongjoong. Hongjoong ditemukan pingsan di dapur oleh salah satu pelayan dan bergegas membawanya ke rumah sakit. Mingi kira itu sepele, hanya pingsan. Belum wafat. Begitu pikirnya.
Lagipula, Mingi sudah mengirim asisten pribadinya untuk mengurus Hongjoong. Meski begitu, rasanya keluarga besar Mingi belum puas dan menerornya untuk segera datang ke rumah sakit. Jadi, Mingi memilih untuk mendiamkan ponselnya dan kembali berkutat pada pekerjaannya. Pekerjaan yang melibatkan darah dan pengorbanan, dan pekerjaannya seratus kali lebih penting daripada Hongjoong.
"Sampai kapan kau akan mengabaikan panggilan telepon dari Ibu?"
Mingi mendongak dan mendapati Ibunya tengah berdiri sambil berkacak pinggang dengan wajah masam.
"Apa yang Ibu lakukan di sini?"
"Apa yang kau lakukan disini?" Ibu balik bertanya dan menunjuk wajah Mingi dengan marah, "Kau benar-benar menunggu Hongjoong sampai ia mati dan baru akan pergi ke rumah sakit?"
"Aku sudah mengirim San untuk--"
"Yang suaminya Hongjoong itu kau, bukan San." Ibu mengangkat tinggi-tinggi tumpukan kertas di atas meja kerja Mingi. "Pergi ke rumah sakit sekarang atau Ibu bakar semua pekerjaanmu."
Dan Mingi memilih untuk menurut.
*****
"Hamil?"
Dokter Seo mengangguk dengan yakin, "Usianya sudah dua bulan. Bayinya cukup sehat tetapi karena akhir-akhir ini Hongjoong stres, ia menjadi lemah dan akhirnya pingsan."
"Apakah Hongjoong mengetahui hal ini?"
"Tentu, Hongjoong sudah mengetahuinya sejak awal ia hamil."
Mingi terdiam dan sepertinya Dokter Seo paham, ia memutuskan untuk pergi dan memberi Mingi waktu untuk mencerna.
Hongjoong, suaminya, hamil. Terdapat seorang bayi yang hidup di dalam dirinya dan Hongjoong tidak mengatakan apa-apa.
Sambil berjalan menuju kamar tempat Hongjoong dirawat, Mingi kembali merenung. Otaknya memutar kembali memori lama di mana ia dan Hongjoong bertemu. Keduanya tidak saling mengenal, tetapi Hongjoong dijual ayahnya sebagai jaminan karena tidak bisa membayar hutang. Ayah yang begitu tega karena menjual anak semata wayangnya pada seorang mafia. Mingi ingat ketika Hongjoong berlutut di hadapannya, memohon untuk tidak membunuh ayahnya yang egois. Bahkan ketika sang ayah hanya mementingkan dirinya sendiri, Hongjoong masih membela sambil menggadaikan harga diri.
Mingi bisa saja mengeluarkan senjata api dari sakunya dan menembak keluarga Kim itu, lagipula, ia tidak berniat membeli anak dari seseorang yang berhutang padanya. Tetapi lengan Mingi menarik Hongjoong mendekat dan membawanya pulang. Dengan begitu, ayah Hongjoong bebas dan Hongjoong menjadi miliknya.
Dan mereka menikah. Tanpa dasar cinta, tanpa dasar kasih sayang, tanpa mengenal satu sama lain.
Kehidupan pernikahan yang dingin membuat Mingi frustasi, jadi ia berpikir bahwa menyetubuhi suaminya adalah ide yang bagus. Hongjoong tidak marah ataupun memberontak, tetapi ia menangis. Mingi kira itu adalah tangisan pelampiasan nikmat tetapi kini ia sadar bahwa itu adalah tangisan pilu.
Lalu Mingi memperlakukan Hongjoong seperti sedia kala, acuh tak acuh. Mengabaikan Hongjoong yang berusaha mencairkan suasana dengan memasak sarapan pagi dan menyiapkan baju kerjanya. Tetapi Mingi hanya menganggapnya sebagai balas budi semata. Tanpa ia ketahui bahwa Hongjoong tulus melakukannya meskipun Mingi melukainya, meninggalkannya dalam keadaan telanjang dan kedinginan. Dan kini Mingi mempunyai anak dari kegiatan ranjang mereka berdua.
Gagang pintu berwarna abu-abu itu tampak menakutkan bagi Mingi. Ia takut jika ia masuk ke dalam, ia akan kembali menghancurkan Hongjoong. Tapi dengan sisa keberanian yang ia punya, Mingi memutar kenop pintu yang terasa begitu dingin. Ia menemukan Hongjoong. Suaminya itu tengah duduk di atas ranjang sambil menatap ke jendela.
"Hongjoong."
Lelaki mungil itu menoleh dan Mingi bisa melihat ada jejak air mata dipipinya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Benar, apa yang Mingi lakukan di sini? Ia sudah mengirim San dan memberi kamar serta fasilitas terbaik untuk Hongjoong. Lalu apa yang ia lakukan disini? Memperbaiki semuanya? Bukankah itu sudah terlambat?
"Aku diberitahu bahwa kau hamil." Katakanlah Mingi tidak tahu diri tetapi ia sudah berdiri dihadapan Hongjoong saat ini, "Kenapa kau tidak mengatakan apapun?"
"Kau tidak akan peduli."
Mingi peduli, buktinya ia berada di sini.
"Aku peduli." Jemarinya terulur untuk mengusap pipi Hongjoong dan ketika suaminya itu tidak menghindar Mingi menangkup wajahnya, "Dan aku minta maaf."
"Kenapa?"
Karena mengabaikanmu.
Karena menganggapmu rendah.
Karena meninggalkanmu sendirian.
"Karena aku berengsek."
Air mata Hongjoong meluncur bebas dan jari Mingi mengusapnya. Hangat. Seperti hatinya yang kini berdebar.
"Say something, please?" Pinta Mingi. Seumur hidupnya, ia tidak pernah meminta pada siapapun. Jika keinginannya tidak terpenuhi, Mingi tidak segan untuk menikam ataupun menghabisi nyawa sang lawan bicara detik itu juga. Tetapi pada Hongjoong, Mingi memohon.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuk anak kita."
Anak kita, kedua pipi Mingi menghangat ketika Hongjoong mengucapkannya.
"Apakah kau menginginkan kehadirannya?"
Mingi mengangguk tanpa ragu, tangannya yang bebas mengusap helaian poni Hongjoong dengan lembut. "Aku menginginkannya, kita bisa belajar menjadi orang tua yang baik. Aku ingin mengganti popoknya, menggendongnya di tengah malam, dan menciumnya ketika tidur. Tidak masalah laki-laki atau perempuan, selama aku bisa mengurusnya bersamamu, maka semua akan baik-baik saja."
Hongjoong tersipu, baru kali ini Mingi menunjukkan sisi lembutnya selama mereka hidup bersama. Karena santapan sehari-hari Hongjoong adalah wajah bengis sang suami disertai senjata api tersemat dipinggangnya.
"Kau menggemaskan." Celetuk Hongjoong dan langsung menutup mulutnya dengan cepat.
Mingi tertawa melihatnya, "Ya, aku seperti ini hanya jika bersamamu. Dan kau harus tahu bahwa aku tidak akan meninggalkanmu."
Lelaki mungil itu menggenggam tangan Mingi dengan ragu-ragu, "Kau berjanji?"
Mingi menunduk dan membubuhi ciuman panjang didahi Hongjoong, "Aku berjanji."
*****
A/N :
Tadinya mau smut tapi tidak jadi. Tapi Mingi di pair in sama siapa aja pasti bisa jadi smut dalem pikiranku 💔 #Pain
-yeosha
*****
Jika anak buah Mingi melihat hal ini, sudah pasti ia akan ditertawakan. Tetapi sayangnya, kini hanya Hongjoong yang dapat memandanginya. Mingi dengan telaten mengupas apel dengan pisau lipat yang selalu ia bawa di dalam saku. Jujur, Mingi kesulitan. Namun ia akan melakukan apa saja untuk Hongjoong yang sedang menunggunya.
"Mingi."
"Yes, love?"
Hongjoong lemah sekali kalau Mingi sudah memanggilnya seperti itu, tak bisa dipungkiri bahwa Hongjoong sangat menyukainya.
"Nanti kalau anak kita lahir, aku ingin beberapa senjata dan pisau di dalam laci disingkirkan. Juga lemari yang berisi pistol disembunyikan, atau ditutupi? Dengan kain atau apa saja. Bolehkah?"
Lelaki mungil itu berucap hati-hati sekali, takut Mingi akan marah lalu menikam perutnya dan membunuh bayi mereka. Dasar, semenjak hamil Hongjoong menjadi paranoid. Salahkan hormonnya yang membuat Hongjoong berpikir buruk seperti itu.
"Boleh, tetapi aku rasa itu akan memakan waktu jika harus disingkirkan satu persatu. Bagaimana jika kita membeli rumah baru?"
Tawaran yang bagus sekaligus membuang uang.
"Tidak mau."
"Kenapa?"
"Itu namanya menghambur-hamburkan uang! Lagipula anak kita belum lahir, bagaimana jika--"
"Hongjoong, sampai dunia kiamat pun kita tidak akan jatuh miskin."
Ingatkan Hongjoong bahwa ia menikahi seorang mafia congkak berwajah tampan.
Mingi selesai mengupas apelnya dan mulai menyuapi Hongjoong, "Jadi bagaimana? Mau membeli rumah baru?"
Hongjoong menggeleng, "Nanti uangnya habis."
"Tidak akan habis, Sayang."
"Uangnya untuk belanja keperluan bayi saja," Kedua mata bulat Hongjoong berbinar-binar, "Kalau untuk itu, aku mau menghamburkan uang yang banyak. Boleh kan, Mingi?"
Mana mungkin Mingi berkata tidak? Ia terkekeh lalu mengecup singkat pipi Hongjoong tanda mengiyakan.
He want and he can give Hongjoong a world without complaining at all.
----
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro